BERTUAHPOS.COM, JAKARTA –Â Rencana Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM) mulai menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Konsumen takut harga barang akan membumbung tinggi jika BBM naik.
Hasil survei konsumen oleh Bank Indonesia (BI) pada Agustus 2014 bilang, tekanan kenaikan harga barabf terjadi pada enam bulan mendatang atau hingga Februari 2015). Ini terindikasi dari naiknya Indeks Ekspektasi Harga (IEH) enam bulan mendatang sebesar 1,1 poin dari bulan sebelumnya menjadi 171,3.
Tak pelak, optimisme konsumen pun melemah. Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) turun 0,9 poin dari bulan sebelumnya menjadi 124,8. Indeks ekspektasi terhadap kegiatan usaha juga berkurang 3,4 poin menjadi 126,6. “Masyarakat khawatir penurunan subsidi BBM akan mendorong tingginya inflasi dan memperlemah daya beli masyarakat,” jelas survei yang dipublikasikan Kamis (4/9).
Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Doddy Ariefianto, menilai, konsumen merasa khawatir karena BBM bersubsidi berkontribusi 60% dari biaya distribusi barang. Kini, tugas pemerintah baru nanti untuk mencegah harga barang tidak melambung tinggi.
“Jangan digembar-gemborkan dulu rencana kenaikan, lebih baik diam-diam saja dan langsung dieksekusi,” kata Doddy, Jumat (5/9). Ini berkaca pada pengalaman tahun lalu, harga barang naik sejak isu kenaikan BBM berhembus.
Ekonom Bank Danamon, Dian Ayu Yustina berpendapat, kenaikan BBM harus dilakukan secara bertahap dengan persentase kecil. Dengan kenaikan harga BBM Rp 1.000-Rp 1.500 per liter per tahun, kenaikan harga barang tak melambung. Kenaikan bertahap tak memberatkan pengusaha dalam menanggung peningkatan biaya produksi. Jadi, kenaikan BBM hanya berimbas pada indeks harga produsen, bukan indeks harga konsumen.
Hendrawan Supratikno, Anggota DPR PDI Perjuangan, bilang, Tim Transisi masih membahas rencana kenaikan harga BBM. Saat kebijakan tersebut berlaku, akan ada langkah mencegah melonjaknya harga barang. (Kontan)