BERTUAHPOS, JAKARTA -Â Masyarakat kini mulai berhati-hati dalam menentukan jenis investasi tak terkecuali asuransi. Hal itu sebagai respon atas maraknya investasi bodong.Â
Malah belakangan terakhir produk asuransi juga dinilai penuh risiko karena ada kemungkinan klaim tidak bisa dicairkan. Kasus ini menimpa salah satu anak musisi terkenal Ahmad Dhani yang bernama Abdul Qodir Jaelani (AQJ) alias Dul.Â
Lalu, apa saja hal perlu dilakukan si investor atau pembeli asuransi sebelum memilih produk asuransi yang baik dan aman? Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim mencoba memberi pandangan.
“Pada dasarnya sebenarnya semuanya perusahaan asuransi baik, namun memang harus teliti sebelum membeli,” kata Hendrisman saat ditemui di kantornya The Plaza Office Tower, Jakarta, Jumat (27/9/2013).
Dia menjelaskan, hal pertama yang harus dilakukan si pembeli polis adalah tanyakan secara detil ke agen penjual apa hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli.
“Yang jadi masalah ini pada waktu beli polis harus tanya ke agen dulu pertama, apa hak kita sebagai pembeli dan kewajiban penjual,” ujarnya.
Setelah itu, tanyakan lagi hal-hal apa saja yang bisa dicover atas asuransi tersebut.
“Tanyakan akan dapat coverapa saja? Apa kewajiban kami, kewajiban perusahaan asuransi, klaim nggak dibayar kalau apa sehinggaclear sehingga pada waktu terjadi klaim nggak bingung,” kata dia.
Selain itu, pilih produk atau perusahaan asuransi yang sudah terjamin keamanannya dan dipercaya.
“Setiap tahun itu ada perusahaan asuransi ikut ada award-award itu yang punya awar-award itu ya relatif baik walaupun award itu tidak menjamin sepenuhnya,” katanya.
Namun, menurut dia, jika sebuah perusahaan asuransi sudah berani menjual produk-produknya, itu artinya perusahaan tersebut sudah siap membayar klaim asuransi.
“Kalau saya pribadi bahwa semua perusahaan asuransi kalau berani menjual berarti sudah komit. Si pembeli harus tahu, dia harus tanya sampai tuntas ke agennya, itu pun tidak otomatis menghilangkan dispute,” terangnya.
Dia menambahkan, adanya kasus klaim tidak dibayar kemungkinan salah satinya adalah karena persyaratan antara si pembeli dan penjual asuransi tidak terpenuhi. Misalnya, adanya faktor kesengajaan sebuah kecelakaan dan sejenisnya.
“Kita lihat ke polis. Itu bisa jadi faktor kesengajaan kecelakaan. Tapi mungkin saja itu masih proses lebih dalam belum tentu menolak klaim,” tandasnya.
Kinerja Asuransi Jiwa
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat total pendapatan industri yang terdiri dari 45 perusahaan asuransi jiwa sebesar Rp 71,83 triliun di kuartal II-2013. Angka ini naik 22,85% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 58,46 triliun.
Dari total pendapatan tersebut, pendapatan premi masih menjadi pendorong utama pertumbuhan dengan kontribusi sebesar Rp 57,59 triliun atau 80,17% dari total pendapatan. Total pendapata premi ini naik 14,48% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Yang menarik dari kinerja kuartal kedua 2013 ini adalah peningkatan signifikan investasi industri asuransi jiwa nasional yang mencapai Rp 245,17 triliun yang tumbuh 17,74% dari periode yang sama tahun sebelumnya,” kata Hendrisman.
Dia juga menyebutkann imbal hasil investasi (yield) perusahaan asuransi jiwa juga tumbuh secara signifikan mencapai Rp 12,23 triliun atau naik 78,37% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 6,85 triliun.
Alhasil, pertumbuhan ini mendorong peningkatan signifikan atas jumlah aset industri menjadi Rp 281,2 triliun atau naik 37,65% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat aset sebesar Rp 204,28 triliun.
“Total aset yang tumbuh 37,65% menunjukkan kekuatan asuransi jiwa dalam membayarkan kewajiban kepada nasabahnya,” kata dia.
Dia juga menyebutkan, jumlah premi produksi baru di kuartal II-2013 tumbuh 7,10% menjadi Rp 37,4 triliun. Dari pertumbuhan ini, premi unit link kembali mengambil porsi yang lebih besar dibandingkan premi tradisional yaitu masing-masing Rp 19,28 triliun (51,55%) dan Rp 18,12 triliun (48,45%). Demikian juga premi lanjutan yang tumbuh 31,25% menjadi Rp 20,18 triliun pada kuartal kedua 2013, premi unit link ini kembali mendominasi dengan porsi Rp 13,17 triliun (65,25%), sedangkan premi tradisional Rp 7,01 triliun (34,75%)./detik.com