BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Jepang membentuk satuan tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA) pada 3 Oktober 1943. Para pemuda Indonesia diimbau untuk bergabung bersama PETA.
Diantara banyak pemuda Indonesia yang bergabung, tersebutlah seorang pemuda bernama Supriyadi yang ikut mendaftar. Supriyadi kemudian masuk sekolah perwira PETA di Bogor, dan lulus dengan pangkat Shondanco (Komandan Peleton).
Setelah lulus sekolah perwira, Supriyadi ditugaskan di Batalyon Blitar. Tugas Supriyadi dan pasukannya adalah mengawasi rakyat Indonesia yang menjadi tenaga kerja paksa (romusha).
Disinilah timbul keinginan memberontak Supriyadi. Dia melihat sendiri perlakuan kejam Jepang kepada para romusha.
September 1944, rencana pemberontakan mulai disusun. Hari H pemberontakan juga disusun, yakni pada 14 Februari 1945. Alasannya, pada hari itu akan diadakan pertemuan besar PETA di Blitar, sehingga para pasukan PETA lain bisa bergabung dalam pemberontakan ini.
14 Februari 1945, dengan kekuatan 200 prajurit, Supriyadi memimpin pasukannnya memberontak ke Jepang. Mereka membersihkan terlebih dahulu tentara Jepang yang ada di Kota Blitar, dan kemudian mengundurkan diri ke hutan.
Namun, rencana pemberontakan ini bocor. Tidak ada pertemuan PETA di Blitar hari itu. Disaat genting, Supriyadi menghilang.
Pemberontakan PETA dipadamkan Jepang dengan mengirimkan perwira bernama Katagiri. Perwira ini berhasil mengelabui sisa pasukan Supriyadi untuk menyerah.
16 Mei 1945, 6 pimpinan pasukan selain Supriyadi dihukum mati Jepang. Supriyadi yang menghilang, berdasarkan keyakinan keluarga juga dieksekusi Jepang. (bpc4)