BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia (SBKRI) pernah diterapkan di Indonesia, khususnya bagi keturunan Tionghoa. SBKRI ini diminta saat warga Tionghoa ingin mengurus KTP, paspor, dan keperluan lain.
SBKRI bermula saat Mao Zedong (pemimpin Cina) mengklaim bahwa seluruh keturunan Cina (keturunan laki-laki Cina) adalah warga negara Cina (ius sanguinis). Klaim ini diperkuat saat PM Cina, Zhou Enlai di forum KAA Bandung mengatakan keturunan Tionghoa Indonesia berutang kesetiaan pada negara leluhur.
Akhirnya, pada 1958, ada perjanjian dwikewarganegaraan antara Indonesia dan Cina. Intinya adalah warga keturunan Tionghoa di Indonesia dipersilahkan memilih kewarganegaraan Cina atau Indonesia. Batasnya pemilihan kewarganegaraan ini adalah tahun 1962.
Setelah orde baru berkuasa, perjanjian 1958 tentang dwikewarganegaraan dinyatakan tak berlaku lagi. Bagi pemegang dwikewarganegaraan dinyatakan stateless (tak memiliki kewarganegaraan), bila tak memilih menjadi WNI.
Tahun 1978, pemerintah melalui Menteri Kehakiman mewajibkan warga Tionghoa memiliki SBKRI. Meski SBKRI ditegaskan hanya untuk warga yang sebelumnya memegang dwikewarganegaraan, namun penerapan di lapangan berbeda.
Pada 8 Juli 1996, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Indonesia. Dalam kepres ini, ditegaskan bahwa bukti kewarganegaraan Indonesia cukup dengan KTP ataupun akta kelahiran. Kepres ini juga menegaskan bahwa SBKRI tak berlaku lagi, dari berbagai sumber. (bpc4)