BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Salah satu syarat seseorang mempunyai hak pilih adalah berakal atau mempunyai akal sehat.
Lalu, bagaimana dengan orang gila, atau mereka yang tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit (RS) Jiwa?
Berikut adalah perbincangan bertuahpos.com dengan Ketua KPU Riau, Nurhamin.
T: Untuk Pemilu 2019 ada yang menarik. Bagaimana dengan warga yang ada di RS Jiwa. Apakah mereka punya hak pilih?
Nurhamin: Tergantung, apakah pasien itu sudah menjadi pasien tetap disana, atau pasien yang bisa pulang kerumah atau rawat jalan saja. Kalau pasien yang sudah tetap disana, akan diidentifikasi. Apakah layak mendapatkan hak pilih atau tidak.
T: Apa dasar pasien RS Jiwa bisa mendapatkan hak pilihnya?
Nurhamin: Kalau dia masih bisa membaca, tidak kronik, dan bisa melakukan hak pilih, silahkan, dengan keterangan dokter. Ada klasifikasinya kan? Kalau klasifikasi pasien sudah akut, sudah membahayakan, juga masalah.
T: Berarti Kalau Pasien Ini Masih Sadar, Dia Punya Hak Pilih?
Nurhamin: Oo, dia tahu dengan hak pilih dia, ya harus dilayani. Kan dia masih dalam keadaan sakit yang masih dalam batas toleransi. Nanti panitia Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berdekatan akan mengidentifikasi.
T: Berarti, ada rekomendasi dari RS Jiwa, bahwa pasien ini bisa punya hak pilih, lainya tak belum?
Nurhamin: Ya, nanti akan komunikasi KPU dan RS Jiwa untuk menjelaskan hal itu. Tidak dari penyelenggara atau Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS). KPPS gak ahli di bidang itu. Memang harus diberikan hak kepada warga negara (untuk memilih), namun dalam hal ini lebih banyak berperan ahli dari RS Jiwanya.
T: Sudah ada komunikasi KPU dan RS Jiwa di Riau?
Nurhamin: Sebelum ini sudah ada, KPU Kota Pekanbaru dan RS Jiwa. Pendataan awal juga sudah. Tapi nanti kita lihat lagi data terakhir. Kalau dia pasien baru masuk, dan dia memegang KTP luar Pekanbaru, berarti pindah hak memilih kan. Kita juga harus memperhatikan hal itu.
T: Jadi, orang gila punya hak pilih?
Nurhamin: Ya, yang ditegaskan adalah batas toleransi. Dia sakit. Bukan orang yang tidak bisa menguasai dirinya sendiri. Tapi kalau dia masih dalam batas toleransi (masih punya kemampuan mengendalikan diri), pasien RS Jiwa yang betul-betul (punya kesadaran diri), kita harus layani. (bpc2)