Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna menilai, hal itu merupakan salah satu cara masyarakat menyampaikan unek-unek atas kondisi kota.
“Ini merupakan kritik sosial yang menunjukkan bahwa semakin lama, masyarakat tidak nyaman dengan kondisi kota (Bekasi),” kata Yayat di Jakarta.
Yayat menjelaskan, bully yang dilakukan merupakan tuntutan dari masyarakat Bekasi terhadap pelayanan Kota Bekasi. Mereka, kata Yayat menaruh harapan lebih pada Pemerintah Kota Bekasi agar kawasannya dapat dihuni lebih nyaman.
Dia mencontohkan, di Bekasi banyak pusat perbelanjaan yang terkonsentrasi, hanya di satu titik. Padahal, kata Yayat, titik tersebut merupakan akses masuk dan keluarnya lalu lintas.
Yayat mengungkapkan, Bekasi memiliki luas sekitar satu hektar, dengan jumlah penduduk hampir 2,6 juta kepadatan per kilometer. Per satu kecamatan ada sekitar 17 ribu orang.
“Itu menunjukkan pergerakan di Bekasi sudah semakin padat dan sesak. Dengan demikian, otomatis ruang terbuka semakin berkurang dan berdampak pada kualitas udara,” kata Yayat.
Dia menjelaskan, udara semakin panas dan polusi semakin meningkat. Itulah yang membuat kota Bekasi semakin tidak nyaman. Ya, hal itu terlihat dari komentar masyarakat di media sosial kerap yang mempermasalahkan soal suhu panas Bekasi yang diklaim berbeda dengan Jakarta dan kota lainnya.
“Nah ketika Bekasi makin panas, itulah tuntutan dari masyarakat agar Bekasi menjadi lebih baik. Begitu juga dengan arus lalu lintasnya,” tambah Yayat.
Yayat kembali mengungkap bahwa jumlah kendaraan bermotor di Kota Bekasi ada sekitar 1,2 juta. Dengan luas satu hektar, dia justru mempertanyakan apakah jalan di kota itu sudah cukup untuk dilalui banyaknya kendaraan di kota Bekasi.
Oleh karena itu, menurut dia Pemerintah Kota Bekasi harus membuka ruang diskusi dan ruang dialog bagi masyarakatnya.(Viva)