Oleh: Melba Ferry Fadly
Bukan cuma emak-emak merasakan manfaatnya, para siswa juga kecanduan mengumpulkan minyak jelantah. Berangkat dari Kesadaran kuat untuk menyelamatkan lingkungan, Bank Jatah berhasil jadi penggerak semangat menabung dari dapur.
Suara riuh memekak di setiap sudut ruang kelas 6 di SDN 162, Kelurahan Agrowisata, Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, pertengahan Agustus 2023 lalu. Siswa dan siswi terlihat silih berganti memasuki ruang kelas itu. Ada yang sambil berbicara, berteriak, bernyanyi dengan suara seadanya, ada juga yang tertawa sambil bersenda gurau dengan teman sebangkunya.
Di atas sebuah meja di samping pintu masuk ruang kelas itu, berjejer belasan botol air mineral berbagai ukuran. Isinya minyak jelantah. Walau hanya limbah, minyak sisa penggorengan ini amat sangat berharga bagi mereka. Dari sinilah, sedikit demi sedikit tabungan mereka akan terisi.
“Ini sudah tahun kedua program menabung minyak jelantah berjalan. Alhamdulillah, siswa sangat antusias menabung minyak jelantah,” kata Rahima, Wali Kelas enam di SDN 162, saat berbincang dengan Bertuahpos.com. Selain menjadi guru, dia didapuk sebagai Kepala Unit Bisnis Bank Jatah, khusus membawahi Kelurahan Agrowisata.
Setelah bel masuk kelas berbunyi, suara gaduh di ruang kelas tadi, perlahan sunyi. Meski keringat—setelah bermain saat jam istirahat tadi—masih mengalir membasahi dahi dan pipi, para siswa dan siswi ini seketika mengambil posisi duduk rapi di masing-masing kursi. Puluhan pasang mata mungil itu, tertuju ke depan kelas.
Sementara Rahima, mengambil satu dari puluhan botol air mineral yang sudah terisi minyak jelantah di atas meja itu. Dia berucap dengan nada agak berteriak, “Anak-anak, ada yang tahu apa itu minyak jelantah?”
“Minyak sisa penggorengan, Bu,” jawab para siswa serentak.
“Baiklah, anak-anak ibu. Apabila di rumah kita ada minyak yang sudah digunakan untuk menggoreng, namanya minyak jelantah. Jika sudah menjadi minyak jelantah, maka tidak boleh dikonsumsi, karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan beberapa tahun kemudian,” jelasnya.
“Lalu, rasa makanan yang digoreng dengan minyak jelantah menjadi…”
“…tidak enak,” jawab Tri Bayu Oktavian, salah seorang siswanya yang duduk di kursi tengah, deretan sebelah kiri. “Bagus,” sahut Rahima sambil menunjuk ke arahnya. “Rasanya agak tengik, pahit dan tidak enak. Jadi, kalau sudah menjadi minyak jelantah tidak boleh dikonsumsi.”
“Kedua, tidak boleh dibuang ke tanah, karena akan merusak lingkungan. Jadi, yang tidak bermanfaat ini, mari dijadikan sesuatu yang lebih bermanfaat, yakni dijadikan rupiah, dengan cara ditabung.”
“Siapa anak-anak ibu yang sudah pernah menabung minyak jelantah?,” teriaknya.
Seketika itu pula, para siswa serentak mengangkat buku tabungan mereka untuk menunjukkan bahwa mereka sudah memiliki sejumlah uang di buku tabungan itu. “Tetap semangat untuk menabung?”
“Semangat,” sahut siswa, serentak.
Seperti itulah cara Rahima menjelaskan tentang bahaya minyak jelantah kepada para siswanya. Sebagai seorang pengajar, Rahima tak luput menangkap peluang dari murid-muridnya. Dalam sepekan, sosialisasi seperti ini bisa beberapa kali dia lakukan. Saat ini, sudah ada puluhan siswa di kelasnya menjadi nasabah di Bank Jatah.
Menurutnya, para siswa harus selalu diingatkan, agar mereka mengerti tentang bahaya minyak sisa penggorengan itu bagi kesehatan dan lingkungan, dan mau menabung dengan minyak jelantah
“Pada dasarnya, saya hanya mengajarkan mereka untuk menabung dan bagaimana mereka sadar bahwa limbah itu bisa dimanfaatkan. Berapapun yang mereka setor akan saya terima,” jelasnya.
Polanya sederhana. Setiap hari, siswa akan setor minyak jelantah di mejanya. Minyak itu lalu ditimbang dan dicatat. Setelah mencapai 1 kilogram, nominal uang yang didapat dicatat di buku tabungan siswa. Minyak itu kemudian dipindahkan ke dalam jerigen ukuran 50 kilogram. Setelah penuh hingga beberapa jerigen, barulah minyak itu diserahkan ke Bank Jatah. “Saat tamat sekolah, siswa sudah bisa cairkan tabungannya,” jelanya.
Dia tak pernah menyangka kalau antusias siswanya untuk menabung minyak jelantah sangat tinggi. Hampir setiap hari, selalu ada botol air mineral berisi minyak sisa penggorengan itu di atas mejanya.
Salah satu siswanya yang tergolong aktif menyetor minyak jelantah adalah Tri Bayu Oktavian. Bahkan, setiap akan berangkat ke sekolah, dia selalu tanya ke ibunya, “Ma, minyak jelantahnya mana?”.
Bayu termasuk satu dari sekian banyak siswa yang sudah teredukasi tentang bahaya minyak jelantah bagi kesehatan dan lingkungan. Hal itu karena Rahima, selalu memberikan pencerahan dan mendorong siswa dan siswinya tetap semangat untuk menjaga lingkungan.
“Hampir tiap hari bawa minyak ke sekolah. Kadang dua ons, tiga ons. Uangnya dikumpul, nanti ketika tamat sekolah baru diambil. Sekarang tabungan saya sudah Rp50 ribu,” kata Bayu.
Tingginya antusias siswa untuk menabung minyak jelantah, tak lepas dari dukungan Kepala Sekolah SDN 162, Saiful. Aktivitas ini, kata dia, terbukti menumbuhkan semangat positif dari siswa untuk menabung. Kebetulan, Rahima, yang merupakan salah satu guru di sekolah ini, aktif mendorong siswa untuk peduli terhadap kesehatan dan lingkungan, tapi ada hasil yang didapatkan.
“Awalnya, memang salah satu guru kita dapat sosialisasi dari Bank Jatah. Jadi memang soal minyak jelantah ini serba salah. Di makan salah, di buang sembarangan juga salah. Lalu, dia aktif mengajak siswa untuk menabung minyak jelantah. Kami harap kegiatan ini memberikan dampak positif bagi sekolah. Apalagi siswa juga sangat antusias. Kami secara penuh mendukung kegiatan ini,” tuturnya.
Tubuh Sehat, Lingkungan Selamat, Cuan Dapat
Bank jatah, adalah singkatan dari bank minyak jelantah. Sesuai dengan namanya, bank ini merupakan sebuah kelompok usaha bersama yang didirikan oleh Karang Taruna Umban Sari, Kecamatan Rumbai, Pekanbaru.
Unit usaha ini hadir buah hasil dari keresahan dua anak muda saat pandemi Covid-19 melanda. Mereka adalah Mohammad Adriyo Habibi dan Sukiswanto. Bisnis ini digerakkan oleh manajemen yang terstruktur. Direktur Utama Bank Jatah dipercayakan kepada Habibi, sedangkan Sukiswanto, diamanahkan sebagai Direktur Operasional di Bank Jatah.
“Tahun 2021—saat Covid-19 melanda—kami berpikir bagaimana masyarakat tetap bisa memiliki penghasilan dari rumah, bahkan dari dapur mereka,” kata Sukiswanto.
Dari berbagai usaha yang dijalankan, pilihan jatuh ke bank jatah atas berbagai pertimbangan, ketersediaan bahan baku melimpah dari rumah tangga hotel dan restoran. Bahan baku ini tak basi dan tak ada batas kadaluarsa.
Menurutnya, unit usaha yang diluncurkan pada 28 Agustus tahun 2021 ini, merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi. Namun tujuan utamanya adalah menyelamatkan kesehatan dan lingkungan.
Pertemuan Rahima dengan Bank Jatah boleh dikatakan tak sengaja. Masih di tahun yang sama, Bank Jatah ikut dalam sebuah bazar UMKM yang digelar oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Setiap pengunjung diberi brosur. Di dalamnya memuat informasi tentang bahaya minyak jelantah dan ajakan menabung di Bank Jatah, lengkap dengan nomor kontak.
“Entah bagaimana caranya, brosur itu sampai ke tangan Rahima. Kemudian dia telpon kita. Saat itulah Ibu Rahima berminat bergabung. Setiap bulan, dia menyetor minyak jelantah dalam jumlah banyak ke Bank Jatah. Atas berbagai pertimbangan, kami angkatlah beliau menjadi Kepala Unit Bisnis Bank Jatah khusus untuk kelurahan itu,” jelasnya.
Menariknya, strategi pemasaran yang dilakukannya terbilang sederhana. Saat ada pertemuan majelis ta’lim, Rahima selalu meminta waktu untuk sosialisasi tentang bahaya minyak jelantah bagi kesehatan dan lingkungan. Kemudian, dia memberikan solusi agar minyak sisa penggorengan itu tidak dibuang, tapi dikumpulkan dan tabung ke Bank Jatah.
“Saya selalu sampaikan dalam acara-acara rutin, misalnya di kelompok majelis ta’lim, saya manfaatkan untuk sosialisasi Bank Jatah,” ujar Rahima.
Selain itu, saat kumpul-kumpul santai dengan emak-emak di kompleknya, tema menggosip pun dia diganti dengan sosialisasi bahaya minyak jelantah. Tak jarang pula, dia bergerak secara door to door ke rumah-rumah tetangga hanya untuk bertanya, “Sudah ada minyak jelantah yang bisa saya bawa, Bu?”
Pelan namun pasti, sejumlah ibu rumah tangga di kelurahan itu mulai melirik potensi keuntungan dari menabung minyak jelantah. Bahkan beberapa dari mereka, bergerak sendiri untuk mengumpulkan minyak jelantah dari acara-acara pesta.
“Sekarang sudah ada puluhan nasabah dari ibu rumah tangga yang bergabung ke Bank Jatah,” tuturnya.
Di akhir tahun 2021, apa yang dilakukan Habibi dan Sukiswanto dilirik oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Perusahaan plat merah ini melihat, gerakan penyelamatan lingkungan dari bahaya minyak jelantah ini, sejalan dengan Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan.
Persis menjelang akhir tahun 2021, Bank Jatah dapat dukungan dari PHR dalam bentuk perlengkapan pendukung untuk kegiatan operasional. Saat Habibi dan Sukiswanto mulai aktif menjalankan program pemberdayaan ini
“Kami melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya minyak jelantah. Jika dikonsumsi kembali akan sangat berisiko terhadap kesehatan, kalau dibuang sembarangan akan merusak lingkungan. Maka solusinya ditabung ke Bank Jatah,” ujar Sukiswanto.
Setelah tiga tahun bisnis ini berjalan, Bank Jatah sudah terbentuk 15 unit bisnis yang mana masing-masing dari unit bisnis tersebut tersebar di 15 kecamatan di Kota Pekanbaru. Tercatat total sudah 300 nasabah aktif di Bank Jatah. Setiap bulan, belasan hingga puluhan kilo minyak jelantah disetor ke Bank Jatah.
“300 ini adalah nasabah aktif. Salah satunya Ibu Rahima yang kami tunjuk sebagai Kepala Unit Bisnis Bank Jatah untuk Kelurahan Agrowisata. Ada juga nasabah kita seorang ibu rumah tangga, yang setiap bulan tabungannya itu sampai Rp 1 jutaan,” katanya.
Dia berharap, Bank Jatah bisa menjadi pelopor penyelamat lingkungan dari dapur. Berbagai kerja sama sejatinya bisa dikolaborasikan, sehingga setiap rumah menghasilkan minyak jelantah dan program pemberdayaan ini benar-benar mampu memberdayakan masyarakat. Targetnya, tubuh sehat, lingkungan selamat, cuan dapat.
Apa Bahaya Minyak Jelantah Bagi Kesehatan dan Lingkungan?
Minyak jelantah dapat melepaskan racun yang dapat mengganggu fungsi DNA, RNA dan protein tubuh. Bahan kimia beracun dari minyak jelantah yang dipanaskan ulang dapat memicu penyakit kronis seperti kanker jantung, alzheimer, demensia, parkinson.
Dalam sebuah artikel yang berjudul: Penggunaan Minyak Jelantah Sangat Berbahaya Bagi Kesehatan (diterbitkan Kantor Berita Antara, 22 Maret 2023), Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr menyebut, penggunaan minyak jelantah untuk konsumsi sangat beresiko bagi kesehatan.
“Selain meningkatkan risiko kanker, minyak jelantah juga bisa menjadi sumber munculnya berbagai penyakit seperti infeksi bakteri, obesitas, hingga penyakit degeneratif,” ujarnya.
Menurutnya, minyak jelantah dapat menjadi media penyerapan radikal bebas yang akan ikut terserap ke dalam makanan yang digoreng. Zat tersebut kemudian akan menjadi karsinogen penyebab kanker yang akan menyerang sel tubuh seseorang yang mengonsumsi makanan tersebut.
Penelitian para ahli dari University of the Basque Country di Spanyol menunjukkan, bahwa minyak jelantah mengandung senyawa organik aldehid yang dapat berubah menjadi zat karsinogen yang memicu penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, alzheimer, dan parkinson.
Selain itu, minyak goreng yang sudah dipakai berkali-kali juga menjadi sarang untuk perkembangbiakan berbagai jenis bakteri. Bakteri itu hidup dan berkembang dengan memakan remah-remah sisa gorengan yang mengendap di minyak jelantah atau yang menempel pada wajan.
Tak cuma itu, kata Sedarnawati, minyak jelantah juga mengandung kadar kalori dan lemak trans yang akan terus meningkat. Ini lah yang akan memicu obesitas, akhirnya dapat berujung pada berbagai komplikasi serius, seperti diabetes atau penyakit jantung.
Minyak jelantah merupakan limbah B3 yang dihasilkan dari rumah tangga. Minyak sisa penggorengan ini, memiliki peran sangat besar terhadap pencemaran tanah dan air ketika tidak dikelola dengan benar. Minyak jelantah merupakan senyawa berupa limbah yang mengandung karsinogenik dengan bilangan asam dan peroksida yang tinggi.
Jika dibuang sembarangan, minyak jelantah akan mengalir ke saluran air hingga mengubah senyawa air menjadi tidak layak digunakan. Sedangkan, jika dibuang ke tanah, minyak jelantah akan meresap dan mengganggu unsur hara. Akibatnya tanah yang harusnya bisa ditanami tumbuhan menjadi tak subur (Erviana, Suwartini, & Mudayana, 2018).
Pakar lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Katrina Oginawati menjelaskan, jika pembuangan minyak jelantah berakhir di danau atau laut, lemak minyak akan berkumpul dan membentuk lapisan yang dapat menutupi permukaan air. Lapisan tersebut akan menghalangi sinar matahari dan pasokan oksigen yang dapat berubah jadi racun.
Dampaknya angka Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) akan meningkat, dan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikroorganisme mengurai bahan organik, menjadi makin banyak, padahal kualitas air menurun. Ini akan sangat membahayakan biota di dalamnya.
Ahli toksikologi kimia dari Universitas Indonesia (UI), Budiawan sepakat bahwa minyak jelantah selayaknya diperlakukan sebagai limbah dan tidak boleh dibuang sembarangan. (GoodNews From Indonesia, 2022).
Potensi Ekonomi dari Minyak Jelantah
Rata-rata dalam sebulan, Bank Jatah mampu mengumpulkan sebanyak lima ton minyak jelantah. “Dari nasabah kami ambil di harga Rp8 ribu per kilo,” kata Sukiswanto.
Setelah minyak jelantah dikumpulkan, Bank Jatah akan menjualnya kembali ke pengepul seharga Rp12 ribu per kilogram. Barulah diekspor ke luar negeri. Artinya, ada margin sebesar Rp4 ribu.
Selisih dari keuntungan ini akan dibagihasilkan ke mitra yang disebut Unit Usaha Bank Jatah di setiap kecamatan. Besarannya 70 persen untuk mitra dan 30 persen untuk manajemen Bank Jatah.
Menurutnya, lima ton minyak jelantah yang terkumpul dalam sebulan masih tergolong kecil dari potensi yang ada. “Paling banyak kami dapat dari UMKM. Sedangkan minyak jelantah dari rumah tangga jumlahnya masih sangat kecil, padahal potensinya lebih besar,” jelasnya.
“Jika dirata-ratakan ada satu juta jumlah penduduk Pekanbaru, per KK itu anggaplah empat orang. Artinya ada sekitar 250 ribu KK. Kalau kita hitung per KK itu memproduksi satu liter saja minyak jelantah sebulan, ada 250 ribu liter minyak jelantah yang bisa kita kelola tiap bulannya,” tambah Sukisanto.
Menurut data yang dikeluarkan oleh TNP2K dan Traction Energy Asia, tentang potensi minyak jelantah untuk biodiesel dan penurunan kemiskinan di Indonesia pada tahun 2020, mencatat bahwa di tahun 2019 konsumsi minyak goreng sawit nasional mencapai 16,2 juta kilo liter.
Dari angka tersebut, rata-rata minyak jelantah yang dihasilkan berada pada kisaran 40-60 persen, atau di kisaran 6,46-9,72 juta kiloliter. Namun, minyak jelantah yang berhasil dikumpulkan di Indonesia baru mencapai 3 juta kiloliter atau hanya 18.5 persen dari total konsumsi minyak goreng sawit nasional.
Hanya sebagian kecil dari minyak jelantah di Indonesia yang dimanfaatkan sebagai biodiesel dan kebutuhan lainnya yakni sebesar 570 kiloliter. Sedangkan sisanya sekitar 2,4 juta kiloliter digunakan untuk minyak goreng daur ulang dan ekspor.
Menurut data dari United States Department of Agriculture (USDA), negara dengan konsumsi minyak goreng terbanyak pada tahun 2019 secara berturut-turut adalah Indonesia, India, China, dan Malaysia.
“Sadar atau tidak, dari data yang ada menjadi bukti bahwa masalah kesehatan dan lingkungan sebagai dampak dari minyak jelantah, terutama di kota-kota besar belum teratasi dengan baik,” ujar Sukiswanto.
Asa Digitalisasi dan Hasilkan Produk Jadi
Bank Jatah punya mimpi besar ke depan. Minyak jelantah yang dikumpulkan tak cuma sebatas dijual ke pengepul, lalu diekspor ke luar negeri. Menurut Sukiswanto, pihaknya kini tengah mengupayakan hadirnya produk turunan dari minyak jelantah.
“Paling tidak kita bisa produksi lilin dan sabun cuci piring lah, atau sabun colek,” ujar Sukiswanto.
Namun, sasaran utamanya adalah produksi biodiesel sendiri untuk menunjang kebutuhan energi lokal. Khususnya di Riau. Peluang itu sangat mungkin akan terwujud jika terjalin kerja sama dari berbagai pihak.
“Paling bagus memang biodiesel,” harapnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi, Bank Jatah turut berbenah diri. Pihak manajemen kini tengah merancang sebuah sistem pengelolaan dana nasabah berbasis aplikasi.
“Secara umum, gambarannya seperti mobile banking,” kata Direktur Utama Bank Jatah, Mohammad Adriyo Habibi.
Dengan begitu, kata dia, Bank Jatah akan lebih transparan kepada para nasabah dalam hal pengelolaannya. Lewat aplikasi ini, nasabah tak cuma bisa melihat berapa nominal tabungan mereka, tapi juga bisa melakukan transaksi via digital.
“Jadi nanti mereka punya akun sendiri, mereka bisa kontrol sendiri pengelolaan uangnya, bisa ditarik lewat rekening apa, bahkan mereka bisa beli pulsa, bayar listrik atau belanja online lewat aplikasi itu,” tambahnya.
Bank Jatah juga tengah menjajaki kerja sama dengan Politeknik Caltex Riau (PCR). Tujuannya agar setiap minyak jelantah yang dikumpul dari nasabah, dapat diolah menghasilkan produk jadi. Target utamanya adalah biodiesel, walau hanya skala kecil.
“Kami punya mimpi punya pabrik biodiesel sendiri. Konsepnya, pabrik ini berdiri di setiap kecamatan mitra kita. Kami sudah berkomunikasi dengan PCR, karena mereka sudah berhasil bikin mesin produksi biodiesel skala kecil,” tutur Habibi.
Tahun ini, Bank Jatah telah mengajukan proposal ke PHR agar apa yang dicita-citakan dapat segera terwujud. Salah satunya berkaitan dengan percepatan realisasi aplikasi digital, sarana penunjang sosialisasi, hingga program pemberian reward kepada para nasabah yang menabung di Bank Jatah.
“Kalau bantuan ini terwujud, akan sangat sangat membantu masyarakat. Termasuk program reward yang kami canangkan dalam bentuk rumah. Kami hanya ingin memberikan penghargaan lebih kepada nasabah yang punya kepedulian terhadap lingkungan dan kesehatan lewat Bank Jatah ini. Kami mohon doanya semoga ini bisa terwujud,” tuturnya.
Kolaborasi antara Bank Jatah dengan PHR sejauh ini telah memberikan dampak yang positif, mulai dari meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya minyak jelantah terhadap kesehatan dan lingkungan, menjadi sarana bagi masyarakat untuk menumbuhkan minat menabung, hingga peluang ekonomi alternatif bagi kalangan ibu rumah tangga.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Lancang Kuning (Unilak)—pihak yang tunjuk sebagai pendamping dalam pengelolaan Bank Jatah—meyakini ada berbagai potensi ekonomi lebih besar, dan dapat digerakkan lewat unit usaha bersama yang digagas oleh kelompok karang taruna itu.
“Tak cuma sebatas menumbuhkan semangat menabung masyarakat dan siswa, tapi kehadiran Bank Jatah potensial menjadi sarana dalam meningkatkan ekonomi masyarakat, sehingga akan berdampak terhadap kemandirian finansial individu atau kelompok. Tujuan itu sangat mungkin tercapai lewat Bank Jatah,” kata Ketua LPPM Unilak, David Setiawan, saat berdiskusi dengan Bertuahpos.com pada pertengahan Agustus 2023 lalu.
Menurutnya, saat ini LPPM Unilak tengah mendorong Bank Jatah untuk ekspansi ke produk jadi, seperti sabun, lilin hingga biodiesel. Dorongan ini diwujudkan dalam bentuk capacity building untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian, multiplier effect-nya lebih besar dan penggunaan minyak jelantah secara berulang oleh masyarakat dapat ditekan.
“Salah satu bentuk pelatihannya, bagaimana cara membuat biodiesel dari minyak jelantah dan produk turunan lainnya. Dengan begitu, nilai ekonominya jadi lebih tinggi. Harga beli minyak jelantah di masyarakat akan akan naik, dan antusias masyarakat untuk menabung juga meningkat.
Corporate Secretary PHR WK Rokan Rudi Ariffianto, komitmen melestarikan lingkungan dan menjaga keanekaragaman hayati merupakan salah satu fokus utama program PHR.
Lewat program Corporate Social Responsibility (CSR), PHR memiliki Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Visi dan misi Bank Jatah dianggap sejalan dengan tujuan itu.
Dia mengatakan, Bank Jatah sebelumnya telah didukung berupa pembangunan gudang yang difungsikan untuk menampung minyak jelantah.
Bantuan lain yang diberi PHR berupa dukungan kegiatan sosialisasi, pengembangan SDM, pelatihan digital marketing, termasuk manajerial agar pengelolaan Bank Jatah tertata dengan rapi.
Rudi menyebut, Program bank minyak jelantah ini merupakan salah satu upaya PHR untuk mendongkrak perekonomian masyarakat sekitar daerah operasi yang berbasis peduli lingkungan.
“Melalui program ini diharapkan dapat mendorong kesadaran bersama dalam menjaga lingkungan sekitar,” katanya.***