PEKANBARU — PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) Trada angkat bicara terkait isu yang melibatkan pihak-pihak yang mengatasnamakan masyarakat adat Gunung Sahilan, salah satunya Jonni Fiter Suplus. Perusahaan menegaskan bahwa sejumlah klaim yang beredar di publik tidak berdasar secara hukum dan berpotensi menyesatkan.
Dalam keterangan resminya, SPR Trada menyebutkan bahwa berdasarkan Akta Perjanjian Fee Tegakan Kayu Akasia Nomor 29 tertanggal 27 Mei 2024, Jonni Fiter secara sepihak mengubah statusnya dari Ketua Koperasi Pancuran Gading menjadi perwakilan masyarakat adat. Perubahan tersebut tidak disertai dokumen pendukung sah seperti surat mandat atau keputusan kelembagaan.
Notaris Ira Asiska, SH MKn, yang membuat akta tersebut, mengonfirmasi bahwa perubahan status itu dilakukan dengan mencoret posisi Jonni sebagai Ketua KUD dan menggantinya menjadi perwakilan adat, tanpa persetujuan para pihak yang ikut menandatangani akta. Hingga kini, dokumen pendukung perubahan status tersebut belum pernah diserahkan.
Sementara itu, muncul pula klaim pembagian hasil kemitraan 70:50 dari Rp120.000. SPR Trada menyatakan bahwa angka tersebut tidak tercantum dalam dokumen resmi mana pun. Bahkan, ketika klausul pembagian hasil sempat diusulkan untuk dimasukkan ke dalam akta, Jonni Fiter menolak dengan alasan itu urusan pribadi dengan pihak perusahaan.
Nama Harapan Nainggolan juga disebut dalam polemik ini, setelah menerima salinan akta berdasarkan surat tugas dan surat kuasa yang mengklaim dirinya mewakili Raja-raja Gunung Sahilan dan Jonni Fiter. Namun, keabsahan klaim ini pun dipertanyakan.
Dari sisi hukum, PT SPR Trada menyebutkan bahwa terdapat indikasi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dalam pembuatan akta tersebut, sehingga akta dinilai cacat hukum dan layak dibatalkan.
Mediasi pernah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau pada 28 Maret 2024 yang dihadiri berbagai pihak, termasuk Kementerian LHK dan perwakilan masyarakat lokal. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa kemitraan akan dilakukan antara SPR Trada, LPHD Rantau Kasih, dan Koperasi Pancuran Gading. Namun, Jonni Fiter kembali mengklaim perubahan status secara sepihak usai mediasi, tanpa dasar hukum sah.
“Setiap kerja sama harus dilandasi legalitas yang jelas dan representasi yang sah. Kami mendukung pengelolaan hutan berbasis masyarakat, tapi dengan prinsip transparansi dan profesionalisme,” tegas Hari Jummaulana, Corporate Secretary PT SPR Trada.
Langkah hukum menjadi opsi yang dipertimbangkan perusahaan guna memastikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap seluruh pihak yang terlibat.***