BERTUAHPOS.COM (BPC), SIAK – Masyarakat Dusun Kolam Hijau Kampung Buantan Besar Kecamatan Siak sudah putus asa untuk menyekolahkan anaknya. Kondisi ini dikarenakan akses menuju sekolah ke desa sebelah Desa Tuah Indrapura di SDN 10 cukup jauh dan rusak parah.
Jalan rusak yang harus ditempuh itu sepanjang 5 kilo meter. Jalan inipun merupakan swadaya masyarakat setempat yang dibangun secara bergotong royong sejak 2011 lalu. Belum ada campur tangan pemerintah Kabupaten untuk memperbaikinya.
Selama ini banyak warga yang sudah mencoba untuk menyekolahkan anaknya. Namun, kelamaan tidak kuat melintas di jalan gambut yang berkubang dan berlumpur. Dengan kondisi seperti ini, warga pun memutuskan anaknya untuk berhenti sekolah.
Siswa putus sekolah ini berasal dari tingkat berbeda-beda. Ada yang berhenti di kelas dua, kelas tiga dan berhenti di kelas lima maupun tidak tamat sekolah. Parahnya lagi, masih ada juga anak yang buta huruf.
Rani (12) misalnya, anak dari Ngatimin ini masih buta huruf. Rani tidak pernah mencicipi bagaimana rasanya duduk di bangku SD.
“Sudah malu mau sekolah, terlanjur tua sendiri nanti di kelasnya,” ujar Ngatimin, Selasa (26/5/2015) kepada bertuahpos.com.
Lain lagi dengan Widya (13), yang mengaku sangat ingin melanjutkan sekolahnya. Ia terpaksa putus sekolah karena tidak kuat berjalan kaki 3 jam untuk menuju SMPN 03 Bunga Raya. Ia pun tidak pernah tepat waktu untuk sampai sekolah.
Meskipun gurunya sudah memaklumi sering telat masuk, tapi ia dan orang tuanya lebih memilih untuk berhenti di kelas 1 SMP saja.
“Pingin kali lanjut sekolah lagi, Bang. Tapi karena jauh, motor gak ada, jadi sering telat masuknya,” kisahnya.
Dari puluhan anak usia wajib belajar di desa itu, masih ada dua orang lagi yang bertahan untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya.
Keduanya merupakan anak dari pasangan Amir (34) dan Suharti (34). Anaknya Fitri (10) masih duduk di kelas 4 SD dan Rudi (8) duduk di kelas 2 SD. Mereka masih bertahan menempuh total jarak 12 kilo meter untuk menuju sekolah SDN 10 di desa tetangganya itu.
Waktu masih menunjukkan pukul 06:00 WIB pagi. Suharti pun bergegas untuk mengantarkan kedua anaknya ke sekolah dengan sepeda motor bebek.
Suharti hanya mengantarkan anaknya sekolah saat musim hujan saja. Karena jalan rusak dan anaknya tidak bisa membawa motor sendiri, iapun terpaksa mengantar jemput anaknya.
Jalan yang tidak mulus, membuat sesekali motor bututnya itu mendadak mati mesin. Ia harus ekstra hati-hati agar tidak jatuh ke kubangan lumpur gambut. Anak-anaknya, tetap memegang erat ibunya dari belakang. Sesekali, cipratan lumpur dari sepeda motor mengenai kaki anaknya.
Yang lebih parahnya, jika hujan baru turun. Di tengah perjalanan, di medan jalan yang sulit, terkadang harus turun dari sepeda motor. “Itupun harus lepas sepatu biar gak kotor,” katanya.
Meskipun berangkat lebih awal, sudah sering bagi Fitri dan Rudi telat masuk ke kelas. Beruntung, para guru sudah memaklumi kondisinya.
“Ayok mak, cepat nantik kami telat,” desak Fitri dengan nada khawatir kepada ibunya saat ibunya diberhentikan wartawan.
Ibu Fitri harus rela mengorbankan pengerjaan rumahnya demi mengantar anaknya sekolah. Bukan hanya mengantar, tapi Suharti tetap setia menunggu anaknya diluar pekarangan sekolah hingga anaknya pulang.
“Jalanya jauh, kalau bolak-balek habis waktu di jalan. Minyak habis udah berapa, mending ditungguin aja,” timpalnya.
Sedikit berbeda jika musim kemarau. Ia perbolehkan anaknya membawa motor sendiri untuk pergi sekolah. Itupun terkadang, pulang sekolah sambil membawa belanjaan rumah tangga.
Suharti pun tetap semangat karena tingginya keinginan anaknya untuk sekolah. Terbukti, selama tiga tahun berturut, Fitri berhasil meraih juara satu di kelasnya.
Sementara itu menurut keterangan RT setempat Usman RT 04 RW 02 kendala utamanya bukan karena orang tua tidak sanggup membiayai anaknya sekolah. Tapi karena mereka tidak mampu menghadapi kondisi jalan yang ada. Jika dihitung, lebih dari 30 anak sudah putus sekolah karenanya.
“Sudah sempat juga mencoba sekolah, tapi sampai kelas 3 banyak yang berhenti. Sudah putus asa, ya cmana lagi lah,” kata Usman.
Usman meragukan dua orang tetangganya itu entah sampai kapan akan bertahan menjalani sekolahnya jika kondisi jalannya tak kunjung diperbaiki pemerintah,
“Saya takutnya terpengaruh sama temannya yang lain putus sekolah disini. Semoga mereka bertahan menyelesaikan sekolahnya,” tandasnya. (syawal)