BERTUAHPOS.COM — Kerusuhan sipil di AS masih terus berlanjut. Kematian warga Amerika keturunan Afrika George Floyd, seolah menghilangkan fokus orang-orang di sana dan tidak lagi memperdulikan wabah virus corona.
Situasi semakin tidak terkendali setelah Presiden AS, Donald Trump melempar berbagai kritik, tidak hanya kepala kelompok yang “tuding” kiri anti Fasis, tapi juga negara-negara yang sebelumnya disebut Trump telah melanggar hak demokrasi.
Pertama adalah China. Mengutip BBC, surat kabar pemerintah China, Global Times, membandingkan protes sipil di AS dan Hong Kong. Di Hong Kong kurang lebih aksi protes berlangsung hampir 1 tahun. Namun pemerintah di sana tidak pernah menyerahkan militer untuk terlibat dalam aksi tersebut.
Pemimpin redaksi harian tersebut, Hu Xijin menulis, “Kekacauan di Hong Kong yang berlangsung lebih dari setahun dan tidak ada tentara dikerahkan. Tapi baru tiga hari terjadi kekacauan di Minnesota, Trump secara terbuka mengancam penggunaan senjata api dan menyiratkan akan mengerahkan pasukan militer.
Negara kedua yang protes ke Trump, adalah Iran. Negara ini telah berselisih dengan Washington bahkan sejak Revolusi Islam pada tahun 1979 dan mendapat sanksi keras dari AS.
Segera setelah demonstrasi atas kematian George Floyd dimulai di AS, kantor berita Iran, Fars, menerbitkan komentar yang menyerukan Presiden Trump untuk menegakkan kewajiban Amerika di bawah hukum internasional untuk melindungi komunitas kulit hitamnya.
“AS mencaci negara-negara lain atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia,” demikian bunyi artikel itu, “tetapi secara konsisten dan sengaja menolak mengakui dan menangani sejarah suramnya sendiri atas pelanggaran hak asasi manusia.”
Satu lagi, Rusia. Dmitry Kiselyov, seorang jurnalis di Rusia mengatakan jika hal yang mirip terjadi di Rusia, AS dan negara-negara lainnya akan segera menerapkan “sanksi yang baru” terhadap Moskow.
Saat aneksasi Rusia terhadap semenanjung Laut Hitam Krimea dari Ukraina, otoritas AS memberikan sanksi dengan menargetkan pejabat dan kepentingan bisnis di Rusia. “Kami heran, mengapa AS terus saja mengajarkan orang-orang di planet ini bagaimana cara hidup,” ungkapnya.
Beberapa media di sana juga menuliskan bahwa apa yang di lakukan Trump sama dengan trik sama dalam menghadapi protes sipil, dengan apa yang dilakukan Turki dan Mesir, yang sebelum disebut Washington sebagai “kejahatan”.
Sementara itu, di Turki memuat sebuah tajuk utama di harian Yeni Safak, di mana dalam tulisan itu menyebut bahwa demonstrasi di AS sebuah tanda “bersemainya orang-oramg Amerika keturuna Afrika. Media pro-pemerintah Sabah melaporkan “pemberontakan ‘Aku tidak bisa bernapas’ menyebar”, mengacu pada kata-kata terakhir George Floyd.
Koran-koran Turki juga melaporkan cuitan Presiden Erdogan tentang George Floyd, mengatakan dia sangat sedih dengan kematiannya, yang dia klaim adalah hasil dari “pendekatan rasis dan fasis”. (bpc3)