Catatan Redaksi
Jika kita amati dan cermati dengan baik, mendekati 10 hari terakhir ramadan banyak hal yang patut direnungkan. Bahkan jika kita kelompokkan, maka akan terlihat dua gelombang ‘bisnis’ besar yang saling bertolak belakang. Dua kelompok bisnis tersebut ialah, Bisnis ‘Masjid’ dan Bisnis ‘Mal’. Bagaimana bisa?
Pada hari-hari terakhir bulan puasa, akan terjadi arus gelombang besar di dua tempat, yakni Mal dan Masjid. Cobalah kita perhatikan dengan teliti, semakin mendekati kepulangan ramadan maka gelombang manusia semakin banyak terutama di pusat-pusat keramaian seperti mal-mal. Alhasil, transaksi maupun perputaran bisnis sangat kencang, hingga terjadi lonjakan transaksi berkali-kali lipat.
Ragam transaksi sangat banyak, mulai dari perburuan baju-baju baru, sepatu, sandal, minuman, makanan sampai mempersiapkan segala kebutuhan hari raya, yang sebagian kalangan menganggap kurang afdhal hari Idul Fitri tanpa baju baru dan kue lebaran. Beberapa pedagang mengaku, lonjakan transaksi naik dua hingga empat kali lipat dibandingkan hari-hari biasanya.
Uniknya lagi, semakin mendekati hari Raya Idul Fitri, maka nilai transaksipun semakin membumbung tingggi, sampai-sampai para pelaku bisnis menambah jam bisnisnya hingga dini hari, dan di kenal dengan sebutan Midnight Sale. Bagi para pebisnis, tentu ini menjadi berkah tersendiri yang hadir sekali dalam setahun.
Lantas bagaimana bisnis Masjid?
Ini tidak lain ialah perburuan malam lailatul qadar dan semakin besarnya keberkahan di sepertiga ramadan. Begitu besarnya imbal hasil dari transaksi di penghujung bulan puasa ini, kaum Muslimin diperintahkan meningkatkan ibadahnya.
Sebab pada hari-hari tersebut dipenuhi dengan kebaikan, keutamaan, serta pahala yang melimpah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Memang, transaksi jual beli dengan Allah ini tidak diwajibkan di masjid, tetapi juga bisa dilakukan di rumah, meskipun sangat dianjurkan sekali di masjid atau biasa dikenal dengan sebutan itikaf. Inilah sesungguhnya gelombang kedua yang mestinya terjadi, ‘transaksi bisnis masjid’, transaksi bersama Allah SWT.
Dalam suatu surat, disebutkan, “Lailatul Qadr (malam kemuliaan) itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.†(Al-Qadr [97]: 3-5)
Hal ini ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) yang sangat bersungguh-sungguh menghidupkan hari-hari tersebut. Sebagaimana diriwayatkan Ummul Mu’minin Aisyah Radhiyallahu ‘anha, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.†(Riwayat Muslim).
Sesungguhnya inilah bisnis sepertiga ramadan, bisnis masjid yang sejogjanya dilakukan oleh kaum muslimin. Bisnis bersama Allah.
Lantas apa saja transaksi jual beli dengan Allah yang mestinya terjadi pada 10 hari terakhir tersebut?
Kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak doa-doa kepada Allah SWT. Selain itu juga, karena nilainya yang begitu dahsyat, maka sangat dianjurkan sekali menghidupkan malam dengan banyak shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala (dari Allah), niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.†(Riwayat Bukhari dan Muslim).
Sufyan Ats-Tsauri mengatakan bahwa amal yang paling ia sukai saat memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah shalat Tahajjud. Ini karena Rasulullah selalu membangunkan keluarganya untuk shalat jika mereka mampu untuk itu. (Lathoif Ma’arif, hal. 331)
Memang menghidupkan sepuluh hari terakhir tidak harus dengan shalat, tapi bisa pula dengan zikir, doa, dan membaca al-Qur’an. Namun amalan shalat adalah amalan yang lebih utama dari amalan lainnya di malam tersebut berdasarkan Hadits di atas.
Selanjutnya ialah i’tikaf. Dalam pengertian syariah, I’tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Dari Ibnu Umar ra. ia berkata, ‘Rasulullah biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.†(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW memperbanyak ibadah dengan menjauhi istri-istrinya dari berjima’ (hubungan badan dengan istri). Aisyah mengatakan, “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.†(Riwayat Bukhari dan Muslim).
Sebagai penduduk dominan muslim di Indonesia maupun Riau, bahkan muslim terbanyak di dunia, dan menilik uraian singkat diatas, seharusnya gelombang besar yang terjadi hanya pada satu arus saja, yakni gelombang transaksi di Masjid. Dengan demikian, semestinya mal-mal dan pusat perbelanjaan kian sepi. Namun kenyataannya berbanding terbalik, mal semakin membludak dan masjid semakin sepi saja. Inilah yang terjadi. Inilah realitasnya.
Ini juga menggambarkan pemahaman dari setiap orang yang mengaku muslim, dan tentu pilihan dari setiap orang. Yang pada akhirnya, setiap pilihan akan menentukan hasil yang akan dipetik dikemudian hari.
Anda ingin meningkatkan transaksi jual beli dengan Allah, maka Masjidlah tempatnya dan sepertiga ramadan waktu yang sangat tepat. Sebaliknya, ingin meningkatkan transaksi dengan pelaku usaha (manusia), maka pusat perbelanjaan tempatnya. Semua terserah Anda. Toh Anda yang menikmati hasil awal dan hasil akhirnya.
Selamat Meraih Kemenangan.
Muhammad Junaidi