Pembangunan Masjid Sultan Ismail Abdul Jalil Syah di Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Provinsi Riau mendapat sorotan dari warga. Pasalnya, mereka mengeluhkan kondisi bangunan yang sudah rusak. Sementara masjid tersebut baru selesai dibangun dan diresmikan.
Masjid tersebut tepatnya diresmikan pada 19 Februari 2016 lalu oleh Bupati Siak Syamsuar. “Baru 4 bulan diresmikan, masjid sudah rusak. Cat sudah terkikis, pas hujan air merembes dari plafon,” kata Rian, salah satu jamaah Masjid Sultan Ismail Abdul Jalil Syah, warga Kampung Benteng Hilir, Kamis (19/5/2016).
Hal senada juga disampaikan Idang, selaku Marbot Masjid Sultan Ismail Abdul Jalil Syah. Setiap hujan turun, kondisi masjid tersebut kerap membasahi lantai dan tempat salat. “Setiap hujan turun pasti kita bersiap siaga untuk mengepel, sebab rembesan air hujan kerap masuk ke dalam masjid,” ujarnya.
Pantauan bertuahpos saat berada di lokasi, terlihat beberapa kerusakan di beberapa titik. Seperti dinding yang mengelupas. Sehingga harus dilakban untuk menghindari pengelupasan, kemudian atap yang berubah warna dikarenakan rembesan air hujan, serta cat yang berserak tak rapi. Idang pun mengatakan, tempat wudhu pria dan wanita ada beberapa kran air yang tidak berfungsi.
Aziz, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Lingkungan dan Pembangunan Riau (PLPR) DPD Siak menilai, pembangunan masjid yang asal-asalan ini dapat membahayakan keselamatan masyarakat dan juga membuat para jamaah tidak nyaman saat melaksanakan ibadah.
“Ini betul-betul jelek, lihat cat yang ‘beselemo’ (berantakan, red) tak rapi, plafon yang bocor akibat rembesan air hujan, cat di dinding banyak yang terkelupas, asal jadi saja,” katanya sambil menunjuk dinding masjid.
Sebagai rumah ibadah, kata Aziz, masjid harusnya dibangun dengan sebaik dan seindah mungkin. Aziz menilai bahwa masjid di Benteng Hilir ini dibangun asal-asalan. Selain itu, Aziz juga menduga masjid dibangun dengan material yang berkualitas rendah.
Nama masjid ini diambil dari nama Sultan Ismail Abdul Jalil Syah yang berasal dari Siak Sri Inderapura dan merupakan putra dari Raja Mahmud, Yang Dipertuan Besar Siak. Sepeninggal Raja Mahmud, Kesultanan Siak Sri Inderapura diperebutkan oleh Raja Ismail dan Raja Muhammad Ali. Karena dukungan Belanda, suksesi ini dimenangi oleh Raja Muhammad Ali.
Kemudian Raja Ismail memilih untuk berkelana di lautan. Pada tahun 1761, Raja Ismail pergi ke Siantan dan di sini ia memperoleh dukungan dari Orang Laut. Setelah memiliki kekuatan serta dukungan Orang Laut, ia mengontrol perdagangan timah di Pulau Bangka dan menyerang Kesultanan Mempawah di Kalimantan Barat.
Pada tahun 1779 Raja Ismail mengambil alih kedudukan Yang Dipertuan Besar Siak dari sepupunya Raja Muhammad Ali. Ia berkuasa hingga tahun 1781 sebelum akhirnya digantikan oleh Sultan Yahya.
Â
Foto dan Narasi: Ely