BERTUAHPOS.COM, JAKARTAÂ – Pemerintahan Presiden Joko Widodo ditekankan untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Hal tersebut harus dilakukan agar subsidi BBM yang cukup besar dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur.
Ekonom Senior Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan mengatakan, produksi minyak Indonesia hanya sebesar 800 ribu barel per hari (bph) sedangkan konsumsi nasional mencapai 1,5 juta bph. Maka ada kesenjangan 700 ribu bph yang harus ditutupi dengan cara impor.
Sedangkan untuk harga, harga BBMÂ sebenarnya Rp 11.500 per liter, namun karena disubsidi sekitar 45 persen maka harga BBM yang diterima masyarakat menjadi sebesar Rp 6500.
“Jadi selisih antara harga internasional dan domestik sekitar 45 persen, selisih ini yang menjadi subsidi BBM yang dibiayai pemerintah dengan menerbitkan surat utang seperti SBN dan SUN,” kata kata Fauzi, seperti yang dikutip di Jakarta, Kamis (24/7/2014).
Menurut Fauzi, kenaikan harga BBM bersubsidi yang ideal berkaca dari kondisi tersebut adalah sebesar 40 persen, dilakukan secara bertahap dua kali.
“Tentunya dengan selisih 45 persen susah bagi pemerintah untuk menutup disaat yang bersamaan. Jadi mungkin idealnya total kenaikan 35 persen hingga 40 persen tapi dalam dua tahap, sekitar 20:20 persen,” paparnya.
Fauzi mengungkapkan, untuk waktu yang pas menaikan harga BBM bersubsidi paling lambat menaikan harga BBM bersubsidi pada triwulan kedua 2015, hal ini tentunya akan meringankan beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“Paling lambat triwulan kedua 2015, idealnya pemerintah menaikkan BBM di Agustus-September, supaya APBN yang diberikan kepada Jokowi tidak terlalu berat,” ungkapnya.
Beban APBN masa pemerintahan Jokowi bisa semakin ringan jika wacana kenaikan harga BBM direalisasikan pada masa pemerintahan sekarang.
“Ada wacana SBY menaikkan harga BBM setengah, lalu menaikkan setengah oleh Jokowi, intinya harga BBM harus dinaikkan,” tuturnya.
jika subsidi BBM tidak dicabut maka bisa mengakibatkan defisit anggaran 3 persen, hal ini tentu akan menghambat pembangunan infrastruktur.
“Subsidi BBM defisit melewati 3 persen. Pemerintah membiayai ifnrastruktur terbatas. Semakin telat menaikan harga BBM, semakin delay program infrastrukrurnya, jadi program infrastrukturnya terhambat,” tutup Fauzi.(liputan6)