BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau menganggap dana perjalanan dinas untuk DPRD Riau terlalu tinggi. Sehingga dianggap sebagai jatah bagi-bagi duit yang dimasukkan dalam APBD Riau 2018.
Koordinator FITRA Riau Usman mengatakan, FITRA Riau membuat analisis perbandingan untuk menelisik penganggaran perjalanan dinas untuk DPRD Riau. Hasilnya mengejutkan. Dana untuk perjalanan dinas masih terlalu tinggi sehingga dinggap sebagai bentuk pemborosan.Â
“Alokasi anggaran untuk belanja perjalanan dinas di DPRD Riau 80% digunakan untuk kegiatan perjalanan dinas Luar Daerah, 7% anggaran digunakan untuk perjalanan dinas luar negeri. Sementara 12% alokasi anggaran yang digunakan untuk perjalanan dalam daerah,” kata Usman.Â
Berdasarkan Peraturan Gubenur Riau nomor 29 tahun 2017 tentang Pedoman Perjalanan dinas, Perjalanan Luar Daerah adalah perjalanan yang dilakukan di luar Provinsi Riau, yaitu perjalanan dinas ke provinsi lain atau ke pemerintah pusat sesuai dengan tugas-tugasnya.Â
Untuk melakukan perjalanan ini DPRD Provinsi harus mengalokasikan anggaran Rp158 miliar. Bahkan perjalanan dinas ke luar negeri juga masih akan dilakukan.Â
Baca:Â Ini Beda Dana Perjalanan Dinas di Pemprov Riau dengan Daerah Lain
“Sementara perjalanan di dalam daerah porsinya sidikit, dan dapat dikatakan Anggota DPRD akan lebih sering ke luar daerah dari pada mengunjui masyarakat. Sangat wajar jika disebut berbagi-bagi APBD melalui perjalanan dinas,” sambungnya.Â
Tidak hanya itu, tahun 2018, DPRD juga mendapatkan jatah anggaran yang berkali lipat dari tahun sebelumnya. Seperti, tunjangan komunikasi, tunjangan transportasi, perumahan dan operasional.Â
Lebih lanjut, Usman menjelaskan terdapat beberapa item anggaran tunjangan yang meningkat dua kali lipat lebih besar dari tahun sebelumnya. Anggaran ini berntuk lumsump, kerja tidak kerja tunjangan tetap diberikan, tanpa melihat kinerja. Misalnya tunjangan komunikasi, misalnya, meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun
“Tidak sesuai dengan hasil kinerja sementara fasilitas yang diberikan belum dapat dikatakan seirama dengan hasil kinerja yang dilakukan,” katanya.Â
Seperti tugas legislasi yang menjaidi kewenangan DPRD, tahun 2016- 2017 DPRD hanya berhasil menyelesaikan 17 Peraturan Daerah (Perda), sebagian merupakan Perda Rutin tahunan seperti APBD Murni, Perubahan, dan Pertanggungjawaban.Â
Tahun 2016, dari 32 target Prolegda yang direncanakan hanya 6 Perda yang dapat diselesaikan. Sedangkan 2017 dari 25 target Prolegda hanya 11 Perda yang dapat diselesaikan.
“Begitu juga mengenai fungsi budgeting atau penganggaran yang berkaitan langsung dengan aspirasi masyarakat. Minggu lalu Fitra Riau telah menganalisis program pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Provinsi tahun 2018. Bagaimana peran DPRD dalam proses perencanaan tersebut?,” sambung Usman.Â
Lebih lanjut Usman mengatakan, gambaran tersebut menunjukkan bukti bahwa DPRD tidak maksimal dalam pengawalan proses perencanaan pembangunan dan anggaran, yang tidak sesuai (inskonsisten) dengan rencana pembangunan.Â
“Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Gubenur Riau harus mengevaluasi kembali anggaran perjalanan Dinas baik di pemerintah (ekskutif) maupun di Sekretariat DPRD. Tentu belum terlambat, karena masih tercatat di dokumen APBD,” sambungnya.Â
Dia menambahkan, Gubenur Riau harus menyeleksi secara ketat dengan membentuk tim khusus untuk menilai apakah perjalanan dinas yang dilakukan bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat. Menjadi catatan penting bagi Mendagri untuk mengvaluasi secara lebih teliti dan cermat.Â
Usman mengatakan, pemerintah daerah harus diberikan standar, berapa persen penggunaan anggaran untuk perjalanan dinas. Agar pemerintah daerah tidak leluasa semaunya menganggarkan biaya perjalanan dinas.Â
“Selain pemborosan, perjalanan dinas adalah ruang yang mudah untuk dimanipulasi. Berbagai temuan korupsi perjalanan dinas mestinya menjadi pertimbangan untuk mengoreksi,” kata Usman. (bpc3)