BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menilai proses penegakan hukum terhadap pelaku pembakar hutan dan lahan (Karhutla) sangat tidak mencerminkan sikap keadilan.Â
Manajer Kampanye Keadilan Iklim WALHI, Yuyun Harmono mengatakan, sikap ketidak adilan oleh penegak hukum itu jelas terlihat dari proses penetapan tersangka terhadap pelaku pembakar lahan. Sudah ada puluhan masyarakat yang ditangkap sementara dari pihak perusahaan baru satu korporasi ditetapkan sebagai tersangka.Â
“Walhi menyayangkan minimnya tersangka karhutla dari korporasi, sejauh ini hanya 1 perusahaan, Padahal banyak sekali kalau kita cek, justru karhutla yang meluas itu sebagian besar terjadi di lahan-lahan korporasi,” ujarnya seperti dikutip dari abc.net.au.
Dia berkata, kalau kondisinya begini, terkesan polisi sebagai penegak hukum hanya mencari gampangnya saja. Yuyun mengatakan berdasarkan data pemantauan titik panas atau hotspot secara nasional yang dilakukan Walhi dari Januari sampai Juli 2019, terdapat 4.258 titik panas di sejumlah wilayah di Indonesia dimana 2.087 di antaranya terletak di kawasan konsesi dan kesatuan hidrologi gambut (KHG).
Lebih rincinya titik panas yang terletak diatas lahan HGU sebanyak 144 titik api, dan diatas lahan HTI ada 39 titik api. Yuyun juga menyoroti ancaman yang disampaikan Presiden Jokowi pada rapat kerja penanganan karhutla di istana Negara pada awal Agustus lalu, dimana Jokowi menyatakan Kapolda dan Pangdam TNI yang tidak mampu mengatasi karhutla akan dicopot.
“Seharusnya acaman yang disampaikan presiden adalah saya akan cabut (copot izin) konsesi perusahaan yang terbukti dilahan konsesinya ada karhutla, itu baru warning yang keras. Karena orientasi penegakan hukumnya menjadi jelas yakni harus menyasar perusahaan itu.”
Di Provinsi Riau misalnya, sebagai salah satu kawasan yang memiliki lahan gambut yang cukup luas ini selalu menjadi langganan bencana karhutla dan kabut asap, namun dalam rentang 7 tahun terakhir, baru 10 perusahaan yang dipidanakan akibat karhutla. Adapun sanksi yang dijatuhkan beragam mulai dari denda Rp 2 miliar hingga Rp 16,7 triliun. (bpc3)