BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – PTÂ Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dianggap sebagai perusahaan raksasa tapi tidak patuh pada negara. Pernyataan ini dilontarkan oleh Sekjen Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) Isnadi Esman.Â
Ini sejalan dengan surat peringatan untuk kedua kalinya dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) No. S.1254/MENLHK-SETJEN/ROUM/HPL.1/10/2017 tanggal 6 Oktober 2017 kepada PT. RAPP itu, yang merupakan indikator kongkrit bahwa RAPP sama sekali tidak memiliki kepatuhan terhadap aturan pemerintah khususnya Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
“Dengan surat peringatan tersebut secara otomatis RAPP tidak memiliki acuan kerja yang berkekuatan hukum untuk menjalankan oprasionalnya. Langkah bijak pemerintah yang dalam hal ini Menteri KLHK sudah dianggap tepat jika ditindaklanjuti dengan pencabutan izin areal konsesi RAPP di wilayah pesisir dan pulau kecil bergambut di Riau, seperti di Kabupaten Pelalawan, Siak, Bengkalis, dan Kepulauan Meranti. Kerusakan ekosistem gambut, konflik tenurial/tanah dan sosial, kehilangan sumber-sumber kehidupan yang sudah berpuluh tahun dialami masyarakat merupakan akumulasi dari ketidakpatuhan RAPP dalam menjalankan usaha bisnisnya,” ungkapnya.
Baca:Â PHK Karyawan RAPP Hanya Isu Liar yang Digulirkan
RAPP Akui Ada Masalah dengan Operasional Perusahaan
Desakan Izin RAPP Dicabut Masih Bergulir
Dia menyebut, Nawacita pemerintahan Presiden Jokowi memiliki komitmen atas Perhutanan Sosial (PS) dengan target 12,7 juta hektare secara nasional, 1,4 juta hektare dari target itu ada di Provinsi Riau. Buruh perusahaan RAPP tidak akan terlantar dan akan mampu mandiri jika diberikan peluang untuk mendapatkan hak pengelolaan dengan skema Perhutanan Sosial di lahan-lahan konsesi yang di cabut izinnya.Â
“Sudah saatnya masyarakat Riau yang selama ini hanya menjadi buruh kasar di perusahaan seperti RAPP dan APP mendapatkan kembali martabatnya dengan diberikan hak atas tanah. Cukup sudah kita hanya dijadikan buruh diatas tanah kita sendiri. Hidup buruh, hidup masyarakat gambut,” tambahnya.Â
Dalam situasi ini kebijakan pemerintah diharapkan akan menjadi keputusan terbaik untuk masyarakat, Gubenur dan Bupati didesak harus mendukung upaya pemerintah untuk memperbaiki kebijakan atas gambut. Gubernur dan bupati harus peduli terhadap kehidupan masyarakat gambut baik yang buruh maupun yang berada di desa-desa yang terdampak langsung dengan keberadaan oprasional perusahaan-perusahaan disektor kehutanan. Jangan biarkan situasi ini menjadi bola liar dan mainan politik.
“Untuk itu, kami mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat gambut, petani, buruh, masyarakat adat, komunitas lokal dan mahasiswa serta elemen-elemen lainnya untuk bersama-sama bahu membahu mendorong tindakan tegas pemerintah untuk mencabut izin-izin HTI di wilayah gambut dan mendistribusikan untuk kesejateraan rakyat Riau dengan skema dan mekanisme yang ada di pemerintah,” tambahnya. (bpc3)