BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Ekonom Senior Universitas Riau (Unri) Dahlan Tampubolon, menilai PT Pertamina dan pemerintah harus mengubah harga BBM penugasan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengatasi persoalan keterbatasan stok kebutuhan BBM di Tanah Air.
Pertamina sebagai sebuah korporasi tentu memperhitungkan biaya operasional dan biaya pembelian bahan bakar untuk kebutuhan domestik. Kuota BBM subsidi ditentukan oleh besaran yang disediakan dalam APBN dan harga BBM internasional.
Sampai dengan akhir Juli, sudah terpakai sekitar 73,04% BBM subsidi (pertalite), atau sekitar 16,8 juta kilo liter setara dengan 2,4 juta kilo liter per bulan. Hingga akhir tahun 2022 masih ada waktu 5 bulan lagi sedangkan sisa kuota BBM subsidi tinggal 6,2 juta kilo liter.
“Artinya dalam waktu 5 bulan kebutuhan sekitar 12 juta kilo liter berarti ada kesenjangan sekitar 5,8 juta kilo liter yang harus dipenuhi Pertamina untuk kebutuhan pertalite domestik,” kata Dahlan kepada Bertuahpos.com, Rabu, 17 Agustus 2022.
“Kalau Pertamina mengajukan penambahan subsidi BBM, berarti harus menariknya dari APBN 2022 dan subsidi akan melewati batas 600 triliun rupiah. Kalau Pertamina tidak menambah subsidi, antrian yang panjang di SPBU akan semakin parah dan jika kuota BBM subsidi telah habis, maka kendaraan harus memakai BBM non subsidi yang harganya bisa mencapai tiga kali harga BBM subsidi (Dexlite dibandingkan biosolar),” tuturnya.
Dahlan menyebut, berdasarkan data-data data-data tersebut, Pertamina sangat bergantung kepada keputusan Kementerian Keuangan, apakah akan merubah porsi APBN untuk subsidi atau tidak.
Konsekuensi menambah APBN adalah memperbesar defisit anggaran, sementara saat ini walaupun masih memenuhi syarat Undang-Undang Keuangan Negara, angka defisit yang ditetatpkan 3% dari APBN tersebut sudah sangat besar.
“Sedangkan cicilan pokok utang dan beban bunga yang harus dibayar melalui APBN sangat besar, yaitu mencapai 17,8% dari total belanja APBN,” ujarnya.
Dia menambahkan, Pertamina saat ini bukan kapasitasnya untuk langsung menjawab permintaan daerah untuk menambah atau tidak kuota BBM subsidi di Riau. Pemerintah daerah juga harus memahami posisi Pertamina sebagai korporasi yang diberi penugasan oleh pemerintah untuk mendistribusikan BBM subsidi.
Utang pemerintah ke Pertamina dalam bentuk kompensasi 293,5 triliun rupiah dan sudah dibayarkan sebesar 104,8 triliun rupiah. Sementara itu kinerja keuangan Pertamina selalu disoroti masyarakat, karena terus merugi.
“Salah satunya karena harus menutupi selisih harga pembelian dan harga penjualan bahan bakar penugasan. Oleh karenanya, solusinya menurut say, Pertamina dan pemerintah harus duduk bersama untuk mengubah harga BBM penugasan,” tuturnya.***