BERTUAHPOS.COM – Ketua DPD AMPHURI (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia) Riau Kepri, Junaidi S.Kom, M.I.Kom mengatakan pihaknya mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan hal-hal teknis yang masih menjadi kendala dalam penyelenggaraan umrah. AMPHURI menilai sudah terlalu lama waktu yang dihabiskan untuk mempersiapkan keberangkatan jamaah umrah sejak diterimanya nota diplomatik dari Kerajaan Arab Saudi ke Pemerintah Indonesia yang disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam press briefing Sabtu, (9/10/2021) tiga pekan lalu.
“Sebagaimana yang disampaikan Menlu Retno Marsudi dalam konperensi persnya beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah mendapatkan nota diplomatik dari Arab Saudi terkait telah dibukanya kembali umrah bagi jamaah asal Indonesia. Namun sudah hampir satu bulan masih belum ada kepastian, sementara jamaah terus mendesak kapan bisa berangkat,” kata Junaidi, Selasa (2/11/2021).
Junaidi mengakui, sejak diumumkan adanya nota diplomatik dari pemerintah Saudi tersebut, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama sebagai leading sector langsung merespon dan terus berkoordinasi dengan lintas kementerian/lembaga, termasuk pihaknya selaku asosiasi penyelenggara umrah. “Namun sangat disayangkan sampai hari ini belum ada kepastian terkait hal-hal teknis pemberangkatan tersebut. Ini yang membuat kami pertanyakan, ada apa sebenarnya,” kata Junaidi.
Selain itu, Junaidi pun menilai sudah terlalu lama hanya untuk menyelesaikan terkait kendala-kendala yang dihadapi seperti masalah barcode vaksin Indonesia yang informasinya masih belum bisa dibaca di Saudi. Kemudian soal syarat perjalanan umrah yang mewajibkan vaksin covid-19 dosis lengkap, termasuk jenis vaksin yang diakui oleh Saudi, sehingga perlu adanya vaksin booster.
“Mustinya Kementerian Kesehatan sudah bisa mengantisipasi, bahkan kami pun telah menyatakan kesiapan jika dilibatkan,” ujarnya.
Sejauh ini, koordinasi AMPHURI selaku asosiasi dengan pihak penerbangan terus berjalan dan telah sepakat siap untuk kembali menerbangkan jamaah ke Jeddah atau Madinah. Begitu pula dengan seluruh penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) sudah menyatakan bersiap untuk kembali melayani umat Islam Indonesia.
Junaidi menambahkan, AMPHURI pun telah menyampaikan langkah-langkah kongkrit terkait penyelenggaraan ibadah umrah kepada pemerintah, di antaranya:
- Pemerintah agar mencabut kewajiban karantina setiba jamaah di tanah air. Karantina hanya bagi yang tes PCR-nya positif.
- Bila Pemerintah Arab Saudi mempersyaratkan vaksin booster bagi jamaah yang sebelumnya sudah divaksin Sinovac/Sinopharm, maka Pemerintah agar memfasilitasi ketersediaan vaksin booster bagi jamaah umrah.
- One Gate Policy (kebijakan pemberangkatan hanya melalui satu pintu) embarkasi perlu ditinjau karena kondisi geografis jamaah Umrah yang tersebar di seluruh Indonesia. Minimal diadakan embarkasi di 4 (empat) kota yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar.
- Kementerian Agama diharapkan mengkaji ulang rencana karantina di asrama haji pra keberangkatan. Rencana ini diskriminatif karena pelaku perjalanan ke luar negeri non umrah tidak diwajibkan karantina pra keberangkatan. Cukup tes PCR saja.
Sebelumnya, AMPHURI mengapresiasi atas kinerja Menteri Luar Negeri yang telah melakukan upaya diplomasi dengan pemerintah Arab Saudi. AMPHURI juga mengapresiasi upaya yang dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin yang menerima Dubes Arab Saudi untuk Indonesia Essam Abid Al-Thaqafy di kantor Kementerian Kesehatan.
Begitu pula sebaliknya kepada Dubes Essam yang mengadakan pertemuan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama dan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Budi Sylvana di Kedutaan Besar Saudi Arabia (KBSA) menyusul adanya nota diplomatik tersebut.
“Jadi sebaiknya pemerintah segera menyelesaikan hal-hal yang masih menjadi kendala teknis, terlebih Saudi membuka Masjidil Haram seperti normal sebelumnya. Jangan sampai momen baik ini lewat begitu saja tanpa ada kepastian kapan kami bisa memberangkatkan jamaah umrah,” pungkas Junaidi. (*)