BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Forum Indonesia untuk Trasparansi Anggaran (Fitra) Riau hingga semester I tahun 2016, menemukan beberapa persoalan yang menunjukkan buruknya kinerja Pemerintah Kota Pekanbaru.
Pertama, terkait dengan persoalan sampah yang tidak kunjung tuntas. Kedua terkait dengan terancam mandegnya pembangunan fasilitas sarana dasar publik, dengan dalih minimnya anggaran bahkan Pemko Pekanbaru mengakui pertengahan tahun ini terjadi kekosongan kas daerah. Â
Fitra Riau menilai, persoalan tersebut disebabkan pemerintah Kota Pekanbaru belum terbuka dalam mengelola dana rakyat. Tidaknya adanya penjelasan yang konkrit dan gamblang diberikan kepada publik, bahkan terkesan ada yang ditutup-tutupi. Â
“Terkait dengan persoalan sampah, terdapat anggaran yang ditenderkan sebesar Rp. 51,2 Milyar, untuk pengangkutan sampah Kota Pekanbaru tahun 2015-2016, melalui dinas pertamanan dan kebersihan kota pekanbaru,†kata Usman selaku Koordinator FITRA Riau dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/7/2016).
Namun, sampai saat ini pemerintah tidak menyampaikan seberapa besar anggaran yang telah direalisasikan kepada perusahaan pemegang proyek (pihak ketiga) dengan nilai puluhan milyar tersebut.Â
FITRA juga mempertanyakan, jika telah terealisasi kenapa pekerjaan tidak dijalankan oleh perusahaan pemegang proyek. Selain itu, jika tidak terealisasi tentu pemerintah harus menjelaskan secara gamblang kenapa tidak teralisasi.
Terkait dengan kekosongan kas daerah yang mengakibatkan tidak dibayarkannya kewajiban kepada pihak terkait, FITRA Riau menilai pemerintah juga tidak menjelaskan kepada publik secara gamblang. Karena pemerintah tidak memberikan informasi yang cukup berapa sebenarnya realisasi anggaran yang telah diterima dan masuk dalam kas daerah.
“Sehingga bisa jadi, anggaran yang telah tersedia digunakan untuk membayar kegiatan-kegiatan yang tidak memiliki relavansi dengan kebutunan publik dengan cara dipaksakan sehingga menggangu kenerja pemerintah lainnya,†katanya.
Rasionalisasi Basa–Basi Polemik penurunan DBH Migas dan pendapatan lainnya dari sektor pajak, telah di informasikan. Bahkan sejak awal tahun 2015, dan bahkan realisasi tahun 2015 juga sudah menunjukkan penurunan keuangan daerah yang signifikan. Akan tetapi, persoalan tersebut tidak direspon secara cepat sejak pada saat penyusunan anggaran khususnya tahun 2016. Â
Tahun 2016, proyeksi pendapatan daerah kota pekanbaru, masih diperkirakan sebesar Rp, 2,7 triliun. Sedangkan belanja daerah diproyeksi mencapai sebesar Rp. 3,04 triliun. Semestinya pemerintah Kota Pekanbaru telah memperkirakan pendapatan dan belanja daerah telah disesuai dengan kondisinya. Bukan justru merasionalisasi pada saat perubahaan anggaran tahun 2016.    Â
Dari dokumen APBD Murni 2016, FITRA Riau mencacat masih banyak ditemukan anggaran yang mestinya tidak harus dipaksanakan dialokasikan pada tahun 2016. Mengingat permasalahan keuangan daerah yang dihadapkan pada penurunan pendapatan disegala bidang.   Â
“Tahun 2016 APBD Murni, ditemukan juga terdapat alokasi anggaran sebesar Rp 1,03 triliun untuk belanja modal. Terdapat sedikitnya Rp 329 miliar dari total belanja tersebut di alokasikan juga untuk fasilitas aparatur,†jelas Usman.
Seperti pembangunan gedung kantor, kendaraan dinas, dan fasilitas yang tidak perlu lainnya. Kondisi tersebut menunjukan bahwa, perencanaan APBD tahun 2016 tidak mempertimbangkan kondisi keuangan yang semestinya telah diketahui sejak awal penyusunan. Â
Dengan demikian, maka FITRA Riau, meminta kepada pemerintah kota pekanbaru, untuk segera :Â Â Menjelaskan secara gamblang kepada publik terkait dengan perosalan yang dihadapi saat ini, sejelas-jelasnya tanpa ada yang ditutup-tutupi.
Pemerintah kota pekanbaru, segera mempublikasikan dengan publik, realisasi anggaran baik pendapatan daerah yang telah masuk ke kas daerah (semester 1 2016), dan realisasi belanja daerah semester I tahun 2016 secara rinci dan detal berdasarkan SKPD. Â
“Pemerintah kota pekanbaru, harus merealokasikan anggaran pada belanja program non urusan setiap masing-masing SKPD dan merealokasikan alokasi belanja modal untuk fasilitas aparatur untuk belanja – belanja yang bekaitan dengan pelayanan publik,†tutupnya.