BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Sebuah bangunan lusuh dan kumuh berada di dalam kawasan Masjid Raya An-Nur, Jalan Hang Tuah, Pekanbaru. Bangunan ini terlihat begitu kontras dengan bangunan lain yang ada di sekitarnya. Pintu masuk ke dalam bangunan itu sudah tidak terlihat lagi dari kejauhan, karena ditambah semak belukar. Ada jalan setapak memandu ke pintu masuk. Sekelilingnya tidak terlihat ada sesuatu yang istimewa.
Di dalam bangunan itu ada dua kolam berenang. Satu berukuran besar. Lainnya berukuran sedikit lebih kecil dari kolam berenang pertama. Kolam itu ke dalamannya sekitar 2 meter. Masih digenangi air. Aroma busuk bercampur bau pesing. Hampir semua permukaan air berlumut. Ada banyak sampah plastik dan sisa pakaian juga di sini.
Itulah Kali Juang. Berada dalam kawasan Masjid Raya An-Nur Pekanbaru, tidak membuat tempat ini megah seperti masjid dan rumah sakit di sekitarnya. Sebaliknya, tempat ini kotor, jorok dan berbau busuk. Hampir semua bagian dari bangunan itu sudah menjadi puing. Kayu dan papan yang dijadikan sebagai dinding pembatas, ambruk kemudian berserakan di lantai. Pecahan kaca ada di mana-mana.
Di sekeliling kolam berenang itu banyak pepohonan besar yang tumbuh tidak terawat. Bahkan sebagian besar lantai keramik tertutup pula dengan daun kering yang sudah membusuk. Kolam ini dikelilingi sebuah tribun yang keadaannya sama dengan bagiannya. Dibuat dengan semen dan gipsum. Bertiangkan besi, beratapkan genteng. Seluruh bagian itu didominasi oleh cat hijau tua.Â
Di belakang tribun itu, ada satu lagi kolam berenang. Ukurannya lebih kecil dari kolam berenang utama. Kondisinya sama persis dan juga tidak terawat. Ada banyak lumut dan sampah di permukaan air. Ada banyak pohon liar yang tumbuh di sekitarnya. Ada banyak keramik rusak. Jelas sekali menggambarkan bahwa bangunan ini dulunya menghabiskan anggaran yang tidak sedikit dalam proses pembangunannya. Kali Juang tidak semegah dulu. Bangunan itu kini berdiri di balik puing-puing kehancuran.
Sejurus kemudian, terdengar suara samar-samar. Kian lama kiat jelas. Itu adalah suara belasan anak-anak yang tidak tahu dari mana asalnya. Mereka masuk dari pintu utama, seperti baru keluar dari dalam hutan, dan cepat sekali sudah berada di dalam kawasan itu. “Izin Pak Wartawan, Kami berenang ya?” ujar Rudi, seorang bocah seusia MDA itu sambil melenggang masuk ke dalam bangunan kumuh Kali Juang.Â
Dia dan teman-temannya yang lain, sering nyebur di kolam berenang itu yang ada di bagian belakang tribun. Sebab di sini airnya lebih jernih dan lebih dalam. “Iya. Kami tiap hari ke sini, berenang,” ujarnya. “Iya. Dengan kawan-kawan. Berenang di sini tidak perlu minta uang sama gaek (orang tua). Gratis,” sambungnya sambil tertawa.
​
Belasan teman lainnya hanya tertawa mendengar bicara Rudi. Begitu lepas, tanpa rasa segan sedikitpun. Sepertinya, dia dan teman-teman lainnya menjadi pelanggan setia menggunakan fasilitas Kali Juang ini. Sebab dulu, dia juga sering dibawa ibunya ke sini. “Dulu bagus bang. Awak (saya) sering dibawa gaek ke sini,” ujar Rudi.
Perbincangan ini hanya sambil lewat saja. Dia kemudian melepas seluruh pakaiannya dan memanjati sebuah besi penopang atap. Dengan sekejap dia sudah berada di atas sana tanpa busana. Dia yang pertama kali membuka aksi dan berusaha membuat teman lainnya terpukau dengan itu. Tanpa ragu dia melompat dari atap setinggi empat meter itu, kemudian brusss… Tubuhnya sudah hilang di balik lumut-lumut kolam.
“Rud, pakai cenana. Nanti gatal-gatal,” kata Revan, teman Rudi yang masih duduk mencangkung di bibir kolam. “Awak alah tabiaso. Beko basah celana, curiga gaek den (nanti kalau basah celana curiga ibu saya),” ujarnya dengan logat Minang. Seperti itulah kira-kira. Meski dengan kondisi yang sudah hampir runtuh, Kali Juang tetap “mempesona” bagi belasan anak-anak ini.
Di tengah asiknya melihat anak-anak itu mandi, muncul dua orang remaja tanggung, perawakan kurus. Satu kenakan kaos hitam polos, satu lagi pakai kaos putih bermotif. Mereka tidak kaget dengan anak-anak yang tengah mandi, sebab di sini pemandangan itu sudah biasa. Setelah melihat-lihat, kedua remaja itu pergi. (bpc3)