BERTUAHPOS.COM (BPC), SIAK – Sungai Siak merupakan sungai tertua dan terdalam yang ada di Indonesia. Selain itu, keberadaan sungai Siak juga masih banyak meninggalkan beragam cerita misterius. Salah satunya mengenai keberadaan kayu balak yang berada di dalam sungai.
Tak heran juga apabila sampai sekarang ini, masih banyak warga Siak maupun Pekanbaru yang menjadi ‘pemburu’ kayu balak tersebut. Bahkan, pencarian kayu balak di dalam perairan yang terbilag gelap dan keruh itu menjadi penghasilan utama sebagian warga.
Seperti Syahrul Siregar, yang merupakan generasi pertama yang melakukan penyelaman kayu balak di Sungai Siak. Ia telah menjalani aktivitas ini sejak tahun 1981 hingga sekarang.
Pria yang akrab dipanggil Regar itu menceritakan, awal mulanya melakukan penyelaman di Sungai Siak tahun 1981 lalu. Ia pun masih menggunakan cara tradisional. Tanpa pompong dan alat perlengkapan penyelaman.
“Kalau sekarang sudah enak pakai mesin naik pompong. Dulu itu secara manual, awalnya tidak pakai kapal, hanya pakai rakit kayu,” terangnya saat ditemui bertuahpos.com, Senin (1/6/2015) di Sungai Siak.
Ini jugalah yang membuat Regar nekat bertahan dengan aktivitas memburu kayu balak, walapun keluarganya sudah meminta untuk berhenti menyelam.
“Tak bisa kulupakan nyelam ini, ada keasikan sendiri yang saya rasakan. Makanya masih aktif nyelam,” tutur pria kelahiran Medan itu.
Dikatakan Regar, awalnya hanya beberapa orang saja yang mau menyelam di Sungai Siak untuk mencari kayu balak. Karena penghasilannya yang begitu menggiurkan, hingga sekarang jumlah penyelam terus bertambah. Diperkirakan sudah hampir 300an orang yang mau memilih pekerjaan beresiko itu.
“Kalau yang seleting saya sudah meninggal semua, karena faktor usia. Tapi yang kecelakaan kerja karena menyelam juga ada,” ungkapnya.
Dia menuturkan, menyelam di sungai Siak tidak sama dengan menyelam di laut. Sebab, kalau menyelam dilaut penglihatan jelas dan musuh bisa dihindari serta bisa menggunakan pengaman. Beda dengan sungai Siak, airnya gelap, pemandangan di bawahnya juga tidak kelihatan. Penyelam hanya meraba-raba keberadaan kayu saja.
“Gak perlu pakai pengaman kalau menyelam sungai Siak, kalau pakai pengaman malah berbahaya, susah bergerak. Apalagi, seluruh sungai Siak merata ada kayunya, asal turun kedalam sungai pasti ada kayunya,” sebutnya.
Regar mengungkapkan, sejak menjalani perofesinya, kedalaman sungai Siak yang ia selami bermacam-macam, mulai dari kedalam 5 meter hingga 75 meter.
“Yang paling dalam itu di Teluk Telpong sedalam 75 meter. Jadi kalau menyelam sampai setengah jam, baru keluar dari air,” ujarnya.
Sebenarnya, tujuan utama para penyelam lanjut Regar hanyalah mencari kayu balak yang tenggelam. Namun demikian, para penyelam sering menemukan barang-barang antik, alat perang dan lainnya.”Kalau niat hanya nyelam kayu tak apa, tapi kalau cari barang antik tidak akan ketemu itu,” jelasnya.
Regar sendiri, pernah mendapatkan piring antik terbuat dari emas. Ada juga lima buah meriam kuningan sepanjang 2 meter masih lengkap dengan rodanya, kemudian dijual seharga Rp 5 juta.
Ia juga juga pernah mendapatkan pedang, senapan, granat, kendi berisi emas yang didapatnya di depan Istana Siak tahun 1987. Kemudian emas itu dijual seharga Rp 40 juta.
“Kalau barang antik dibeli sama dinas pariwisata, alasan mereka mau dibawa ke Medan. Tapi sampai sekarang tidak nampak lagi wujudnya. Tak taulah entah dijual mahal sama mereka ke luar negri,” katanya.
” Ingin Dapat Izin Resmi dari Pemda Siak”
Keberadaan para penyelam pemburu kayu balak ini sebenarnya ilegal karena tak mengantongi izin dari pemda. Meski begitu, para penyelam berharap izin itu bisa dikeluarkan pemerintah Siak.
Seperti diungkapkan Halfudri (41) yang merupakan generasi keempat penyelam kayu balak di sungai Siak. Ia mengatakan sangat memerlukan adanya izin operasional penyelaman di Sungai Siak agar tidak ada oknum kepolisian dari Polres Siak yang selalu datang mengganggu meminta pajak yang tidak jelas.
Namun sayangnya kata dia, pemerintah darah Siak tidak bersedia mengeluarkan izin mereka dengan alasan Pemda tidak mau mengambil resiko yang berbahaya.
“Dua hari lalu kami dididatangi Polres, mereka minta duit,” ujar pria yang sudah aktif menyelam selama 7 tahun itu.
Jelasnya, polisi berlasan kayu yang mereka angkut merupakan kayu ilegal loging. Padahal kayu yang mereka angkut bukan ditebang dari hutan, melainkan dari dalam sungai Siak. Kondisi kayunya pun sudah banyak belobang dimakan kapang (ulat air) karena usia kayu yang sudah lama.
Dari satu batang kayu yang diambil, rata-rata hanya beberapa persen kayunya yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan alat bangunan rumah seperti kusen pintu, jendela, broti, dan papan rumah.
“Waktu ngambil kayunya di sungai polisi tak mau datang, sewaktu sudah diangkat baru datang minta duit. Sering datang minta duit, Rp 300 sampai 500 ribu,” paparnya.
Lain halnya dengan Dion Aprianto (18) anak kampung jalan baru bakal Koto Gasib. Ia merupakan generasi terahir saat ini. Ia baru ikut menyelam di sungai Siak selama 3 bulan terahir.
Pilihan pekerjaan ini ia ambil karena orang tuanya tidak sanggup membiayainya untuk tetap melanjutkan SMP. Ia mengaku sudah mendapat restu dari orang tuanya untuk ikutan mencari kayu balak.
“Coba-coba aja dulu bang, katanya menyelam ambil kayu balak ini banyak duitnya. Makanya ikutan,” tandasnya. (syawal)