BERTUAHPOS.COM, ROKAN HULU – Dupli Juliardi, ST, Kabid Bina Marga Dinas PU Kepulauan Meranti tahun 2013 dan Ir Dharma Arifiandi, mantan General Manager (GM) Divisi I Medan PT Nindya Karya. Saat proyek dikerjakan, Dharma merupakan Kuasa KSO PT Nindya Karya, PT Relis Safindo Utama, PT Mangkubuana Hutama Jaya, diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa 8 Agustus 2023. Keduanya didakwa korupsi pembangunan Jembatan Selat Rengit sebesar Rp42 miliar.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Gandi SH, dihadapan majelis hakim yang diketuai Yulia Artha Pujoyotama SH MH, disebutkan perbuatan kedua terdakwa bermula, Pemkab Kepulauan Meranti yang dipimpin Irwan Nasir dan DPRD menganggarkan pembangunan Jembatan Selat Rengit sebesar Rp460 miliar, dengan rincian, tahun 2012 sebesar Rp125 miliar, tahun 2013 Rp232,4 miliar, dan tahun 2014 Rp102,6 miliar.
Kadis PU Kabupaten Kepulauan Meranti saat itu, Hariadi, SST. MT selaku Pengguna Anggaran memerintahkan Ir Abdul Madjid Dipl.HE (Alm) selaku Kuasa Pengguna Anggaran secara lisan untuk melakukan pelelangan meskipun izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin pembangunan dari Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan belum terbit, karena yakin kedua izin tersebut bisa segera terbit dan berdasarkan time schedule 6 bulan pertama pekerjaan adalah proses pemesanan barang/material tiang pancang.
Bahwa melalui surat Nomor 600/PU/IX/2012/717 tanggal 13 September 2012, Kadis PU, Hariadi, S.ST. MT selaku Pengguna Anggaran menetapkan PT Nindya Karya PT Relis PT Mangkubuana JO selaku pemenang pelelangan Pekerjaan Pembangunan Jembatan Selat Rengit Tahun Anggaran 2012 s.d. 2014, kemudian Panitia Pengadaan Barang/Jasa Tahun Jamak dengan surat Nomor 050.5 / PPBJ / UM / 1.03.1.PK.PLU.TJ.001/ IX/2012/015 tanggal 14 September 2012 mengumumkan PT Nindya Karya PT Relis PT Mangkubuana JO sebagai pemenang Pekerjaan Pembangunan Jembatan Selat Rengit Tahun Anggaran 2012 sampai dengan 2014 dengan nilai penawaran terkoreksi sebesar Rp447.611.387.000,
Terdakwa Ir Dharma Arifiadi dan Terdakwa Dupli Juliardi, menandatangani Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor 600/PU-BM/SPMK/ 1.03.01.PK.PLU.TJ/XI/2012/001 tanggal 2 November 2012 dengan jangka waktu pelaksanaan selama 790 hari kalender (2 November 2012 s.d. 31 Desember 2014) dan masa pemeliharaan 731 hari kalender. Berdasarkan kontrak pekerjaan seharusnya mulai dilaksanakan tanggal 2 Nopember 2012, namun baru memulai pekerjaan sekira bulan Juni 2013, hal tersebut terkait Izin dari Dinas Perhubungan Laut baru keluar tanggal 7 Mei 2013.
Bahwa terdakwa Ir Dharma Arifiadi mengajukan permohonan uang muka untuk pekerjaan pembangunan jembatan selat rengit TA.2012 s/d TA.2014. Sebelum menandatangani Berita Acara Pembayaran Uang Muka, Terdakwa Dupli Juliardi, menemui Kadis PU, Hariadi dan menyampaikan bahwa terdakwa Dharma Arifiadi mengajukan pencairan uang muka, tetapi tidak ada sama sekali realisasi fisik yang dilaksanakan. Kemudian Kadis PU, Hariadi memerintahkan terdakwa Dupli Juliardi, agar mencairkan uang muka dengan melengkapi persyaratan pencairan dan yang mengajukan pembayaran uang muka adalah
saksi Supendi.
Bahwa Kuasa Bendahara Umum Daerah menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor 4050/SP2D/LS-BJ/1.03.01/2012 tanggal 20 Desember 2012 untuk pembayaran uang mukasebesar Rp67,14 miliar.
Bahwa setelah uang muka masuk ke rekening Nomor 303.08.02765.3 atas nama PT Nindya Karya PT Relis PT Mangkubuana JO di Bank DKI sebesar Rp 67.141.708.050,- (termasuk PPn), uang muka tersebut tidak dapat dicairkan karena uang muka tersebut langsung dipindahbukukan seluruhnya oleh Bank DKI Cabang Kantor Walikota Jakarta Barat untuk angsuran pembayaran kredit PT Likotama Hanum.
Bahwa selama menjabat sebagai Representative JO terdakwa Ir. Dharma Arifiadi tidak pernah melakukan pencairan dana uang muka dari Bank DKI untuk dipergunakan sesuai dengan rencana penggunaan uang muka, karena penyedia jasa belum dapat memulai pekerjaan fisik di lapangan.
Bahwa saksi Herry Suxmantojo tidak ada menggunakan dana uang muka untuk item pekerjaan sebagaimana rincian rencana penggunaan uang muka maupun untuk pekerjaan lainnya. Untuk biaya pekerjaan di lapangan PT Nindya Karya menggunakan keuangan dari PT Nindya Karya. Pembayaran gaji karyawan ditanggung oleh masing-masing perusahaan JO, sedangkan peralatan yang dipergunakan merupakan milik PT Relis Sapindo Utama dan pembayarannya tidak pernah ditagihkan ke JO.
Dalam penghitungan yang dilakukan oleh pihak Dinas PU Kabupaten Kepulauan Meranti, bahwa pekerjaan Jembatan Selat Rengit itu hanya sebesar 17 persen saja saat berakhirnya masa pengerjaannya, yakni pada akhir 2014 lalu.
Sementara sesuai dengan aturan, pemerintah memberikan uang muka maksimal sebesar 15 persen atau sekitar Rp67 miliar untuk memulai pembangunan jembatan pada tahun 2013 lalu.
Dari hasil audit diketahui timbul kerugian keuangan negara sebesar Rp42.135.892.352. Angka tersebut diketahui dari hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau.
Akibat perbuatannya itu, kedua terdakwa dijerat jaksa dengan Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 3, Juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***hendra