BERTUAHPOS.COM, PEKANBARUÂ – Kisah Orang Bunian sejak lama sudah dikenal di Inhil, Riau. Bahkan hampir semua daerah di Riau juga mengenal istilah Orang Bunian.
Ada banyak peristiwa yang dialami masyarakat berhubungan dengan Orang Bunian. Menurut Iyan, warga di Kelurahan Teluk Pinang, Inhil Riau, keberadaan Orang Bunian bahkan tanpa disadari.
“Kalau dulu, saat hari pekan (pasar), ada banyak masyarakat yang belanja. Setidaknya satu dari sekian banyak mereka yang belanja itu ada Orang Bunian. Diyakini mereka juga punya peradaban sama seperti kita,” katanya.
“Nanti, setiap kali selesai jualan di pasar, dalam tempat duit minimal ada selembar daun, atau potongan kertas koran. Itu biasa dan penjual di sini sudah tahu, oh, itu Orang Bunian yang belanja,” kata Sadari, seorang pedagang sayur di desa ini.
Orang Bunian adalah sebangsa jin. Masyarakat setempat meyakini kalau mereka punya kehidupan layaknya manusia. Mereka menikah, melahirkan, berkeluarga, bermasyarakat, dan punya tempat tinggal.
Hanya saja Orang Bunian berada di alam lain sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Bahkan, menurut cerita warga, pernah ada kasus pernikahan antara manusia dengan Orang Bunian.
Orang bunian, dalam catatan wikipedia, adalah mitos sejenis makhluk halus yang dipercaya oleh masyarakat di Sumatera, serta di Malaysia Barat.
Berdasar mitos tersebut, orang bunian berbentuk menyerupai manusia dan tinggal di tempat-tempat sepi, seperti di hutan atau di rumah-rumah kosong yang telah ditinggalkan penghuninya dalam waktu lama.
Di Inhil ada Raja Bujang. Namanya begitu tersohor dan dikenal oleh banyak masyarakat. Hampir rata di kalangan tetua daerah Kepulauan di Inhil ini, jika disebutkan nama Raja Bujang mereka sudah tahu kalau dia adalah Orang Bunian.
Konon dari banyak cerita masyarakat di sana, Raja Bujang adalah seorang manusia yang menjalin hubungan dengan Orang Bunian, hingga pada akhrinya diapun menikah dengan Orang Bunian itu.
“Raja Bujang diangkat menjadi pimpinan untuk menguasai sumber daya alam di hutan dan mengendalikan perekonomian di koloninya,” kata Usman, seorang masyarakat yang dituakan di Parit 11, Teluk Pinang, Kecaman Gaung Anak Serka, Inhil.
Dari ceritanya, nama Raja Bujang juga tersohor di negeri Jiran seperti Malaysia dan Singapur. Dia dikenal dengan perniagaannya yang menjual hasil alam dari hutan seperti damar, kemenyan, rotan dan semambu.
Pada tahun 1990-an, suatu ketika, Usman pernah berangkat ke Malaysia untuk mengunjungi saudara kandungnya yang berdomisili di negeri itu. Setibanya di sebuah pelabuhan bongkar muat barang di sana, seorang toke Cina menghampirinya dan menanyakan asal tujuan Usman.
“Saya bilang ke toke Cina itu, kalau saya dari Indragiri naik kapal ikan ke Malaysia. Kemudia dia bertanya, apakah Raja Bujang sudah berangkat? Sebab orang Cina ini sudah memesan bebedapa ton damar dan rotan dengan Raja Bujang,” katanya.
“Saya heran mengapa orang di Malaysia kenal dengan Raja Bujang. Menurut cerita toke Cina itu, sebulan sekali, Raja Bujang selalu melabuhkan kapal besarnya ke dermaga dengan banyak muatan rotan dan semambu, termasuk kemenyan dan damar, dan barang dagangannya selalu habis,” sambungnya.
“Ternyata, oleh toke – toke Cina di Malaysia, Raja Bujang itu seorang peniaga dari Inhil. Tapi di sini dia dikenal dengan Orang Bunian,” Usman bercerita.
Penelusuran soal keberadaan Raja Bujang di Sungai Inhil juga didapat dari seorang yang dituakan di salah satu desa kecil di pinggiran sungai Gaung, Inhil.
Anaknya, bernama Sani, kepada bertuahpos.com pernah bercerita sewaktu dia kecil dulu, Sani sering di bawa ayahnya yang sudah almarhum masuk hutan untuk menebang kayu.
Untuk menghidupkan api untuk masak dan unggun di malam hari, mereka biasa menyisiri hutan untuk mencari damar kering. Sering ditemukan sisa bongkahan damar kering berserakan di tanah karena sudah jatuh dari batang pohon.
“Kalau jumpa yang seperti itu, bapak selalu bilang kita kalah cepat dengan Raja Bujang. Damar-damar itu sudah lebih dulu diangkut oleh anak buah atau buruh yang bekerja dengan Raja Bujang,” kata dia.
Sementara Wak Abel sendiri, dia adalah seorang nelayan di Sungai Gaung. Dia biasa mencari ikan dengan jaring dan pancing di hulu sungai itu, bahkan hingga berminggu – minggu atau berbulan – bulan.
Selama di sungai, Wak Abel berbekal sebuah kajang (tenda yang terbuat dari atap daun nipah atau daun rumbia) sebagai tempat istirahat.
Konon ceritanya ada salah satu orang bunian yang menemani Wak Abel mencari ikan. Temannya itu pernah bekerja dengan Raja Bujang. (bpc3)
Ikuti terus kisah Wak Abel dalam Liputan Khusus Akhir Pekan di bertuahpos.comÂ
Â
Â