Sore menjelang magrib, pada 9 Juni 2024, di Jalan Amal Ikhlas, Marpoyan Damai, Pekanbaru. Coffee shop berkonsep semi industrial pada bagian indoor, dipadukan dengan nuansa tropis pada bagian outdoor-nya. Kedua bagian ini terhubung satu sama lain, memberikan kesan lega meski sepintas terlihat agak sempit.
Mengusung konsep semi-industrial yang kuat, Barak Coffee & Drink tampil dengan estetika khas yang memikat. Dinding dan lantai dalam ruangan tampil polos dengan acian semen yang sengaja dibiarkan terbuka, menciptakan kesan raw dan autentik. Di atasnya, pancaran lampu orange horizontal di sepanjang sudut pertemuan antara dinding dan plafon menambahkan sentuhan modern yang elegan, hangat.
Hampir setiap sudut ruangan terasa hidup berkat kehadiran tanaman hijau dalam pot-pot besar yang tertata apik. Sentuhan alami yang memberikan keseimbangan visual, sekaligus membawa nuansa segar dan menenangkan bagi para pengunjung yang ingin berlama-lama.
Bergeser ke area outdoor, suasana terasa lebih lapang dan asri. Sebuah pohon ketapang kencana dengan daun kecil menyerupai kelor tumbuh rindang di tengah area, menghadirkan keteduhan alami yang kontras dengan elemen-elemen urban di sekelilingnya. Di sini, meja dan kursi dari beton dan besi tampil kokoh, memperkuat karakter industrial yang menjadi identitas tempat ini.

Sementara itu, area indoor tampil lebih hangat dengan deretan kursi kayu yang tersusun rapi, mengimbangi kesan dingin dari material semen dan logam. Kedua area ini dipisahkan oleh dinding yang sebagian dibobol, menciptakan bukaan lega yang menyatukan indoor dan outdoor secara harmonis. Bata-bata ekspos yang sengaja dibiarkan tanpa plester, menjadi elemen visual yang mempertegas karakter desainnya.
Barak Coffee & Drink mungkin tak semewah kedai kopi berlabel premium, namun justru di situlah pesonanya. Perpaduan antara kesederhanaan desain dan sentuhan elegan yang cermat, menciptakan ruang yang inklusif — tempat ngopi yang terasa nyaman untuk semua kalangan, dari mahasiswa pencari inspirasi, pekerja freelance, hingga mereka yang hanya ingin menyeruput kopi dengan damai di bawah keteduhan pohon.
Sore itu, saya dengan cermat mendengar cerita Wira Anugrah Rangkuti. Dia adalah Owner Barak Coffee & Drink. Pertemuan kami terjadi di cabang kedua usaha coffee shopnya, di Jalan Amal Ikhlas, Marpoyan Damai, Pekanbaru.
Barak Coffee & Drink bukan pemain baru di bisnis coffee shop di Kota Bertuah. “Kita buka tahun 2018. Awalnya di Sukajadi. Karena suatu hal akhirnya kita pindah,” katanya membuka cerita.
Seiring berjalannya waktu, kedai kopi modern ini kian tumbuh. Barak Coffee & Drink di Jalan Amal Ikhlas ini adalah tempat kedua. Coffee shop pertamanya ada di Jalan Merpati, Panam, Pekanbaru.
Berawal dari kesadaran sosial dan spiritual, Raga mendirikan Barak Coffee & Drink sebagai salah satu bentuk “perlawanan” pribadi terhadap dominasi perusahaan-perusahaan besar yang secara terbuka terafiliasi dalam mendukung penjajahan terhadap Palestina. “Motivasinya jelas, ikhlas karena Allah SWT, untuk Palestina,” ungkap Raga.
Tidak seperti kedai kopi pada umumnya, Barak Coffee membawa semangat sedekah dan kontribusi nyata bagi saudara sesama muslim di Tanah Para Nabi. Sejak awal berdiri, sebagian keuntungan usaha ini disalurkan langsung untuk mendukung masyarakat Palestina yang tertindas.
“Beberapa persen dari keuntungan kami, langsung kami kirim setiap bulan ke Palestina lewat teman kita di sana. Jadi ketika orang ngopi di sini, mereka sebenarnya sudah ikut menyumbang untuk Palestina,” ujar Raga.
Konsep ini menjadikan Barak Coffee lebih dari sekadar tempat nongkrong. Melainkan menjadi ruang untuk beramal, berbagi, dan menyadari bahwa konsumsi harian pun bisa menjadi bentuk solidaritas dan kepedulian untuk misi kemanusiaan yang diusung.

Dari Kanvas ke Kopi, “Perjalanan Mencari Makna”
Raga adalah lulusan Institut Seni Indonesia (ISI). Meski berlatar belakang seni rupa, ia merasa belum mampu menjadi seniman yang sepenuhnya mewakili pesan-pesan dalam hatinya. “Aku merasa karya lukis atau foto itu punya kenikmatan yang terbatas, hanya dinikmati oleh segelintir orang yang paham. Sementara kopi, bisa dinikmati siapa saja,” tuturnya.
Pandangan ini membawanya lebih dalam mengenal dunia kopi. Ia belajar tidak hanya dari pengalaman, tapi juga mengikuti kelas-kelas di Fakultas Coffee — sebuah komunitas belajar seputar manajemen dan pengolahan kopi. Dari sinilah Raga menyadari bahwa kopi adalah media berkarya yang jauh lebih luas dan inklusif. “Yang nggak paham kopi pun bisa minum kopi,” katanya sembari tersenyum.
Salah satu keunikan dari Barak Coffee & Drink adalah hadirnya sistem “bayar seikhlasnya” (untuk menu tertentu). Konsep ini bukan sekadar strategi pemasaran, tapi bagian dari filosofi usaha yang ingin menanamkan keikhlasan dan kepercayaan kepada pelanggan.
“Setiap hari, siapa pun bisa datang dan minum kopi dengan harga yang mereka tentukan sendiri, tanpa syarat dan ketentuan,” jelas Raga. Menurutnya, sistem ini adalah yang pertama di Pekanbaru bahkan di Riau, dan bertahan, justru karena kepercayaan itu tumbuh di antara pelanggan dan pengelola.
Selain itu, coffee shop ini juga rutin memberikan beasiswa kepada sejumlah mahasiswa miskin berprestasi setiap tahunnya. Mereka juga membuka kelas-kelas mengaji gratis dengan bantuan relawan, menjadikan kedai kopi ini sebagai tempat berkumpulnya semangat kebaikan, bukan semata jual beli.
Selain itu, Barak Coffee & Drink tidak hanya menyajikan kopi, tapi juga memuliakan proses produksinya. Biji kopi yang digunakan sebagian besar langsung diperoleh dari petani lokal. “Kita ingin membangun hubungan yang adil dan jujur dengan petani. Ini juga bagian dari signature system kami,” tambah Raga.
Bagi Raga, kopi bukan sekadar minuman. Ia adalah karya rasa, yang memiliki spektrum luas. Setiap varian kopi di Barak punya karakter berbeda, yang diracik dengan pengukuran ketat mulai dari jumlah air hingga suhu penyeduhan. “Tantangannya memang di bahan baku. Setiap kopi berbeda, jadi kami harus benar-benar detail,” jelasnya.
Apa yang mendorong Raga terus menjalankan semua ini? Jawabannya sederhana, “Karena aku yakin bahwa akhirat itu jauh lebih indah. Ini semua aku lakukan sebagai persiapan sebelum meninggal. Aku ingin jadi anak yang bisa membawa orang tuaku ke surga. Walaupun aku sendiri belum tahu bagaimana menjadi anak soleh yang benar, aku tahu aku harus berbuat.”
Menurutnya, peluang bisnis kopi di Pekanbaru, masih sangat terbuka lebar. Kultur ngopi yang terus berkembang menjadi modal utama untuk terus tumbuh. Namun ia menyadari, persaingan juga ketat. Maka dari itu, inovasi dan nilai tambah menjadi kunci.
“Harapannya, Barak bisa menjadi inspirasi bagi pengusaha lain. Biar kita nggak sendirian berbuat baik. Walaupun Barak kecil, tapi kalau banyak yang ikut melakukan hal serupa, dampaknya akan besar,” tuturnya.
Raga percaya bahwa usaha kecil pun bisa punya pengaruh besar, jika dijalankan dengan niat yang tulus dan sistem yang berlandaskan nilai. Baginya, secangkir kopi bisa menjadi sarana untuk perubahan — bukan hanya pada rasa, tapi pada cara pandang manusia terhadap hidup, kemanusiaan, dan keikhlasan.***