BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Di tengah ketidakpastian lonjakan harga komoditas di pasar dunia, pemerintah harus memikirkan berbagai upaya untuk menjaga stabilitas kondisi domestik. Dengan demikian, pemerintah daerah diminta agar mampu mengelola keuangan secara ‘cerdas’.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan, daerah sejatinya harus bisa menjaga diri atas perubahan yang kadang-kadang bergerak sangat luar biasa.
“Daerah harus sadar, pergerakan dan perubahan itu sangat cepat. Pergerakan harga komoditas itu sangat ekstrem,” kata Sri Mulyani saat berkunjung ke Riau akhir pekan lalu.
Dalam situasi seperti ini, hal terpenting yang harus dipersiapkan oleh daerah, adalah segala kemungkinan shock yang kemungkinan bisa terjadi kapan saja. Hal ini harus dikelola bersama dengan baik, agar stabilitas di daerah tetap bisa terjaga.
Sri Mulyani mengutakan hal itu, agar pemerintah daerah bisa memaklumi terhadap pola transfer Dana Bagi Hasil atau DBH, yang juga ajan berubah.
Dalam sosialisasi UU HKPD, dia menjelaskan bahwa mekanisme transfer dana ke daerah akan disesuaikan dengan pol T-1.
Selain upaya menjaga stabilitas yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah juga harus bisa menjaga stabilitas keuangan atas perubahan yang akan terjadi.
Sri Mulyani mengatakan UU HKPD mengubah pola transfer dana DBH ke daerah penghasil Migas. Hal ini menyesuaikan dengan kondisi shock absorber yang mungkin akan dialami daerah saat harga minyak dunia jatuh.
“DBH yang dibagihasil-kan selama ini, selalu dihitungan kurang bayar dan lebih bayar. Kalau situasinya berbeda. Misal di APBN sudah diasumsikan harga minyak sekian, ternyata jatuh sampai minus. Harusnya, yang dibagihasil-kan ke daerah penghasil juga merosot. Maka daerah juga akan shock,” terangnya.
Dia mengatakan, kondisi terburuk itu pernah terjadi pada tahun 2020 lalu, bahkan selama dua hari harga minyak dunia anjlok di Rp0, atau minus. “Dua hari (harga minyak pernah jatuh). Daerah juga shock, karena penerimaan negara jatuh,” terangnya.
Oleh sebab itu, untuk membayar lebih dan kurang bayar DBH Migas ke daerah, Kementerian Keuangan melakukan shock absorber-nya. “Di dalam UU HKPD ini ada beberapa perbaikan,” terangnya.
Adapun pola perbaikan yang diatur dalam UU tersebut, untuk proses alokasi DBH Migas ke daerah ditetapkan T-1. “Jadi kalau tahun ini harga minyak tinggi, pasti tahun depan Riau akan dapat DBH lebih tinggi. Artinya, kami di pemerintah pusat yang harus menahan shock-nya itu. Jangan sampai dengan pemerimaan DBH yang tinggi, oleh daerah duitnya habis,” terangnya.
Pertimbangan ini, kata Sri Mulyani, atas dasar ketidakstabilan ekonomi masyarakat akibat kenaikan subsidi pemerintah untuk minyak, listrik, elpiji, termasuk subsidi pangan yang dilakukan pemerintah saat ini.
Jika semua pemerimaan negara tersebut dihabiskan untuk sibsidi, maka tahun selanjutnya untuk transfer DBH ke daerah, maka pusat harus mencari dana dari sumber lain.
Dijelaskan, shock absorber merupakan konsep yang diatur oleh pemerintah pusat untuk menjaga agar penerimaan DBH Migas oleh daerah penghasil tetap stabil, sehingga tetap memiliki kepastian pendapatan. (bpc2)