BERTUAHPOS.COM (BPC), SIAK – Dinas Kehutanan (Dishut) Kabupaten Siak telah kecolongan sejak tahun 2009 lalu. Pasalnya, lahan cagar biosfer yang ada di Kecamatan Siak, telah menjadi perkampungan.
Â
Tidak adanya pengawasan dari Dishut di kawasan itu selama bertahun-tahun, wilayah cagar biosfer itu menjadi perkampungan. Tercatat, saat ini sudah ada 86 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di kampung 40, RT 04 RW 02 Kampung Buantan Besar, Kecamatan Siak.
Â
Masuknya 86 KK itu kedalam kawasan cagar biosfer terungkap saat hearing yang digelar dikantor DPRD Siak bersama Komisi I Kepala Dishut Siak, Teten Efendi, Asisten I, Fauzi Azni, serta , Kepala Dinas Pendidikan, Kadri Yafis, Kepala Bagian Tata Pemerintahan, Budi Yuwono.
Â
Haering ini digelar kerena mencuatnya dimedia massa karena ada sekolah marginal di kawasan kampung tersebut dan banyak anak yang putus sekolah.
Â
Ketua Komisi 1 DPRD Siak, Sujarwo dalam hering menginginkan telepas dari kawasan cagar biosfer, ia meminta Pemerintah kabupaten (Pemkab) Siak memberikan solusi agar anak-anak yang mengalami putus sekolah dikampung itu tetap disekolahkan.
Â
Dia juga mengapresiasi kepada Disdik Siak yang sudah sempat kelokasi itu dan telah membuatkan sekolah jauh dengan SDN 10 Kecamatan Bunga Raya.
Â
“Masyarakat juga harus dikedepankan, mengenai sekolah, apresiasi disdik bisa selamatkan anak bangsa. Saya salut dengan ibu yang bawa anaknya sekolah pakai honda dijalan yang rusak,” terangnya.
Â
Selain itu kepada Dishut Siak, Sujarwo meminta agar memberikan jalan keluar. Apalagi, masyarakat kampung 40 itu merupakan warga Indonesia yang telah sah memiliki KK dan KTP Kabupaten Siak.Â
Â
Sementara itu, Syamsurijal Anggota Komisi 1 menambahkan, masalah ini harus ada solusi yang tepat. Jangan sampai masyarakat yang sudah terlanjur menetap dan bermukim disana.
Â
“Jangan mereka didefortasi dengan kasar, selagi orang Indonesia harus dijamin, kebijakan Dinas Kehutan harus cari formula yang santun,” pintanya kepada Kadishut.Â
Â
Syamsurijal juga sangat menyayangkan, kinerja Dishut Siak yang selama ini terjadi pembiaran. Dia mempertanyakan, mengapa setelah kasus ini mencuat baru Dishut sibuk menyatakan warga yang datang tersebut pendatang ilegal.
Â
“Kinerjanya kemana selama ini, setelah masyarakat bertumbuh kembang disana baru muncul masalah, ini kan ada pembiaran dari dinas kehutanan, padahal itukan kewenangannya,” tandasnya.
Â
Menaggapi hal itu, Teten Efendi mengakui tinggal di cagar biosfer itu merupakan perbuatan salah dan melanggar undang-undang kehutanan walapun hanya untuk bermukim.
Â
Mengenai adanya pembiaran tersebut, Teten mengakui pihaknya juga bersalah karena melakukan pembiaran. “Kalau memang saya kena undang-undang pembiaran, ya gak apa-apa. Berarti saya terlibat dalam masalah ini, dan orang-orang terkait juga akan terlibat,” pungkasnya. (syawal)