BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Wanita muda mengenakan dres hitam panjang itu bolak balik di lampu merah perempatan Tugu Zapin, Pekanbaru Riau. Di lengan sebelah kanannya, dia mengampu bungkusan keripik pedas yang sudah terkemas. Dia mengenakan kerudung warna merah, kemudian topi untuk menutup kepalannya. Sudah 3 kali lampu merah, keripik ubi yang dia jajakan belum laku.Â
Saat lampu merah menyala, dia mulai turun dan berjalan mendatangi setiap mobil. Bungkusan keripik itu diangkat tinggi-tinggi. “Keripik, pak?” tawarnya. Dari balik kaca mobil itu hanya terlihat sejumlah orang mengangkat tangan sebagai isyarat mereka tidak tertarik dengan keripik yang dia tawarkan.
Nama perempuan itu Hanum. Usianya 37 tahun. Dia punya 3 anak. Suaminya adalah seorang kuli bangunan. Mereka tinggal di Jalan Kubang Raya, Pekanbaru. Sekira pukul 09.00 WIB dia sudah turun dari rumahnya mengendarai sepeda motor menuju lampu merah di perempatan Tugu Zapin ini. “Kadang kalau suami pakai motor saya naik bus,” ujarnya saat berbincang dengan bertuahpos.com, Kamis (28/9/2017).Â
Menjajakan barang dagangan di perempatan lampu merah bukan lagi pemandangan asing. Hampir setiap lampu merah di kota besar selalu terlihat dagangan seperti ini. Perempatan lampu merah bukan lagi menjadi tempat khusus bagi penjual koran saja. Sebab di sini ada banyak orang melintas dan berhenti. Pasti ada saja yang melambaikan tangan dari balik kaca mobil untuk membeli dagangan mereka.Â
Hanum buat sendiri keripik pedas di rumahnya. Keripik itu dia kemas dalam plastik bening tanpa merek. Harganya Rp 10 ribu per bungkus. Dalam sehari biasanya dia membawa 20 bungkus. Paling banyak 25 bungkus. Paling banyak, Hanum bawa pulang hasil jualannya sekitar Rp 250 ribu. Pada saat sepi saja dia bisa mengumpulkan Rp 100 ribu.Â
Awal-awal dia membuat keripik ubi pedas kisaran 10 kilogram. Enam bulan setelah itu dia berani produksi keripik sampai 20 kilogram. Memilih jualan di perempatan lampu merah dengan alasan keuntungan. Karena jika menitipkan keripiknya di warung untungnya sangat sedikit.Â
Hanum memilih berjualan di lampu merah karena jauh lebih irit ongkos. Karena tidak perlu sewa tempat dan sifatnya lebih aktif menjajakan kepada konsumen. “Pernah nitip di warung tapi hasilnya enggak lepas uang capek,” ujarnya.Â
Berjualan keripik di lampu merah ternyata juga tidak mulus. Hanum pernah punya pengalaman buruk. Ketika itu jalan sedang padat. Sementara yang jualan di lampu merah sangat ramai. Tiba-tiba dari kejauhan dia melihat Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Dia pura-pura tidak melihat. Ternyata benar. Satpol PP itu menghampirinya.
“Pulang, pulang. Sudah jualannya,” ujar Hanum menirukan ucapan petugas Satpol PP itu. Dia pergi sebentar, setelah itu balik lagi. “Namanya juga orang cari makan,” katanya sambil tertawa. “Ini cuma untuk isi waktu luang. Kadang dalam seminggu saya cuma 3 hari turun. Enggak setiap hari,” sambungnya. (bpc3)