BERTUAHPOS.COM – Konflik lahan antara petani kelapa sawit di Desa Sungai Raya dan Sekip Hilir, Kecamatan Rengat, Indragiri Hulu (Inhu), dengan PT Alam Sari Lestari (ASL) semakin memanas.
Para petani dituding menguasai lahan milik perusahaan, yang berujung pada dugaan kriminalisasi oleh penyidik Polda Riau.
Polemik ini mencuat setelah Unit 1 Subdit III Ditreskrimum Polda Riau memanggil seorang petani untuk dimintai keterangan sebagai saksi pada penyelidikan dugaan tindak pidana penggelapan hak atas tanah dan pemalsuan dokumen terkait Hak Guna Usaha (HGU) PT ASL di Desa Talang Jerinjing, Kecamatan Rengat Barat, pada 3 Oktober 2024.
Nasri Nasution, S.H., kuasa hukum kelompok petani Sungai Raya, mengecam tindakan penyidik Polda Riau yang dinilai tidak profesional dan menyebabkan keresahan di kalangan masyarakat Inhu. Ia menegaskan bahwa kliennya tidak pernah melakukan penggelapan atau pemalsuan surat atas lahan HGU PT ASL. Menurutnya, lahan tersebut sudah dikuasai petani selama belasan tahun, namun kini tiba-tiba diklaim sebagai bagian dari wilayah perusahaan.
“Petani kami hanya mencari nafkah di lahan yang mereka kelola, dan mereka tidak pernah merasa menyerobot atau menggelapkan lahan milik PT ASL,” tegas Nasri kepada wartawan, Senin (14/10).
Nasri menjelaskan bahwa berdasarkan dokumen yang dimiliki petani, lahan tersebut dulunya merupakan bagian dari kerja sama dengan PT Bertuah Aneka Yasa (BAY). Namun, kerja sama tersebut tidak jelas sehingga lahan menjadi terlantar, dan bukan PT ASL yang menerima lahan tersebut.
Keabsahan klaim petani ini diperkuat oleh keputusan Bupati Indragiri Hulu Nomor 471 Tahun 2004 tentang izin usaha perkebunan untuk PT BAY, serta surat keterangan tanah yang dikeluarkan pada tahun 1988 oleh Kepala Desa Sungai Raya, Burhan. Dalam surat tersebut, lahan seluas 2.500 hektar dicatat sebagai milik masyarakat untuk keperluan pertanian dan perkebunan.
Bahkan, jika ditelusuri lebih lanjut, PT Alam Sari Lestari baru hadir di Inhu pada tahun 2007, sementara PT Bertuah Aneka Yasa telah ada sejak 2004. Hal ini, menurut Nasri, menegaskan bahwa klaim lahan oleh PT ASL tidak diakui oleh masyarakat.
Sebelumnya, puluhan petani sempat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Inhu dan Kantor Bupati pada 10 Oktober 2024. Mereka menuntut pemerintah untuk menyelesaikan tapal batas wilayah agar kasus ini tidak dimanfaatkan oleh oknum aparat penegak hukum.
Syafrisar Masri Limart, Kepala BPN Inhu, berjanji akan menangani masalah ini secara netral dengan memeriksa kembali HGU PT ASL yang diklaim berada di atas lahan milik masyarakat. “Kami akan panggil pihak korporasi dan verifikasi HGU mereka. Selain itu, kami minta petani menunjukkan legalitas lahan mereka,” jelas Syafrisar.
Sementara itu, Kabag Tata Pemerintahan (Tapem) Setda Inhu, Hariyanto, menekankan pentingnya kesepakatan bersama mengenai penetapan tapal batas antara Kecamatan Rengat dan Kecamatan Rengat Barat untuk menyelesaikan masalah ini.
Di sisi lain, Kombes Pol Asep Darmawan, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, membenarkan bahwa penyidik sedang memproses laporan dugaan pemalsuan dokumen terkait lahan HGU PT ASL. Ia menyebut bahwa lahan yang dikelola oleh masyarakat memang masuk dalam wilayah HGU perusahaan.
“Kasus ini masih dalam proses penyidikan. Legalitas lahan pelapor adalah HGU, sementara masyarakat belum memberikan dokumen legalitas lahan mereka kepada penyidik,” kata Asep.
Menanggapi tuduhan bahwa Polda Riau bekerja tidak profesional, Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Anom Karbianto, membantahnya. “Polri tetap bekerja secara profesional. Kami masih memeriksa saksi-saksi dan barang bukti untuk mengungkap kasus ini,” pungkas Anom.