BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Saat bertandang ke lokasi itu pada Kamis, tanggal 11 Februari 2016. bertuahpos.com menelusuri sebagian Desa Pulau Rambai dengan menggunakan sampan dayung. Meski dengan kondisi basah kuyup, warga dengan pelampung ban mobil yang sedang bermain air di depan rumahnya tetap melepas senyum ramah.
Sebagian para orang tua bahkan sempat membentang jaring dan menebar jala untuk mencari ikan di sekitar halaman rumah mereka. Berharap beban kerugian yang kini mereka tanggung, bisa lepas dari pikiran sesaat, dengan aktifitas yang mereka lakoni, sembari mengunggu air surut.
Para ibu rumah tangga ada yang mencuci pakaian di tangga depan rumah. Sesekali mereka melambaikan tangan di hadapan kamera. Bahkan seorang bapak terlihat sedang menghibur anaknya yang masih balita, dengan terjun dari pintu rumah, kemudian menghempas tubuh dalam air. Sang anak pun cekikikan.
Kemudian dia berteriak sambil bercanda, “Tolong kami, Pak wartawan. Rumah kami tenggelam.” Mendengar teriakan sang ayah sambil mengacungkan kedua tangannya, si bocah kembali tertawa.
Selain ratusan rumah warga, bangunan sekolah TK, SD dan MTs, serta sebuah mesjid juga ikut tenggelam. Kalau-kebun karet dan kebun sawit warga, jangan ditanya lagi. Aliran getah pohon karet sisa nakik (deres) yang tertampung dalam tempurung sudah hanyut entah kemana.
Musibah banjir yang menerjang desa ini, pada awal tahun 2016 lalu, diakui warga adalah bencana terparah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dulu, musibah yang sama pernah terjadi pada tahun 1978. Kata Husni, warga di sekitar Desa Danau Bingkuang, ketika itu dia tengah duduk kelas 1 SMP. “Tapi airnya naik tidak separah ini. Pelan-pelan. Jadi warga sempat selamatkan barang-barang mereka,” ujarnya.
Musibah yang disebabkan akibat dibukanya pintu air waduk PLTA Koto Panjanag itu memang rutin terjadi hampir setiap tahun. Tiga minggu sebelum musibah banjir besar ini, perkampungan di Pulau Rambai ini juga sudah digenangi air. Namun tidak terlalu membuat masyarakat merasa khawatir.
Hingga saat ini bantuan sembako yang datang hanya bisa untuk masyarakat korban banjir bertahan. Sementara itu, kucuran dana sebesar Rp 500 juta dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), untuk bantuan korban bajir di Riau, pada tahun lalu, dipastikan tidak cukup.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kampar, Santoso, selesai menghadiri rapat di kantor BPBD Provinsi Riau, sudah memperkirakan, bahwa kucuran anggaran sebesar itu kurang, jika dibandingkan jumlah korban banjir di Kampar secara keseluruhan.
Anggaran sebesar Rp 500 juta itu harus dilakukan sistem “belah semangka”, Rp 250 juta untuk bantuan korban bajir di Kabupaten Kampar, dan Rp 250 juta lagi untuk korban banjir di Kabupaten Rokan Hulu. “Kami bisa pastikan tentusaja itu tidak cukup, jika dihitung dengan jumlan korban banjir,” katanya
Anggaran Rp 250 juta tersebut, harus dibagi lagi untuk biaya perbaikan jalan putus menuju 4 desa yang kini terisolir di wilayah Kampar Kiri Hulu. “Dana bantuan itu termasuk untuk memperbaiki akses jalan yang putus, dan bantuan logistik untuk korban banjir,” sambungnya.
Sementara setelah semua stakeholder duduk satu meja di Provinsi Riau, menyepakati musibah banjir ditahun itu menjadi status darurat bencana banjir dan longsor. Hal ini dilakukan mengingat jumlah wilayah yang terendam banjir di Riau semakin bertambah.
Sebelumnya, tiga daerah yang juga dihantam musibah itu, yakni Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi serta Rohul sudah menetapkan status tanggap darurat bencana banjir. Kepala BPBD Riau Edwar Sanger, bersama TNI, BPBD Daerah, Basarnas, Dinas Kesehatan Provinsi dan instansi terkait telah menetapkan status tanggap darurat bencana banjir itu. Semua pihak yang terlibat dalam hal ini, telah menyatakan diri untuk siap menurunkan anggotanya, bantu tenaga turun ke lokasi bencana untuk melakukan peyisiran evakuasi. (Bersambung).
Penulis: Melba Ferry Fadly