BERTUAHPOS.COM, SUMBAR – Nagari Gunung Melintang, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat memiliki sebuah tradisi unik yang bernama Alek Bakajang.
Ini adalah tradisi unik yang biasanya dilakukan masyarakat setelah hari Idulfitri.
Tradisi Alek bakajang adalah tradisi yang sudah ada semenjak ratusan tahun silam, dan sampai saat kini tradisi Alek Bakajang dijalankan dan dipertahankan oleh masyarakat. Tradisi ini banyak mengandung nilai-nilai positif didalamnya, seperti kerjasama dan kejujuran, terbentuknya etika dan tersalurnya kreatifitas anak muda dalam kesenian.
Kajang berarti perahu atau sampan. Kajang digunakan untuk hiburan dan alat untuk mengarungi Sungai Batang Mahat dengan tujuan meningkatkan silaturahmi anak kemenakan empat suku yang ada di Jorong Nagari Gunung Melintang tersebut.
Secara sepintas kita melihat alek bakajang ini hanya untk silaturahmi biasa, namun jika dilihat lebih dalam lagi para pelaku bakajang ini adalah anak muda, niniak mamak, alim ulama, dan seluruh aspek masyarakat dari empat suku berbeda yang ada di Gunung Melintang. Dalam perbedaan mereka masih bisa saling bahu- membahu dalam keadaan rukun dan damai.
Bakajang memiliki dua pengertian, yakni perahu dan pembaharuan. Perahu merupakan alat transportasi nenek moyang warga Gunung Melintang yang tinggal di pinggiran Batang Mahat pada zaman dahulu. Sedangkan pembaharuan adalah kegiatan memperbaharui silaturahmi antara mamak dengan kemenakan serta anak nagari yang digelar setelah hari Idulfitri.
Di aliran Batang Mahat, sebanyak lima buah perahu sudah disulap para pemuda di empat Jorong menjadi kapal berukuran besar dan dirancang berbagai bentuk menyerupai kapal pesiar.
Dahulunya, Bakajang dilakukan untuk melihat sanak saudara dilakukan memakai sampan atau perahu. Hal ini yang kemudian menjadi tradisi di nagari Gunung Melintang. Biasanya, alek Bakajang digelar lima hari dimulai hari keempat bulan Syawal. (mg4)