BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Pemerintah Provinsi Riau didorong bikin Perda soal uji emisi kendaraan euro 4. Langkah ini dianggap perlu untuk mengobati penderitaan rakyat terhadap pembatas BBM subsidi dengan diterbitkan penerapan BBM kualitas tinggi.
“ya itu cocok sekali. Pemerintah daerah semestinya memanfaatkan momentum ini, menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang uji emisi kendaraan standarisasi Euro 4,” kata ekobom dari Universitas Riau Dr Dahlan Tampubolon.
Doktor ekonomi kajian urban studi Universitas Malaya ini mengungkapkan Pemda selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat bisa bantu mendorong percepatan penerapan BBM kualitas tinggi di daerah lewat Perda tersebut.
“Semisal Pergub khusus uji emisi untuk standarisasi Euro 4 bagi kendaraan, saat pengurusan perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sekali lima tahun,” tambahnya.
Sebagai pendukung, kata Dahlan, DLHK Provinsi mesti ikut terlibat dalam uji emisi bersama Bapenda di Samsat. “BLHK harus menjadi pioner melarang kenderaan plat merah menggunakan bensin di bawah standar Euro 4. Ini akan menjadi kebijakan internal sekaligus pemacu dan contoh bagi masyarakat.
Ke depannya, selain mendukung program pengurangan emisi, juga bisa jadi retribusi Uji Emisi dan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah Riau. Hal ini juga mampu untuk menepis anggapan ‘Riau sebagai penyeimbang minya terbesar namun tak dapat manfaat apapun dari sisi pelayanan BBM’, yang berbanding terbalik dengan negara tetangga
“Ini karena masih adanya opsi bagi konsumen memilih bensin hingga 6 jenis. Mulai dari Premium, pertalite, dexlite, solar, pertamax, dan pertamax jumbo. Bandingkan dengan Malaysia saja yang hanya menyediakan bensin RON 95 dan 97. Belum lagi Malaysia menjual BBM RON 95 (setara pertamax plus) hanya Rp5.100 jauh lebih murah dibanding premium, pertalite bahkan juga pertamax,” kritik Dahlan.
Kilang Pertamina Belum Siap
Keinginan pemerintah menghapus subsidi BBM berkualitas rendah, bukan isapan jempol. Seiring kebutuhan teknologi otomotif yang up to date. Sebagaimana kewajiban standardisasi Euro 4 tidak hanya mencakup penggunaan bahan bakar, tapi juga teknologi kendaraannya.
“Artinya, kendaraan yang sudah berbahan bakar Euro 4 tidak bisa lagi menggunakan Euro 2. Tentu saja kebijakan itu bisa optimal untuk kendaraan berusia di bawah 10 tahun,” tambah Dahlan.
Penerapan penggunaan standar Euro 4, tujuannya menekan pencemaran lingkungan. Apalagi untuk wilayah perkotaan, yang terdampak sekitar 70% sumber pencemaran dari emisi buangan kendaraan.
Selama ini, kandungan sulfur di bahan bakar yang ada sebanyak 250 ppm atau 300 ppm. Sedangkan, dengan standar Euro 4, standar kandungan sulfur hanya berada di angka maksimal 50 ppm.
Selain itu bertujuan membatasi emisi yang mengandung banyak zat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Sebut saja karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), sampai volatile hydro carbon (VHC) dan sejumlah partikel lain.
Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres 191/2014 yang intinya membatasi distribusi Premium di Jawa, Madura, dan Bali sekaligus mencabut subsidinya. Dikuatkan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas tahun 2015.
Namun Pertamina tidak bisa berjalan sendiri, harus mengikuti pemerintah yang mengambil langkah mundur merevisi perpres.
Konsekuensinya menyalurkan Premium lagi di seluruh wilayah. Bandingkan dengan Permen LHK 20/2017 yang menyiratkan premium, pertalite, dan solar mesti dihapus.
“Dampak penerapan peraturan ini semakin berat. Menghapus BBM beroktan rendah memang penuh tantangan. Kilang Pertamina pun belum sepenuhnya siap memproduksi Euro 4,” ungkapnya.
Sementara operasi Kilang Balikpapan yang menjadi kandidat kuat malah mundur dari 2022 ke 2024. Impor BBM Standar Euro 2 harus ditutup. “RON 88 diperoleh usai RON 92 dicampur naphta, sehingga membuat harga RON 88 lebih mahal dari BBM kualitas lebih tinggi,” ujarnya. (bpc5)