BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Sistem pemerintahan sehat di era Gubernur Riau Syamsuar belakangan memang tengah mencuri perhatian publik.
Di ‘musim’ rotasi jabatan, baik pejabat eselon II dan III, beberapa waktu lalu sempat menjadi sorotan, karena Syamsuar melantik pejabat yang pernah bermasalah dengan hukum. Selain itu juga muncul isu ‘membangun dinasti’.
Terbaru, Pemprov Riau disoroti dalam hal penanganan dan penganggaran Covid-19 yang dinilai tidak transparan, hingga sikap kecewa warga Rokan Hulu atas kebijakan Gubernur Riau melantik Penjabat Sementara (Pjs) untuk kabupaten itu, dimana yang ditunjuk Syamsuar bukan putra daerah.
“Good government (sistem pemerintahan yang sehat) tercermin dari proses penempatan pejabat yang transparan, akuntabel dan profesional, sesuai mekanisme Undang-Undang, bukan atas dasar ‘kepentingan’ lain,” ujar Koordinator Umum (Kordum) aliansi mahasiswa dan pemuda se-Riau Zulkardi kepada bertuahpos.com akhir pekan lalu, di Pekanbaru.
Menurutnya, UU Nomor 05 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, sudah sangat jelas mengatur bagaimana pemerintah daerah menyusun perangkat di bawahnya.
Dalam menentukan pejabat yang mendukung kinerja pemerintah, harus melibatkan pengawas eksternal independen agar didapat pejabat berintegritas dengan kapabilitas dan kompetensi di bidangnya. Namun sepertinya, itu bukan prioritas bagi Syamsuar.
Menurut Zulkardi, tujuannya jelas, yakni agar tidak menghasilkan pejabat berperilaku koruptif dalam tugas dan tanggung jawabnya, sesuai sumpah jabatan dan fakta integritas yang ditandatangani.
“Saya menyontohkan soal dilantiknya mantan narapidana Indra Satria Lubis seharusnya tidak lulus dalam proses asessment jabatan yang dilakukan oleh BKD Riau, terutama pada tahap proses tes kepatutan dan kelayakan seorang calon pejabat. Namun faktanya terbalik,” tegasnya.
“Kami minta Pak Gubernur Riau men-non-aktifkan Indra Satria Lubis sebagai eselon III. Sampai kapanpun kami akan menuntut itu,” ungkapnya.
Bagaimana Pandangan Akademi Hukum?
Menurut akademisi hukum dari Universitas Lancang Kuning, Riau, Dr HM Yusuf Daeng, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) jika divonis bersalah oleh majelis hakim dalam jangka dua tahun secara otomatis harus dipecat, atau diberhentikan sebagai PNS.
“Bagaimana kalau PNS terlibat kasus hukum? minimal 2 tahun secara otomatis dipecat,” ungkapnya.
Namun, terhadap bagaimana ASN dengan masalah hukum itu bisa kembali menduduki sebuah jabatan strategis di pemerintahan, duduk persoalannya, menurut dia, lebih pada tatanan etik.
Yusuf Daeng mengatakan dalam hukum ada kaidah etika yang mengedepankan niat kepatutan. “Masalah duduk atau tidak itu soal politis,” ungkapnya.
Namun, secara etika, bisa dilihat mana pejabat yang dianggap patut atau tidak untuk ditempatkan pada sebuah jabatan. Konteks ini, dijelaskannya, tentu saja sudah di luar kapasitas kemampuan dari seorang pejabat yang ditunjuk.
Hal yang sama, sangat mungkin bisa dilakukan dari sisi pengambilan kebijakan yang berkaitan langsung dengan masyarakat atau tidak. Termasuklah dalam menentukan siapa yang dipantaskan dan dipatutkan dalam menunjuk Pjs di beberapa daerah yang akan ikut dalam Pilkada Riau 2020.
Yusuf Daeng menjelaskan, di dalam Undang-Undang, sampai kini memang tidak ada melarang seorang ASN yang bermasalah secara hukum, ‘dilarang duduk menjadi pejabat.’
“Layak tidak layak orang itu duduk didalam undang-undang tidak ada mengatakan orang itu tidak boleh duduk, sampai hari ini tidak ada. Persoalan duduk tak duduk adalah persoalan politis, persoalan dasar hukum tidak ada dasar hukum tetapi persoalan etika patut tidak patut itu yang menjadi persoalan,” tegasnya.
Sikap Pemprov Riau
Ramai diberitakan sebelumnya, bahwa Indra Satria Lubis Dilantik untuk menduduki sebuah jabatan di Dinas Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Provinsi Riau, pada awal Agustus 2020 lalu.
Asrizal yang menjabat sebagai pimpinan di dinas itu memang membenarkan bahwa yang bersangkutan dilantik. Dia juga mengakui bahwa yang bersangkutan pernah tersandung masalah hukum pada saat bertugas di Dinas Perhubungan Provinsi Riau. Terkait bagaimana kasus hukumnya, dia mengaku tidak tahu. Dia juga tidak berbicara soal masalah etis terhadap persoalan itu.
“Pada intinya saat ini saya mengoptimalkan tenaga yang bersangkutan karena sudah ditetapkan dan dilantik, setahu saya dia sudah melapor dan melaksanakan tugas. Kalau kasus hukum saya mengetahui itu dulu, tapi sekarang mungkin sudah selesai. Kalau masalah pengangkatannya saya tentu itu bukan kewenangan saya,” komentar Asrizal ketika itu. (bpc2)