BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – TNI Angkatan Darat rencananya akan menggelar nonton bareng film G30S/PKI. Itu perintah dari Jendral TNI Gatot Nurmantiyo. Rencana ini sentral dibicarakan karena film itu kontroversial dan pemerintah sejak awal melarang film itu diputar kembali. Mereka akan memutar film itu saat momentum 30 September nanti.
Hal ini juga sudah dibenarkan oleh Jendral TNI Gatot Nurmantoyo sendiri. Bahwa nonton bareng film G30S/PKI itu adalah gagasannya. Sejalan dengan film itu, rencana nonton bareng ini juga kontroversial. Ada yang mendukung film itu diputar kembali, ada juga yang menolak karena konten dari film itu sebuah pengaburan sejarah.Â
Namun Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman masih enggan berkomentar banyak soal ini. Apalagi jika aksi nonton bareng ini dilakukan pula oleh sejumlah komunitas dan pihak tertentu di Riau. “Nanti, nanti, saya dengar dulu. Saya belum tahu itu. Jadi gini. Tunggu dulu. Saya kan akan terima tamu. Saya cari tahu dulu,” katanya, Selasa (19/9/17).Â
Saat itu Andi Rachman sempat meyakinkan bahwa perintah nonton bareng dari Panglima TNI itu dengan tujuan tertentu. Namun kepada awak media, dia memilih untuk tidak melanjutkan komentarnya terkait rencana pemutaran film G30S/PKI itu. “Tunggu dulu ya,” sambungnya.
Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal Wuryanto mengatakan pemutaran film itu dianggap penting bagi bangsa Indonesia, mengingat saat ini ada banyak upaya pemutarbalikan fakta sejarah peristiwa 30 September 1965. Pemutaran film ini penting untuk mengajak generasi muda membaca sejarah.Â
Di era Orde Baru, film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI wajib diputarkan dan ditonton di televisi tiap 30 September. Seluruh sekolah juga mengharuskan murid-muridnya menonton film dan meresensi film tersebut. Pada 1998, bersamaan dengan lengsernya kekuasaan Orde Baru, peraturan tersebut dihapus.
Pengkhianatan G30S/PKI adalah sebuah film kontroversial. Film ini disebut sebagai upaya pembelokan sejarah demi kekuasaan dan hegemoni massal kepemimpinan Soeharto. Setelah Orde Baru runtuh, banyak pihak buka suara mempertanyakan keabsahan narasi sejarah yang dibangun pemerintah dalam menggambarkan peristiwa 30 September 1965 itu. (bpc3)