BERTUAHPOS.COM, JAKARTAÂ – Miris, Hadi Poernomo selaku mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak (2001-2006) menjadi tersangka kasus korupsi pajak Bank BCA 2003-2004 di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat hari ulang tahunnya ke-67 dan baru beberapa jam pensiun dari jabatan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2009-2014.
Kerugian negara akibat penyelahgunaan wewenang Hadi selaku Dirjen Pajak saat mengurus keberatan pajak terkait transaksi non-performance loan (NPL) atau kredit macet senilai Rp 5,7 triliun Bank BCA pada 2003 itu diperkirakan mencapai Rp 375 miliar.
Namun, tahukah Anda, Hadi selaku mantan Dirjen Pajak dan Ketua BPK yang bergelimang harta berupa rumah dan tanah di 25 lokasi senilai Rp 37 miliar itu justru mengaku tidak mempunyai satu unit mobil pun.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK per 9 Februari 2010, Hadi melaporkan memiliki harta tak bergerak berupa rumah dan tanah yang tersebar di 25 lokasi, di Los Angeles AS, Jabodetabek dan Tanggamus Lampung, dengan nilai total Rp 36.982.554.031 atau hampir Rp 37 miliar. Tanah terluasnya berada di Depok dengan luas 11.150 meter persegi dan 300 meter persegi senilai Rp 7,056.100.000 atau Rp 7 miliar.
Di LHKPN itu, Hadi mengaku sebagian besar rumah dan tanahnya, termasuk yang di Depok, diperoleh dari hasil pemberian atau hibah sejak 1985 sampai 2004 atau saat dia masih menjabat Dirjen Pajak. Sebagiannya lagi diperoleh dari hasil sendiri.
Masih dari LHKPN yang sama, Hadi juga memiliki harta bergerak berupa barang seni senilai Rp 1 miliar dari hibah pada 1979, logam mulia senilai Rp 100 juta dari hibah pada 1972, batu mulia senilai Rp 400 juta dari hasil hibah 1972 dan harta bergerak lainnya senilai Rp 25 juta juga dari hibah pada 1985. Ia juga melaporkan mempunyai harta giro dan setara kas senilai Rp 293.425.774.
Secara total, pria kelahiran kelahiran Pamekasan, 21 April 1947, yang mengawali karir sebagai Kepala Bidang Ekonomi di Dewan Analisis Strategis di Badan Intelejen Negara ini mempunyai harta kekayaan senilai Rp 38.800.979.805 atau Rp 38,8 miliar per 9 Februari 2010.
Anehnya, dalam LHKPN-nya itu, Hadi selaku mantan pejabat negara yang biasa menghitung dan menarik upeti atau pajak dan menelisik anggaran proyek-proyek kementerian itu mengaku tidak mempunyai satu pun mobil sebagai harta bergeraknya. Selain itu, ia juga mengaku tidak mempunyai usaha pertambangan maupun surat berharga.
Dalam pelaporan LHKPN per 14 Juni 2006, Hadi mengaku memiliki harta dengan total Rp 26.061.814.000 dan 50 ribu Dolar AS. Jumlah ini pun meningkat sekitar 100 persen dibanding harta Hadi pada pelaporan LHKPN per 6 Juli 2001 yang hanya sebesar Rp 13.855.379.000 dan 50 ribu Dolar AS.
Usai ditetapkan menjadi tersangka, Hadi memberi sedikit pernyataan ke media tentang kasus yang menjeratnya. Berbagai pertanyaan dilontarkan wartawan, namun ia hanya menjawab akan mengikuti proses hukumnya di KPK.
“Saya sebagai warga negara yang baik akan mentaati semua proses penanganan yang akan dilakukan aparat penegak hukum KPK,” kata Hadi di rumahnya, Jalan Iskandarsyah I No 18, Melawai, Jakarta Selatan, Senin (21/4/2014) malam.
Pantauan Tribunnews, di halaman dan garasi rumah seluas sekitar 20×15 meter persegi itu terdapat beberapa mobil. Rumah berlantai dua dan berpagar tinggi itu pun juga dijaga sejumlah petugas keamanan.(tribunnews)