Catatan Ilham Bintang
BERTUAHPOS.COM, BATAM – Kapal Ferry Sindo beberapa menit lagi akan merapat di HarbourFront Center, Singapura, Rabu ( 2/8) siang. Menyusul sebagian kawan, saya ikut ngeriung ke geladak ferry untuk menikmati udara segar dari embusan angin laut. Hampir sepanjang perjalanan ferry ngobrol seru beragam topik dengan wartawan senior Dahlan Iskan, Timbo Siahaan dan Asro Kamal Rokan.
Sebentar lagi, hanya berjarak kurang satu jam pelayaran kapal ferry, mata uang rupiah kita bakal langsung keok. Terdegradasi sepersebelasribu lima ratus mata uang Singapura ( 1 SGD/ Rp. 11.500 berdasar kurs valuta asing hari itu).
Para perokok, sesaat lagi pun, semuanya, akan ” menderita”. Sebatang rokok saja tidak bisa masuk kecuali mau bayar denda bea cukai Singapura.
Di Kota Singa ini merokok memang masih boleh, tapi hanya di tempat-tempat yang sudah ditentukan. Silahkan di luar ruang, di pinggir jalan, dalam batas garis kotak kuning. Kata seorang kawan mengejek : rasain perokok akan menjadi tontonan pengguna jalan di sekitar.Tidak mengapa.Jauh lebih hina koruptor yang berseragam orange tapi masih cengengesan di layar televisi.
Di geladak kapal, kawan perokok memang sekalian memanfaatkan injury time untuk menghisap rokok, mumpung boleh.
Senam Ala Dahlan Iskan
Dahlan Iskan adalah pengusaha nasional dan tokoh pers ternama Indonesia. Belakangan aktifitasnya gencar memperkenalkan beragam senam kebugaran.
Pagi itu, sebelum bertolak ke Singapura, ia masih sempat memimpin Senam Massal di sebuah Klenteng di Batam. Dahlan yang duduk di sebelah saya di atas ferry bercerita banyak tentang manfaat senam bagi lansia untuk tetap menjaga kebugarannya. Berkaca pada tampilannya Dahlan tentu tak asal ngomong. Dalam usia 72 tahun ia masih sangat energik untuk pria seusianya. Hampir setiap hari traveling ke berbagai tempat dengan pelbagai moda transportasi. Pengalaman mengunjungi berbagai tempat baik di dalam maupun luar negeri dituangkan dalam tulisan di vlognya, Disway.
” Setiap hari saya wajib senam satu jam,” ucapnya. Ia mengatakan manfaat peregangan otot atau stretching merupakan salah satu aktivitas yang dapat membantu tubuh untuk lebih lentur dan kuat. Peregangan dapat dilakukan dengan gerakan yang sederhana, dan bahkan tanpa bantuan alat. Oh, yah? Kami sejenak termangu.
Merespons antusiasme itu, Dahlan langsung mempraktekkan di ruang VIP ferry. Ruang sempit tidak menghalanginya memperagakan beberapa gerakan peregangan otot.
” 30 tahun lalu saya mengalami juga gangguan di lumbar 3,4, dan 5 di pinggang.Dokter menganjurkan operasi. Tapi saya tidak menurut. Saya berlatih peregangan otot itu saja pagi sore selama setahun. Sekarang gangguan itu tidak pernah muncul lagi,” ceritanya.
Saya mengagumi Dahlan sejak dulu. Kami sudah bersahabat lama. Tahun 1980 an. Masih di awal-awal dia membangun Jawa Pos. Mungkin karena rajin berolahraga, maka Dahlan seperti tidak pernah dilanda kecemasan. Sebagai wartawan, dia seperti mengatakan tidak akan pernah kehilangan apa-apa sebab wartawan memang tidak punya apa- apa. Wartawan bukan semacam jabatan yang ada masa berakhirnya yang bisa memantik kecemasan. Lihat saja Dahlan yang selalu riang gembira . Dia terus berkarya, mengikuti dinamika kehidupan dan menuangkannya dalam karya tulisan. Dia bukan wartawan “KTP “saja ( baca berbekal seadanya kartu saja).
Pesan Dubes RI
Saya lupa kapan persisnya terakhir ke Singapura naik kapal ferry. Tapi pelayaran kali ini istimewa. Apalagi kami berjajaran kursi dengan Dahlan Iskan, Timbo Siahaan, Asro Kamal, dan puluhan wartawan dan wartawati anggota PWI di kapal ferry.
Traveling PWI ke Singapura diinisiasi oleh Ketua PWI Riau, Zulmansyah Sakedang. Wartawan muda energik yang sedang menjadi trending topic di kalangan wartawan karena maju menjadi kandidat Ketua Umum PWI Pusat.
Zulmansyah bukan hanya deklarasi tetapi juga berkeliling daerah menemui pengurus cabang PWI. Mensosialisasikan pelbagai programnya yang dia singkat “PWI Hebat”.
Ada tiga wartawan yang telah menyatakan diri untuk maju sebagai kandidat Ketum PWI Pusat. Dua sudah deklarasi terbuka, yaitu Zulmasyah dan Hendry Bangun, wartawan senior dari Group Kompas, mantan Sekjen PWI Pusat dan mantan Wakil Ketua Dewan Pers. Satu lagi : Ahmad Munir. Wartawan senior yang baru saja seminggu lalu diangkat sebagai Direktur Utama Antara, kantor berita terbesar di Indonesia. Adapun Ketua Umum Atal Depari disebut sebut juga akan maju sebagai petahana, meski belum pernah secara resmi mendeklarasikan dirinya secara terbuka. Atal terpilih sebagai Ketua Umum PWI di Kongres PWI Solo tahun 2018. Ia menang atas Hendry Bangun dengan selisih angka tipis, dua suara.
Dengan banyak kandidat Kongres PWI sekarang diramalkan bakal seru. Atal tentu akan bekerja ekstra keras untuk dapat melenggang mulus menuju priode kedua. Tidak seperti dua Ketum PWI Pusat sebelum dia. Keduanya, Tarman Azzam dan Margiono memperoleh dukungan suara aklamasi di Komgres untuk melanjutkan kepengurusannya dua priode.
Kita berharap Kongres PWI tahun ini para kandidat akan saling menjaga dan mengawasi supaya semua pihak berlaku jujur dan fair. Tidak satu pun di antara mereka yang berlaku curang. Tidak ikut-ikutan praktek politikus busuk kita yang merintangi jalan kompetitornya dengan bikin aturan perintang, menghalalkan segala cara. Apa kata dunia kalau hal demikian terjadi di dalam lingkup kehidupan wartawan. Apalagi mempraktekkan politik uang dengan “menggadaikan” seluruh kepala kawan-kawan sendiri untuk kepentingan penaja ( sponsor).
Traveling ke Singapura bagian dari rangkaian acara sosialisasi Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan PWI yang diselenggarakan PWI Riau.
Acara itu menarik karena diselenggarakan menjelang kongres, berkorelasi kuat dengan tema Kongres PWI yang bersiap menjawab tantangan dunia pers di masa depan. Acara berlangsung dua hari di dua tempat. Boleh juga disebut di dua negara. Hari pertama, pembukaan, Selasa (1/8) di Hotel Batam City Hotel, Batam, sedangkan hari kedua di Kedutaan Besar Republik Indonesia ( KBRI) di Singapura.
Hari pertama, saya, Dahlan Iskan, Tria Agung Kristianto dari Dewan Pers, serta Firdaus Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) tampil sebagai pembicara. Sedangkan di KBRI Singapura Dubes Singapura Suryopratomo sebagai pembicara tunggal. Tommy, panggilan akrab adalah wartawan senior, mantan pemred Harian Kompas, pernah tiga periode menjadi anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat. Tommy khatam urusan KEJ dan KPW.
Maka, siang itu Tommy pun kembali menekankan pentingnya wartawan mematuhi peraturan perundang undangan, khususnya uu di bidang pers, menaati kode etik jurnalistik dan kode perilaku wartawan.
” Wartawan profesional menempatkan ketaatan pada KEJ dan KPW itu sebagai pertaruhan martabatnya,”kata Tommy.
Tommy menyinggung kegiatan Pemilu Presiden Singapura yang akan berlangsung 13 September yang akan datang.
Bulan Mei lalu Presiden Singapura, Halimah Yacob, telah mengumumkan dia tidak akan mencalonkan diri kembali di pilpres Singapura 2023 yang mulai tahun ini terbuka untuk calon dari semua ras. Berbeda dengan pemilihan umum pada 2017 di mana hanya anggota komunitas Melayu yang diizinkan ikut serta.
Terkait dengan Pilpres itu masyarakat media pun diingatkan menaati aturan dan etika. Menurut Tommy, otoritas Pengembangan Media Info-komunikasi (IMDA) punya aturan rinci di bidang media. IMDA berwenang untuk mengeluarkan, dan dari waktu ke waktu, meninjau kode praktik yang berkaitan dengan standar program dan iklan yang sangat detil.
Program televisi dan radio, khususnya produksi lokal, mendapatkan perhatian karena dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat. Kode Konten untuk Layanan Televisi Linear Transmisi Terkelola Nasional (“Kode”) ini berupaya memastikan bahwa program pada layanan tersebut yang ditawarkan oleh penyedia layanan yang dilisensikan berdasarkan Undang-Undang Penyiaran (Cap. 28). Tidak bertentangan dengan kepentingan atau ketertiban umum, atau harmoni nasional, atau menyinggung selera dan kesopanan. Berdasarkan UU Penyiaran (Cap. 28) IMDA punya kewenangan juga untuk menjatuhkan sanksi, termasuk pengenaan sanksi keuangan, pada setiap penyedia layanan yang melanggar kode aturan.
Oleh sebab itu diramalkan Pilpres Singapura akan berlangsung sejuk, selain karena aturannya ketat, juga didukung etika dan moralitas tinggi pemangku kepentingan.
“Saya telah mencoba yang terbaik untuk memenuhinya. Tujuan saya adalah membantu menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan berbelas kasih. Saya berterima kasih kepada semua warga Singapura atas kepercayaan, pengertian, dan kebaikan mereka selama masa jabatan saya, dan kepada banyak komunitas, organisasi sosial dan bisnis, yang telah menginspirasi saya dengan keyakinan dan antusiasme mereka untuk membangun Singapura yang lebih baik, ” papar Halimah ketika mengumumkan ketidaksediannya untuk maju, tiga bulan lalu.
Keputusan Presiden Halimah Yacob itu menunjukkan standar moral yang tinggi seorang politikus. Padahal, dia berpeluang cukup besar untuk maju. Halimah cukup berhasil. Namun dia lebih memilih berkontribusi besar pada pelaksanaan Pilpres yang damai dan tentram. Sikap tahu diri Halimah bisa menjadi contoh bagi petahana di mana pun dan dalam kontestasi bidang apapun. Akan berfungsi sebagai salah satu metode stretching otot dan syahwat politik. Semoga itu bisa diwujudkan di Indonesia.***