“Internet itu seperti air yang mengalir dan bisa dimanfaatkan oleh siapapun. Sedangkan Sosmed seperti gelas yang selalu ada di setiap dapur rumah kita. setiap hari pasti akan digunakan.”
___
Sebuah halaman rumah tinggal, di Jalan Permadi IV, Kecamatan Bina Widya, Kelurahan Delima, Pekanbaru, terlihat berbeda dari kebanyakan rumah-rumah di sekelilingnya. Dari arah jalan, rumah yang didominasi cat hijau lusuh itu, tampak dikelilingi semak belukar, rumput-rumput liar menjalar tumbuh subur, terutama di bagian halaman yang lebih dekat dengan jalan. Sedangkan pintu pagar dari baja ringan itu, lebih sering tertutup, terkunci dengan gelungan tali yang diikat mati.
Seorang pria berusia 30 tahunan keluar dari balik pintu pagar. Dia mengenakan kaos biru yang sudah memudar, bertuliskan “pengANGGURan Riau, Since 2018” yang masih bisa dibaca dengan jelas. Pada bagian bawah, dia memakai mengenakan celana hitam berbahan kain, agak menggantung.
Sepintas penampilannya tidak meyakinkan kalau dia adalah Owner Kebun Mini Anggur Pekanbaru. Pria, yang secara penampilan begitu sederhana terlihat, namanya Wahyu Hidayat.
Sambil menggosok-gosok bagian pelipis matanya, dia menyambangi kedatangan Bertuahpos.com pada, Jumat, 14 Oktober 2022. “Maaf ya, aku ketiduran. Motornya dimasukan, Bang. Pagar mau ditutup,” ujarnya.
Saat masuk ke bagian halaman rumah, tumbuhan yang dikira semak belukar tadi, adalah ribuah bibit tanaman dengan berbagai jenis. Hanya menyisakan sedikit ruang dan jalan setapak, selebihnya, di halaman depan dan samping rumah ini dipenuhi dengan bibit tanaman, terutama bibit anggur impor.
Di halaman sebelah kanan rumahnya, Wahyu membangun greenhouse sederhana. Bibit-bibit tanaman siap jual tersusun rapi dalam polybag, berbaur dengan contoh pepohonan juga tumbuh berbalut daun-daun hijau ditopang batang-batang kokoh. Beberapa di antaranya sudah berbuah, namun belum matang, termasuk pohon contoh anggur impor itu, yang dalam hitungan minggu siap dipanen.
Tak pernah terpikirkan bagi Wahyu, kalau demam anggur di Indonesia sekitar Desember 2018, mengantarkannya menjadi seorang pengusaha pembibitan anggur impor di Pekanbaru.
“Awalnya aku penasaran ya, bisa nggak anggur berbuah kalau ditanam di daerah panas seperti Pekanbaru, karena memang belum banyak yang tanam anggur, apalagi sampai berbuah lebat, kan. Nah, dari seorang teman, aku beli bibit anggur lokal, lalu beli batangnya untuk sambungan bibit. Pas aku tanam, eh, tumbuh. Setelah tingginya sekitar 50 centimeter, coba dipindahkan ke tanah. Terus, 5 bulan kemudian berbuah lebat. Di situ lah awalnya, mulai banyak orang yang tertarik.”
Keberhasilan mengotak-atik bibit anggur, menumbuhkan semangat baru bagi Wahyu, dan menjadi awal mula untuknya menjajaki usaha di bidang pembibitan anggur, mengingat sebelumnya dia hanya penjual pisang molen yang biasa mangkal di pinggir jalan saat sore hingga malam hari.
Terlebih, setelah anggur yang dia tanam berhasil berbuah lebat. Hampir setiap kali orang melintas di depan rumahnya, selalu mampir dan bertanya. “Kok, bisa anggur berbuah di Pekanbaru? Beli bibitnya di mana?.”
Tanpa pikir panjang, peluang ini dia tangkap sebagai ladang usaha baru yang hingga kini dia tekuni. Wahyu kemudian semakin intens mempelajari cara pembiakan pembibitan anggur secara otodidak di YouTube. Jaringan dan wawasannya mengenai peng-anggur-an semakin luas, setelah tergabung dalam Komunitas Anggur Riau yang aktif berbagi informasi seputar budidaya anggur di grup WhatsApp, hingga menjadi anggota di Komunitas UMKM Riau.
Berkah Pandemi, WFH Jadi Peluang Cuan
Setelah berhasil mengembangkan bibit anggur, tak sulit bagi Wahyu untuk memanfaatkan digital sebagai sarana pemasaran. Bibit-bibit anggur yang siap tanam, di jepret dengan kamera ponselnya, lalu diunggah ke marketplace Facebook.
“Ya, biasa lah. Awal-awal pastinya belum ada respon yang menggembirakan,” ungkapnya.
Sembari menyimpan jejak digital di dunia maya, Wahyu berinisiatif membuka stand di Car Free Day (CFD) di hari Minggu. Kebetulan anggur yang ditanam sudah berbuah. Tak ayal, stand bibit anggurnya menjadi pusat perhatian setiap pengunjung kala itu, walaupun transaksi jual beli belum begitu memuaskan.
Salah satu trik yang digunakan, yakni menyebar kartu nama sebanyak-banyaknya. Selain menjajakan bibit anggur, Wahyu menyiapkan sebuah kota khusus yang berisi kartu nama.
“Kadang ada yang tertarik tapi nggak bawa uang lebih, jadi mereka ambil kartu nama. Selain itu, setiap yang beli bibit anggur pasti aku sertakan kartu nama.”
“Aku juga nggak mau pelanggan kecewa kan. Mereka baru tanam anggur, belum mengerti bagaimana perawatannya. Jadi, mereka yang beli bibit sekalian bisa konsultasi via WA. Alhamdulillah, kalau buka stand di CFD itu dapat lah omzet Rp200 ribu hingga Rp500 ribu. Aku jualan di CFD itu sampai masuk pandemi Covid-19, dan CFD ditutup,” kata Wahyu.
Pandemi Covid-19 yang melanda Riau pada Maret 2019 sempat membuat Wahyu agak bimbang untuk melanjutkan usahanya. Namun, ibarat kata pepatah, “…rezeki itu tak berpintu dan bisa datang dari mana saja.” Inilah yang dialami Wahyu. Tak pernah disangka-sangka, bahwa jejak digital yang ditinggalkan di marketplace Facebook, mulai mendatangkan hasil.
“Justru, pandemi Covid-19 selama 2 tahun itu menjadi masa-masa puncak penjualan bibit anggur aku,” ujarnya sumringah.
Bagaimana tidak, saat semua orang harus melakukan aktivitas dari rumah atau WFH (work from home), banyak dari mereka yang kebingungan. Salah satu kegiatan yang paling mungkin untuk dilakukan, yakni bercocok tanam di pekarangan rumah untuk mengisi waktu senggang.
“Salah satunya, bibit anggur aku lah, yang jadi sasaran untuk dibeli,” tuturnya sambil tertawa.
Jika sebagian orang menganggap pandemi adalah ujian bagi bisnis mereka, usaha yang digeluti Wahyu justru berbeda 180 derajat. Wahyu kebanjiran order bibit anggur dari berbagai daerah, terutama daerah-daerah di Riau yang masih bisa dijangkau melalui jasa travel. Bahkan dalam sebulan, puluhan hingga ratusan bibit anggurnya laku terjual. Adapun rata-rata pemesanan dilakukan via Facebook.
“Kalau pengiriman via paket kita nggak layani, karena bibit anggur itu rawan rusak. Jadi kalau ada yang pesan, biasanya diarahkan langsung ke rumah untuk ambil bibit,” katanya.
Sekitar 2 tahun pandemi Covid-19 melanda, selama itu pula dia merasakan berkah yang tak pernah disangka-sangka. Rata-rata omzet penjualan bibit anggurnya mencapai Rp20 juta per bulan, dan semakin ke sini, usaha pembibitan anggurnya kian berkembang.
Meski bibit anggur sebagai bisnis utamanya, kini Wahyu juga mengembangkan jenis bibit tanaman lain, seperti alpukat, mangga, lengkeng, delima, jambu madu, dan lain-lain.
Pentingnya Kecakapan Digital dan Optimasi
Digitalisasi telah menciptakan dunianya sendiri di era ini. Terlepas dari dampak positif dan negatif yang ditimbulkan, kecapan dan literasi digital menjadi sebuah keharusan yang tak bisa lepas dari setiap sendi kehidupan.
Jika dulunya internet hanya untuk kalangan atau kelompok tertentu, kini internet seperti air yang mengalir dan bisa dimanfaatkan oleh siapapun. Sedangkan Sosmed itu seperti gelas yang selalu ada di setiap dapur rumah kita, “…dan setiap hari pasti akan digunakan,” kata Wahyu mengemukakan pandangannya soal betapa pentingnya kecakapan dan literasi digital saat ini.
“Sekarang tinggal kita, apakah akan mengisi gelas itu dengan air sirup atau comberan? Orang kan bisa melihat secara langsung dan bisa menilai sendiri mana yang menarik, dan mana yang tidak. Mungkin selama ini aku selalu menaruh sup buah anggur di dalam gelas yang aku miliki. Dari sekian banyak orang yang melihat, suatu saat mereka penasaran, lalu mereka tertarik dan ingin mencoba,” jelasnya.
Kata Wahyu, kecakapan digital menjadi hal terpenting dalam mengembangkan usaha, terutama bagi mereka yang baru terjun ke dunia bisnis di zaman kini.
Namun sebelum itu, literasi digital menjadi pondasi paling dasar yang berfungsi sebagai pemilah, apakah kecakapan digital yang dimiliki akan dimanfaatkan untuk hal baik atau buruk.
“Pilihannya cuma itu, dan aku meyakini, untuk literasi digital dasar, kita semua sudah paham lah. Tapi tidak semua orang punya kecakapan digital,” tuturnya.
Dari pengalamannya mengembangkan usaha, langkah awal yang harus dilakukan, menurut Wahyu, yakni memperkenalkan diri kepada pasar digital. Dia mengibaratkan seperti badut di lampu merah.
“Yang penting nongol dulu, kalau ada yang tertarik, orang terhibur dan mereka tidak keberatan untuk mengeluarkan uang,” sebutnya.
Sama halnya digital marketing, Wahyu menyebut sejak awal dia berusaha meninggalkan sebanyak-banyaknya jejak digital yang positif. Dengan demikian, orang akan tahu apa dia punya, apa yang dia tawarkan.
Lalu, eksistensi. Menurutnya, setiap postingan yang diunggah di sosial media akan menjadi brand tersendiri, sehingga jika ada yang butuh sesuatu, orang akan cenderung mendahulukan apa yang diingatnya. Tentu saja untuk mendapatkan kedua poin ini, kuncinya ada pada inovasi dan kreativitas.
“Istilahnya membangun brand-lah. Eksistensi itu, sadar atau tidak kita telah membangun brand,” sebutnya.
Sama halnya dengan dunia nyata. Dia mengibaratkan, memoles sebuah toko itu untuk tujuan mencuri perhatian banyak orang yang melintas, kemudian mereka penasaran, lalu mampir dan melihat koleksi-koleksi produk. Lalu ada interaksi antara penjual dan pembeli, tawar-menawar, lalu transaksi.
Prinsip dasar dalam memanfaatkan dunia digital untuk pengembangan usaha, sama seperti berjualan produk di sebuah toko. Setiap postingan yang diunggah tujuannya untuk menarik perhatian sekian juta orang yang tengah berselancar di dunia maya. Ada mereka yang memang mencari produknya, atau ada yang cuma sekedar lewat saja.
“Nah, bagaimana orang-orang ini tertarik untuk masuk ke halaman Sosmed kita. Awalnya aku juga nggak pernah mikir sampai situ, yang penting fotonya menurutku bagus, beri keterangan, posting, udah. Tapi semakin kesini aku sadar, ternyata itu bagian terpenting untuk menarik orang di dunia maya,” tuturnya.
“Nah, jika mereka tertarik, mereka akan masuk, melihat foto-foto produk yang kita unggah, lalu terjadi interaksi. Nah, di bagian ini biasanya banyak yang terlewatkan.”
Dia mengungkapkan, saat ada respon dari calon customer yang mampir ke Sosmed atau website, sudah selayaknya ada respon dari pihak yang menawarkan produk sebagai bentuk dari pelayanan di dunia maya. Semakin intens komunikasi terjalin, maka semakin besar peluang produk akan laku terjual.
“Yang cuma tanya-tanya aja, banyak. Nggak apa-apa. Itu justru menjadi momentum bagi kita untuk mengukur sejauh mana keramahan yang kita berikan,” sambung Wahyu.
Untuk saat ini, setidaknya ada 4 sarana digital yang dimanfaatkan Wahyu sebagai sarana pemasaran produk bibit anggurnya. Adapun keempat sarana digital tersebut yakni marketplace Facebook, Instagram, Youtube, “…dan sekarang saya tengah mengoptimasi untuk google map,” katanya.
“Google Maps itu luar biasa dampaknya. Saat orang search (mencari di mesin pencari Google) bagaimana punya kita muncul di halaman pertama. Lalu, di situ ada alamat, lengkap dengan petunjuk arah, plus nomor kontak, ada foto dan video lagi. Apalagi yang kurang, coba. Semakin bagus rating, semakin besar peluang punya kita muncul di bagian atas pencarian. Beberapa customer kita yang baru bahkan mereka ketemu kita di google maps. Sekarang juga masih terus dioptimasi,” jelasnya.
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi Riau, Erisman Yahya mengungkapkan, Wahyu merupakan satu dari sekian banyak UMKM yang berhasil memanfaatkan kecakapan dan literasi digital dalam mengembangkan usahanya.
“Pada dasarnya, sudah sangat banyak UMKM kita di sini yang berhasil membuktikan itu. Kecakapan dan literasi digital di era ini adalah sebuah keniscayaan, terutama untuk branding dan mendongkrak penjualan. Cerita-cerita seperti Wahyu, banyak. Dari bukti nyata seperti ini, makanya kami sangat mendorong kepada pelaku usaha yang lain untuk go digital,” katanya di Pekanbaru, Sabtu, 15 Oktober 2022.
Erisman menyebut, Riau merupakan salah satu provinsi dengan yang mana UMKM-nya sudah sangat melek digital dalam menjalankan usahanya. “Bahkan, UMKM yang paling banyak memanfaatkan dunia digital dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia salah satunya di Provinsi Riau. Itu berdasarkan hasil survei terakhir, ya,” sebutnya.
Untuk menunjang itu, jelasnya, (Diskominfotik) Provinsi Riau juga sudah meluncurkan beberapa aplikasi yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM untuk menunjang usaha mereka, terutama dari sisi penjualan. Salah satunya, yakni Mata UMKM, dan lain-lain.
Meski demikian, Erisman menyadari bahwa pelaku usaha kecil dan menengah di Riau masih perlu didorong untuk memaksimalkan pemanfaatan digital dalam pengembangan usaha mereka.
Diskominfotik Provinsi Riau bersama beberapa pihak terkait, seperti relawan TIK, hingga kini masih aktif melakukan kegiatan literasi digital kepada masyarakat dan pelaku usaha kecil menengah. “Kami menyadari apa yang kami lakukan masih belum cukup, dan upaya ini harus terus ditingkatkan,” tuturnya.
Dengan adanya kecakapan digital, kata dia, khususnya untuk kalangan UMKM, tentu akan mempermudah mereka dalam menjalankan bisnis dan semakin mudah mendapatkan keuntungan dari sisi finansial.
“Pemerintah daerah tentunya sangat berharap ada banyak pelaku usaha yang bisa seperti Wahyu. Dengan kecakapan digital yang dimiliki tentunya berdampak terhadap kesejahteraan yang lebih luas,” ucap Erisman.
Terjalinnya Relasi dan Ekosistem yang Sehat
Memasuki tahun 2022, seiring dengan pelonggaran kebijakan pemerintah, aktivitas di semua sektor mulai menggeliat kembali. Wahyu, tentunya makin leluasa untuk mengembangkan usaha pembibitannya. Meski penjualan tak semanis saat pandami, namun terbukti usahanya sudah sangat adaptif.
Selama 2 tahun belakangan, dia tidak cuma berhasil memanfaatkan digital sebagai sarana untuk meraup pundi-pundi cuan, tapi, dia juga berhasil membangun relasi lebih luas.
Customer yang dulu hanya bisa berinteraksi via Sosmed, kini sering menyambangi rumahnya, berdiskusi di halaman depan, konsultasi, dan saling berbagi ilmu satu sama lain.
“Sekarang, ada puluhan bahkan mungkin ratusan pelanggan yang masih aktif berinteraksi. Jadi mereka yang beli bibit di sini otomatis kita bimbing. Misalkan dia beli bibit anggur untuk ditanam di pekarangan rumah, sampai anggurnya berbuah aku dampingi.”
“Nah, di Pekanbaru juga ada kampung anggur ya. Sampai sekarang mereka beli bibit di sini. Kalau untuk omzet, meski tidak sebesar waktu pandemi, Alhamdulillah, Rp6 juta hingga Rp10 juta sebulan masih masuk lah,” ucapnya.
Ke depan, Wahyu punya harapan besar. Suatu saat muncul milenial-milenial baru yang memadukan keterampilan digital dan mengolaborasikannya untuk penembangan suatu usaha, terutama di sektor pertanian. Sebab sektor ini sangat menjanjikan.
“Selagi orang butuh hidup, mereka pasti butuh makan, dan sektor pertanian tidak akan pernah mati. Saya mengajak kepada generasi muda, ayolah sama-sama kita kembangkan pertanian. Saya sangat yakin sektor pertanian kita bisa maju dengan dukungan digitalisasi saat ini,” harapnya.***