BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Skandal 18 ton beras oplosan di Pekanbaru berhasil terungkap setelah kepolisian melakukan pendalaman atas laporan masyarakat. Pelaku memanfaatkan beras Bulog SPHP 5 kilogram, lalu dioplos ke beras premium 10-20 kilogram.
Dari pendalaman polisi, para tersangka mengakui mereka dapat beras premium dari pengepul karung bekas di Pekanbaru. Beras oplosan itu lalu dijual di Pekanbaru dengan harga Rp14-15 ribu per kilogram.
Dari kasus ini, polisi mengungkap total sekitar 18 ton beras oplosan yang menjelma jadi beras premium. Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan, bukan cuma masyarakat, negara juga sangat dirugikan atas kasus ini.
Kasus ini terungkap dari informasi masyarakat yang curiga adanya kegiatan pengemasan ulang, alias ganti karung dari beras Bulog SHSP 5 kilogram menjadi beras premium dengan merk terkenal.
Dari hasil pendalamannya atas laporan itu, Tim Subdit I Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau menemukan adanya kegiatan pengoplosan di sebuah toko di Labuh Baru Barat, Pekanbaru, pada 15 November 2023.
Di lokasi, seorang pria berinisial RS, tengah membongkar 4 karung beras Bulog dari dalam truk. Supir truk inisial YP mengaku, bahwa beras tersebut juga diantar ke toko lainnya di kawasan Pandau Permai, Kampar—berbatasan dengan Kota Pekanbaru. Di lokasi kedua itu, seseorang berinisial AI diamankan petugas. Ia adalah karyawan toko.
Kapolda mengatakan praktik ini telah membuat para pelaku mendapatkan keuntungan besar, namun merugikan masyarakat dan negara. Dia memastikan bahwa upaya pendalaman masih akan dilakukan, “…para tersangka mengaku mereka dapat beras premium dari para pengepul di Pekanbaru,” katanya.
Kedua pelaku disangkakan melanggar Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf d dan huruf f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling Rp2 miliar.
Pada Maret lalu, kasus serupa pernah terungkap di Majalengka. Bahkan beras oplosan dilakukan di sebuah pabrik penggilingan padi. Kasus ini terungkap karena di daerah itu mengalami kelangkaan beras kala itu. Modusnya hampir sama dan aksi pengoplosan itu dilakukan demi mendapatkan keuntungan lebih.***