BERUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Pria paruh baya itu tidak berhenti menggerakkan kedua tangannya. Pria itu adalan Aprizal Zakaria. Lewat gerakan tangan itulah, Bais Safir, seorang pemuda asal jawa yang mengerti tentang bahasa isyarat, tahu apa yang ada dalam kepala Aprizal. “Perjuangan orang-orang bisu tidak pernah berhenti,” katanya kepada bertuahpos.com, awal pekan lalu.
Zakaria bersama bersama teman sejawatnya, yang juga menyandang tuna rungu, terlihat sangat ramah dalam kesunyian, saat mereka berbincang di ruang tunggu lantai 3 kantor Gubernur Riau. Belasan orang bisu ini duduk layaknya pejabat tinggi di atas sofa, dengan ragam batik melayu yang membalut tubuhnya. Maksud mereka ingin jumpa Plt Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman. “Ada yang harus dibicarakan,” katanya.
Aprial Zakaria adalah Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia atau Gerkatin. Di tangannya dia memegang sebuah buku yang mereka terbitkan sendiri. Buku warna biru tua itu isinya adalah kamus bahasa isyarat.
Diapun bercerita, pada tahun 1994 Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kamus bahasa isyarat yang rumit dan tidak cocok untuk digunakan. “Nama kamus itu CB,” katanya. “Kamus itu sulit dipahami, karena yang membuatnya adalah orang normal, jadi tidak mengerti psikologis kami,” ujarnya.
Dalam kamus yang sudah diterbitkan 22 tahun lalu itu memuat banyak tools yang tidak dimengerti. Sampai sekarang sistem itu tidak cocok untuk digunakan. Proses pembuatan kamus CB itu didukung penuh oleh pemerintah. Kesulitan terbesar yang dialami para penyandang tuna rungu adalah alat dalam kamus itu tidak menyesuaikan dengan perkembangan.
Kata Zakaria pembuatan kamus itu tidak berdasarkan riset atau pemahaman spesifik untuk penggunanya. “Itu seperti kopian dari kamus di luar negeri saja,” sambungnya.
Dia bersama teman-teman lainnya telah berjuang untuk mengatasi masalah itu. Kumpulan orang-orang bisu ini bekerja keras membuat kamus baru. Buku itu dipegang Zakaria, saat wawancara dengan bertuahpos.com. Orang-orang bisu ini menyebar ke setiap daerah untuk melakukan riset, demi terciptanya kamus baru yang cocok dan mudah dipahami. “Nama kamusnya Pisindo,” ujarnya.
Namun sayangnya upaya mereka tidak didukung oleh pemerintah. “Kalau CB itu dapat dukungan penuh, padahal proses pembuatannya instan. Tapi kamus yang kami ciptakan sampai sekarang belum dapat dukungan,” ujar Zakaria.
Lewat intonsi gerakan tangan itu, terlihat sekali betapa kecewanya Zakaria kepada pemerintah Riau. Sebab project besar yang mereka lakukan justru banyak mendapat dukungan dari teman-teman komunitas lain. Bahkan tanpa lobi, organisasi yang sama sekali tidak bergerak dalam ranah ini juga ikut memberikan dukungan. “Misalnya ada salah satu organisasi dari Hongkong. Proses pembuatan kamus ini sangat lama,” sambungnya. “Silahkan pemerintah mempertahankan kamus CB itu. Kami orang-orang tuli dan bisu tetap akan memperjuangkan kamus Pisindo.”
Sebagai orang yang memiliki kebutuhan khusus seperti halnya penyandang tuna rungu, sangatlah diperlukan adanya tenaga pelatih bahasa isyarat. Di Riau hanya ada satu orang guru yang mengerti dan bisa mengajar bahas isyarat. “Namanya Fatma. Dia sangat cantik,” katanya sambil tersenyum dan menunjuk-nunjuk ke arah Fatma yang sedang duduk disofa empuk di depan Zakaria.
Orang-orang bisu dan tuli ini bukanlah orang-orang bodoh, seperti banyak stigma yang muncul di tengah masyarakat. Lewat wadah yang sudah mereka bentuk, pendidikan dan pengetahuan tetap menjadi prioritas utama. Hanya saja keterbatasan komunikasi selalu mejadi pembatas pertemanan yang ingin mereka ciptakan dengan orang-orang normal.
“Saat mendesak, kami kesulitan berkomunikasi dan orang normal sulit memahami kami,” sambungnya.
Saat ini, orang-orang dengan keterbatasan ini tersebar sebanyak 200 sampai 400 orang di Kota Pekanbaru. Dengan jumlah sebanyak itu, tidak mungkin Fatma bisa mengajar sendiri. Mereka biasa kumpul di Jalan M Yatim nomor 44 Pasar Bawah PTC Kota Pekanbaru. Di tempat inilah biasanya, Fatma dan murid-murid tuna rungu nya ini melakukan proses belajar mengajar. Keanggotaan yang tergabung dalam Gerkatin Pekanbaru ada sebanyak 90 orang. Layaknya seperti profesional, “Kami akan buka cabang di daerah lain,” katanya.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Riau, Syafruddin mengatakan bahwa Pemprov Riau terus berupaya memberi dukungan terhadap perjuangan orang bisu dan tuli di Riau itu. “Ada Perda nomor 18 tahun 2014 tentang perlindungan dan pemberdayaan disabilitas,” katanya kepada bertuahpos.com.
Selanjutnya pemerintah hanya bisa memberikan bantuan sosial, bantuan usaha ekonomi produksi, bantuan pembuatan kaki palsu, untuk penyandang cacat, dan itu tersealisasi dalam bentuk bantuan loka bina dan lain-lain.
“Kami melihat mereka gigih untuk memperjuangkan organisasi mereka, terutama untuk tuna rungu. Banyak hal yang bisa dilakukan, jika mereka tidak dapat dukungan dari pemerintah Riau,” sambungnya.
Sementara Fatma, wanita muda itu hanya berucap satu kalimat kepada bertuahpos.com sesaat dia dan rekan lainnya berjalan ke salah satu ruangan di gedung itu “Namanya Bais. Bais Safir,” ucapnya sedikit berteriak sambil tersenyum, kemudian menghilang di balik salah satu ruangan. (Melba)