BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU —
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menduga adanya oknum nakal dalam pengurusan sertifikat tanah. Hal ini tentu saja menjadi catatan masalah serius bagi pemerintah dalam upaya penyelesaian persoalan pertanahan di Tanah Air.
Fungsionaris Badan Pengurus Pusat HIPMI Nuril Anwar mengatakan, sejauh ini, organisasi itu menilai bahwa mekanisme kepengurusan tanah sudah sangat baik di bawah Kementerian ATR/BPN.
“Hanya saja pasti masih ada oknum-oknum nakal, itu pekerjaan rumah yang harus dibereskan,” ujar dalam keterangan resmi, Kamis, 11 Februari 2021.
Komentar ini dilontarkan Nuril di tengah ramainya pemberitaan tentang sengketa dan penyerobotan tanah. Teranyar, kasus peralihan nama sertifikat tanah milih orang tua mantan Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal.
Terkait hal itu, Nuril menilai bisa dijadikan momentum pemerintah untuk pembersihan mafia tanah. Penyelesaian masalah tanah di Indonesia memerlukan kolaborasi berbagai pihak mengingat kompleksnya persoalan tersebut.
“Kalau Badan Pertanahan Nasional (BPN) bekerja sendiri tidak mungkin bisa, karena beberapa masalah pertanahan ini ada dimensi hukum dan adatnya, sehingga perlu kolaborasi dengan polisi dan masyarakat,” ujarnya.
Secara terpisah, Menteri ATR/Kepala BPR Sofyan Djalil mengungkapkan rata-rata sengketa tanah di Indonesia terjadi karena satu orang bisa menguasai banyak tanah.
Orang-orang yang memiliki banyak tanah tersebut, lanjutnya, kerap abai dalam menjaga, merawat serta memanfaatkan tanahnya sehingga akhirnya tanah tersebut dikuasai orang lain.
“Rata-rata yang bersengketa adalah orang yang punya tanah banyak. Tanahnya di mana-mana, enggak dirawat, enggak dijaga, enggak pernah dikunjungi. Tiba-tiba kemudian ada yang baru tahu, begitu ada masalah,” ucap Sofyan dalam konferensi pers.
Untuk itu, Sofyan mengimbau masyarakat yang memiliki banyak tanah untuk melakukan perawatan dan pemanfaatan. Terlebih, tanah yang sudah berstatus hak seseorang tetap bisa dikategorikan sebagai tanah telantar dan jadi objek penertiban tanah jika tidak digunakan sesuai peruntukannya. (bpc2)