BERTUAHPOS, PELALAWANÂ – Ruang bagi habitat Gajah Sumatera di Taman Nasional (TN) Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Riau semakin sempit karena perambahan hutan yang dilakukan manusia. Akibatnya sering terjadi konflik antara gajah dan manusia.
Â
Salah satu upaya untuk mencegah konflik antara gajah dan manusia yaitu dengan mengerahkan pasukan ‘bergajah’ yang disebut dengan Flying Squad. Pasukan ini dibina oleh World Wildlife Fund (WWF) Riau untuk mengusir gajah liar masuk ke dalam pemukiman warga.
Â
“Kita berusaha untuk mencegah agar konflik antara gajah dan manusia tidak terjadi. Kita bertugas menunggangi gajah untuk menggiring gajah liar agar kembali masuk ke dalam hutan,” ujar anggota Flying Squad TN Tesso Nilo, Junjung, saat berbincang dengan detikcom, Pelalawan, Riau, Kamis (12/9/2013).
Â
Junjung sudah sembilan tahun bertugas sebagai mahot (pawang) gajah Flying Squad di TN Tesso Nilo. Setiap harinya, dia bersama 7 rekannya bertugas menunggangi gajah dari pagi hingga sore hari. Namun, tak jarang mereka juga harus bertugas di malam hari.
Â
“Kita patroli setiap hari. Kita juga standby 24 jam, karena tak jarang gajah liar juga sering muncul di malam hari,” kata Junjung.
Â
Dikatakan Junjung, meski gajah-gajah patroli itu sudah jinak, pemeliharaannya tetap dilakukan di tengah hutan. Setiap usai berpatroli, gajah itu dikembalikan ke tengah hutan sebagai habitat asli mereka.
Â
Ada delapan ekor gajah yang dikelola oleh WWF Riau untuk dijadikan Flying Squad. Induk gajah tersebut berasal dari gajah liar yang kemudian diberi pelatihan untuk dijadikan gajah patroli. Mereka pun kemudian dikembang biakkan di TN Tesso Nilo. Hebatnya, ada dua orang mahot perempuan dalam tim pasukan bergajah ini.
Â
“Sudah sembilan tahun kita bertugas. Ada 8 gajah yang kita bina, empat diantaranya lahir di TN Nesso Tilo. Kita juga punya mahot dua orang perempuan. Tugasnya sama, berpatroli dan menggiring gajah liar agar kembali masuk ke hutan,” jelasnya.
Â
Â
(detik.com)