Sahabatku, cobalah untuk terus menggali sebuah firman Allah SWT :
وَلَا تَحۡسَبَنَّ الَّذِيۡنَ قُتِلُوۡا فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ اَمۡوَاتًا ؕ بَلۡ اَحۡيَآءٌ عِنۡدَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُوۡنَۙ
Wa laa tahsabannal laziina qutiluu fii sabiilillaahi amwaata; bal ahyaaa’un ‘inda Rabbihim yurzaquun
Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki.
Demikian juga ada sebuah hadist :
ولئِن سألَني لأعطينَّهُ
“Jika ia (wali Allah) meminta kepada-Ku, sungguh Aku akan memberinya” (HR. Al Bukhari).
Seorang Mursyid yang telah dekat dengan Allah akan berlakulah hadist yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW :
كُنْتُ سَمْعَهُ الذي يَسْمَعُ به، وبَصَرَهُ الذي يُبْصِرُ به، ويَدَهُ الَّتي يَبْطِشُ بها، ورِجْلَهُ الَّتي يَمْشِي بها
“Aku lah yang menjadi pendengarannya, penglihatannya, pukulan tangannya, dan langkah kakinya”
Syeikh Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny menegaskan, termasuk prinsip ahlussunnah wal jamaah adalah membenarkan adanya karomah para wali dan kejadian kejadian luar biasa yang Allah tunjukkan melalui mereka dalam berbagai segi ilmu dan mukasyafah, dalam berbagai jenis kodrat dan pengaruh. Misalnya seperti yang diriwayatkan dari umat-umat terdahulu dalam surat Al-Kahfi dan selainnya, dan dari generasi awal umat ini yaitu para sahabat tabiin, serta generasi-generasi umat yang lain.
“Karomah tetap akan ada pada setiap umat hingga hari kiamat,”
Maka sudah sewajarnya kita diwajibkan untuk tetap menjaga cinta kita kepada Mursyid-mursyid yang bersama mereka harapan untuk mendekatkan diri kepada Allah akan menuju kepada kenyataan.
Siapa sih Wali Allah dan Mursyid sejati itu ?
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya ‘Fathul Bari’ mengatakan yang dimaksud dengan wali Allah adalah orang-orang yang berilmu tentang Allah dan dia terus-menerus berada dalam ketaatan kepada-Nya dengan mengikhlaskan hati di dalam ibadahnya.”
Rasulullah saw. Juga telah menyebutkan tentang wali-wali Allah dan karomah karomahnya, seperti dalam hadits-hadits berikut:
Rasulullah bersabda: “Allah berfirman aku pasti balas dendam bagi wali wali-Ku seperti balas dendamnya singa yang marah.”
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai orang-orang yang jika mereka bersumpah dengan Allah, Allah pasti mengabulkan sumpahnya.” (Mutafaqun Alaih).
Rasulullah bersabda: “Allah berfirman: Siapa memusuhi wali-Ku aku mengumumkan perang terhadapnya. Hamba-Ku tidak mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai daripada apa yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekatkan kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya Aku menjadi telinganya yang dia mendengar dengannya; Aku menjadi matanya, yang dia melihat dengannya; Aku menjadi tangannya, yang dia bertindak dengannya dan Aku menjadi kakinya, yang dia berjalan dengannya. Jika dia minta sesuatu kepada-Ku, Aku pasti memberi permintaannya. Jika dia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pasti melindunginya.” (Shahih Al-Bukhari).
Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny mengatakan, apabila hati seseorang telah terpenuhi dengan tauhid yang benar dan sempurna, tidak akan tersisa lagi dalam hatinya kecintaan kepada selain Allah, tiada lagi rasa nikmat melainkan dengan melaksanakan apa-apa yang dicintai Allah dan kebenciannya adalah terhadap apa-apa yang dibenci Allah.
“Apabila ini terealisasi, seluruh tubuhnya akan bergerak menaati Allah,” katanya.
Artinya, tidak ada lagi ruang di hatinya untuk selain Allah. Semua perilaku, pendengaran penglihatan, pembicaraan, dan seluruh gerak-geriknya berporos kepada Allah.
So, tiada alasan untuk tidak mencintai Mursyid kita semua baik yang masih hidup maupun yang sudah berpulang karena kita masih mengharapkan bimbingannya agar bisa lebih mencintai Allah dan RasulNya.
Salah satu tradisi di dalam tarekat adalah berziarah kepada Guru Mursyid, baik ketika Beliau masih hidup maupun setelah Beliau berpulang ke rahmatullah. Ziarah kepada Wali Allah untuk mendapat berkah yang dilimpahkan Allah SWT kepada kekasih-Nya. Kita lupakan sejenak sekelompok orang yang anti dengan tradisi ini karena kalau dibahas panjang lebar pun tidak mendapatkan manfaat apa-apa. Biarlah mereka dengan keyakinannya sedangkan kita tetap teruskan tradisi yang sudah ada sejak zaman para sahabat, yaitu berzirah ke makam Nabi Muhamamad SAW.
Idealnya makam yang kita ziarahi adalah orang yang semasa hidup kita kenal dengan baik, ada hubungan Guru dan murid atau minimal ada hubungan pertalian Guru walaupun jauh. Bagi pengamal tarekat naqsyabandi wajar mereka berziarah ke makam Syekh Bahauddin Naqsyabandi di Uzbekistan, karena memang ada hubungan pertalian Guru walau dalam rantai yang jauh. Begitu juga pengamal tarekat samaniah, syattariyah, qadiriyah dan seluruh tarekat yang bersumber dari Syekh Abdul Qadir Zailani wajar juga berziarah ke makam Beliau karena memang ada hubungan pertalian berguru walau terpisah dalam rentang waktu jauh.
Dalam tarekat istilah ziarah itu bukan hanya ditujukan kepada orang yang telah meninggal dunia. Seorang Guru Mursyid semasa hidup terus menerus diziarahi atau di datangi oleh para murid untuk mendapat ilmu dan keberkahan.
Bilal bin Rabah adalah sahabat yang setiap hari bersama Nabi, setiap tiba waktu shalat mengumandangkan azan dan shalat berjamaah bersama Nabi. Ketika Nabi wafat maka Bilal tidak lagi mau mengumandangkan azan karena dia tidak sanggup menahan kesedihan teringan akan kenangan-kenangan indah bersama Nabi. Setelah sekian lama menetap di Damaskus, suatu malam Nabi mendatangi bilal dalam mimpi dan berkata, “Wahai Bilal alangkah kerasnya hatimu, lama kau tidak kunjung kepadaku.” Ketika terbangun Bilal menangis keras dan langsung berziarah ke makam Nabi di Madinah.
Bilal berziarah untuk melepaskan rindu kepada Rasulullah SAW, demikian juga ummat Islam berziarah kesana juga untuk melepaskann rindu kepada Beliau. Rindu adalah bagian dari cinta kepada Nabi dan sebagaimana janji Beliau bahwa barangsiapa mencinta Nabi nanti di akhirat akan bersama Nabi. Memperingati maulid Nabi juga bagian dari wujud cinta kita kepada Nabi SAW.
Seorang murid juga mencintai Gurunya dan wujud dari cinta itu dengan berziarah kepada Guru baik ketika masih hidup maupun sudah berpulang kerahmatullah. Sudah sewajarnya kita sebagai murid senantiasa berziarah atau mengunjungi Guru, untuk mendapat berkah juga untuk mendapat ilmu dari Beliau.
Seorang Guru Sufi diawal kehidupan Beliau berprofesi sebagai Guru Sekolah pernah berkata kepada muridnya, “Saya ini Guru sekolah, sebagai Guru tidak banyak uang, tapi kalau saya mengunjungi Guru (Mursyid) tidak mau melenggang kangkung (datang dengan tangan kosong), walau sebutir telur walau sebiji jeruk saya bawa untuk Guru (Mursyid)”. Beliau mengajarkan kepada muridnya untuk terbiasa datang berziarah dengan membawa sesuatu, walaupun itu hanya sebutir telur menandakan dia sayang kepada Gurunya.
Guru Sufi pernah berkata, “Kalau (engkau) cinta, datang lah, bawa-bawa walau hanya bunga tahi ayam, nanti lama lama kau ganti dengan melati”. Jadi bukan jumlah dan nilai pemberian itu yang diharapkan Guru, tapi ada “Tali Kasih” dan kesungguhannya lewat pemberian itu.
Ketika Guru telah tiada selayaknya murid tetap setia kepada Gurunya, datang berziarah sebagaimana datang disaat Guru masih ada. Minimal datang di saat Haul (memperingati wafatnya) atau di saat lain. Kita bisa saksikan bagaimana ratusan ribu orang datang memperingati haul Guru Sekumpul (Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani) di Martapura dan setiap tahun terus bertambah jumlahnya. Kenapa orang datang berziarah disana, karena semasa hidup Tuan Guru senantisa mengikhlaskan hidupnya untuk melayani ummat, tentu setelah Beliau tiada ummat juga terus menziarahi Beliau.
Tradisi ziarah ke makam wali ini senantiasa harus dipelihara oleh ummat Islam, jangan pedulikan pendapat orang-orang yang baru muncul itu dan menganggap ziarah kubur sebagai perbuatan syirik. Kita sebagai pengamal tarekat/tasawuf lebih mengetahui mana yang Tauhid mana pula yang syirik karena bagi kita itu semua nyata bukan semu. Jadi berziarah kepada makam wali itu bukan menduakan Tuhan, tapi itu bagian dari warisan Islam, menghormati ulama dari mendapat berkah disana karena berdasarkan firman Allah SWT para Nabi/Wali dan orang-orang yang wafat di jalan Allah tidaklah mati, mereka hidup disisi Allah dan selalu mendapat rizki.
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (QS. Ali Imran ayat 169)
Semoga Allah memberkahi kita semua, aamiin..
Wallahu a’lam
Oleh : Dr Supardi SH MH
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau
Als Rd Mahmud Sirnadirasa