BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan 204.807.222 warga negara sebagai daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2024.
Menariknya setengah dari total DPT merupakan generasi Z dan juga milenial.
Sebanyak 46.800.161 atau 22,85 persen pemilih merupakan generasi Z. Sebutan generasi Z merujuk pada orang yang lahir mulai tahun 1995 hingga 2000-an.
Sedangkan pemilih dari generasi milenial sebanyak 66.822.389 orang atau 33,60 persen. Generasi milenial adalah sebutan untuk orang-orang yang lahir tahun 1980 sampai 1994.
Jika ditotalkan, pemilih dari generasi Z dan milenial ini berjumlah 113.622.550 orang. Jumlah pemilih muda ini mendominasi karena mencapai 56,45 persen dari total pemilih.
Namun ditahun politik ini kepercayaan generasi Z dan milenial seolah mulai luntur terhadap dunia politik, melunturnya kepercayaan mereka didasari dengan tidak adanya perubahan yang dirasakan oleh masyarakat.
Menurut tokoh masyarakat Riau M. Kapitra Ampera mengibaratkan turunnya rasa kepercayaan terhadap politik ini seperti turbulensi, sebab ketika turbulensi tidak ada kepastian hidup atau mati.
“Begitu juga dengan politik. Tidak ada kepastian perbaikan, renovasi dan perubahan. Semua mengambang dan itulah turbulensi politik,” sebutnya, Senin 3 Juli 2023.
Kapitra Ampera juga mengatakan hanya orang gila yang mau terjun ke dunia politik dan mengangkat turbulensi politik menjadi convertible politik.
“Itu ideal politik, karena politik ideal itu adalah alat untuk mensejahterakan masyarakat. Jadi kalau masuk politik ingin mensejahterakan diri sendiri itu adalah tengkulak politik,” tegasnya.
Pengacara kondang ini juga menyindir orang-orang yang mempotretkan politik untuk merebutkan pendapatan dan kekuasaan.
“Banyak orang berpotensi dalam politik itu berpuasa, karena kalau masuk kedalam politik ideal itu masuk kedalam turbulensi. Dan ini dipelihara oleh kekuasaan dan partai. Dan banyak juga yang terpasung,” sebutnya.
Selanjutnya Kapitra menegaskan bahwa generasi Z dan kaum milenial memiliki andil untuk membuat kesalahan kolektif bangsa ini karena sebelumnya memilih orang-orang yang tidak kompatibel untuk menjadi pemimpin dan wakil rakyat.
“Problem masyarakat harus di Take Over atau diselesaikan oleh Perwakilan Masyarakat (DPR). Karena Ia dipilih untuk menyelesaikan, untuk memikirkan problematika masyarakat. Untuk itulah Ia dipilih. Bila Ia (DPR) dipilih namun tidak menyelesaikan problematika, berarti masyarakat salah pilih,” tutup Kapitra Ampera.***