BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Wakil Ketua DPRD Riau, Noviwaldy Jusman mengatakan dirinya mengecam imbauan untuk mogok kerja bagi dokter bedah di Riau.
Dikatakan pria yang akrab dipanggil Dedet ini, ajakan atau imbauan mogok kerja ini akan berdampak pada pelayanan kepada pasien. Padahal, kata dia, ada banyak pasien yang mengantre kesakitan untuk diobati.
“Dokter apa ini seperti ini? Mengorbankan nyawa manusia hanya demi kawan,” kecam Dedet saat ditemui bertuahpos.com, Selasa 27 November 2018.
Dilanjutkan Dedet, dirinya tak mempermasalahkan jika dokter ingin membela rekan sejawatnya. Namun, caranya bukan dengan cara mogok kerja dan mengorbankan pasien.
“Bagi dokter atau ketua organisasi untuk membela rekannya itu adalah dengan mengatakan akan menyediakan 100 pengacara atau kalau perlu 1 juta pengacara untuk membela. Bukan dengan mengorbankan pasien,” lanjut dia.
Sebelumnya, Dokter bedah di Riau diimbau untuk lakukan aksi mogok. Aksi mogok ini dimulai dari Senin, 26 November 2018 kemarin, mulai pukul 15.30 WIB sampai waktu yang belum ditentukan.
Aksi mogok ini diinisiasi oleh Ikatan Dokter Bedah Indonesia (IKABI) Riau, sebagai bentuk solidaritas atas rekannya yang dianggap dikriminalisasi.
“Dihimbau kepada seluruh anggota IKABI Korwil Riau untuk menghentikan pelayanan operasi efektif dan poliklinik mulai Senin, 26 November 2018 pukul 15.30 WIB sampai waktu yang tidak ditentukan,” bunyi surat dari IKABI Riau, yang ditandatangani oleh Ketua IKABI Korwil Riau, Dr. Tondi Maspian Tjili.
Baca juga:
Dokter Bedah Mogok, Dirut RSUD Arifin Achmad: Kita Berusaha Pelayanan Tak Terganggu
Anggap Kriminalisasi, IKABI Riau Mogok Sejak Kemarin
Sekretaris Ikatan Dokter Bedah Indonesia (IKABI) Riau, dr Andrea Valentino mengatakan ada kriminalisasi terhadap rekan sejawatnya tersebut.
“Bahwa pada tahun 2012 hingga 2013, rekan sejawat kami tak bisa melakukan operasi pasien trauma maxilofacial. Mengapa? Karena Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Arifin Ahcmad tak memilik instrumen dan alat habis pakai untuk operasi tersebut. Solusinya, BLUD RSUD meminjam alat milik rekan kami ini untuk melakukan operasi tersebut, dan terus dipinjam hingga ratusan kali,” terang dr Andrea Valentino.
Kemudian, lanjut dr Andra, BLUD RSUD menunjuk rekanan, yaitu CV Prima Mustika Raya (PMR) untuk mengganti alat yang dipinjamkan tersebut. Masalah kemudian timbul karena pegawai perusahaan CV PMR melarikan uang pembayaran alat tersebut. Kasus ini kemudian diproses kepolisian.
“Namun kemudian, timbul kriminalisasi dengan tuduhan 3 rekan sejawat kami melakukan jual beli alat kesehatan dan merugikan negara. Sudah dipinjamkan alat, sekarang malah dituntut hukum. Maka, kami berharap kasus ini cepat selesai dan kriminalisasi terhadap rekan sejawat kami diakhiri,” tutup dia. (bpc2)