BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Disebuah warung kopi di Desa Dosan, Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak, pertengahan tahun 2013, suasana seketika cair begitu saja. Bertuahpos.com, dan kontributor majalah tempo duduk di meja kayu. Beberapa hidangan mie rebus hangan terhidang. Dan kami ditemani Kepala Desa Dosan ketika itu. Namanya Firdaus.
Sambil menyeruput kopi dan menyantap mie rebut itu, tiba-tiba dia nyeletuk. “Pernah ke Danau Naga Sakti?”. Kamis saling memandan satu sama lain. Firdaus mengerti kalau sebenarnya kami belum pernah kesana. “Besok kita kesana, ya,” sambungnya. “Kalian juga harus tahu tentang mitosnya. Saya tidak bisa bercerita banyak, karena belum ada buktinya,” sambung Firdaus sambil tertawa.
Tak lama berselang seorang pria paruh baya berkopiah hitam, dengan kemeja putih lengan panjang dan berkain sarung merapat ke meja tempat kami duduk malam itu. Namanya Khairuddin. Dia baru usai salat magrib di sebuah mushala yang tidak jauh dari warung kopi tempat kami duduk.
“Air Danau Naga Sakti itu dianggap keramat,” tiba-tiba dia menimpal pembicaraan Firdaus. Khairuddin salah satu orang yang dituakan di desa ini. Kemudian menyusul Dahlan. Dia juga salah satu tokoh masyarakat dan dianggap banyak memberikan kontribusi pemikiran dan ide terhadap pengembangan desa. Maka pada malam itu, suasana seketika berubah sedikit mistik.
Danau Naga Sakti kini sudah terkenal. Dulu, danau ini tidak banyak yang tahu. Tapi bagi masyarakat Desa Dosan, itu bukan sesuatu yang asing. Luas lingkaran danau sekitar 3 sampai 4 hektar. Dikelilingi hutan alam lebat. Sungguh masih terjaga ke asliannya.
Kondisi Danau Naga Sakti tahun 2013 lalu/dok.bertuahpos.com
Kedalaman air di danau mencapai 9 meter, dan berfungsi sebagai sumur resapan. Sedangkan luas hutan yang mengitari danau sekitar 400 hektar. Danau ini tak hanya menyajikan panorama asri dari hutan namun memberikan kekayaan alam yang melimpah. Hanya saja soal kemistikkan danau ini terputus, karena perbincangan kami malam itu terbatas waktu.
Besoknya, Dahlan bersedia menemani kami untuk mengunjungi Danau Naga Sakti itu. Dari Desa Dosan memakan waktu sekitar setengah jam dengan jarak tempuh 15 kilometer. Saat masuk, ada jalan setapak kira-kira 500 meter. Jalan ini langsung menghubungkan ke bibir danau. Di sebelah kiri jalan setepak itu ada sebuah bangunan dengan catputih yang sudah lusuh. Bangunan ini persis seperti sebuah gudang. Ketika kami mulai menyusuri jalan setapak menuju ke danau, keluar sosok lelaki paruh baya tak berbaju dari bangunan itu.
“Kemano, Pak?†sapa Dahlan. Pria baruh baya itu sama sekali tidak bergeming, bahkan melirik pun tidak. Kami terus mengamati gerak-geriknya saat dia melintas berselisih jalan. Namun setelah beberapa meter, dia kemudan menoleh kebelakang dengan wajah sinis, matanya merah, mukanya kusut, dan dia tidak berucap sedikitpun.Â
“Kami nak mancing,†jawab Dahlan sambil bergurau. Setelah mendengar ucapan itu, pria itu pergi ke semak-semak. “Mungkin tak waras,” sambung Dahlan sambil tertawa.
Menurut cerita Dahlan, bangunan di pinggir jalan setapak yang tidak jauh dari danau itu, awalnya digunakan sebagai tempat mesih pompa besar, berfungsi untuk menyedot air danau. Ketika itu ketika Desa Dosan masih satu kecamatan dengan Sungai Apit. Air dari Danau Naga Sakti ini dijadikan sebagai sumber air bersih dan dialiri ke rumah warga. Namun beberapakali dilakukan uji coba, mesih pompa itu gagal menyedot air dari dalam danau. Proyek ini bahkan dilalkukan beberapa kali, sampai pada akhirnya dibatalkan saja.
Kami sudah tiba di pinggir Danau Naga Sakti.
Air sungai terlihat begitu tenang, tak lama setelah itu, mulut-mulut ikat terlihat mencuap ke permukaan untuk makan. Bahkan menjelang siang, udara di sini begitu dingin. Meski dikelilingi hutan lebat, danau ini tampak bersih. Tak ada sedikit pun sisa daun kering mengapung di permukaannya. “Masyarakat heran juga. Danau ini tak pernah sekalipun terlihat kotor,†sambung Dahlan.
Di pinggir Danau, kami istirahat sejenak di sebuah kursi kayu. Dahlan kembali bercerita mitos yang berkembang di masyarakat tentang Danau Naga Sakti. Dia ngekui kalau mitos yang selama ini berkembang di tengah masyarakat itu hanya salah satu cara untuk menjaga kondisi hutan dan danau agar tidak terjamah dari tangan-tangan “nakal”.
“Saya sering duduk sendiri di sini, melamun, atau sekedar melepas lelah saat pulang dodos sawit. Sejauh yang saya alami tidak pernah ada kejadian aneh. Bukan berarti kita tidak percaya dengan mitos yang berkembang di tengah masyarakat,†katanya.
Masyarakat dan aparat desa tak hanya sebatas mengagumi keindahan alam sekitar Danau Naga Sakti. Kondisi hutan dan letak lokasi yang cukup strategis, melatarbelakangi keinginan masyarakat, agar kawasan ini dijadikan salah satu ekowisata di Kabupaten Siak, khususnya di Desa Dosan.
Tahun 2004 untuk menjadikan Danau Naga Sakti sebagai salah satu objek wisata sudah pernah diajukan masyarakat dengan perangkat desa Dosan. Usulan itu diajukan ke Pemkab Siak. Tapi hingga 2013 lalu mimpi itu belum terwujud.Â
Akhirnya masyarakat berinisiatif untuk mengelola kawasan ini dengan swadaya sendiri. Masih sebatas sumbangan alakadarnya. gotong- royong membersihkan danau, hingga menerobos masuk hutan untuk membuka jalur melingkar. “Kalau masyarakat tak bisa hadir, cukup bayar iuran sukarela untuk ongkos minum yang bekerja,” kata Dahlan.
Selain populasi ikan air tawar, hutan lindung yang mengelilingi danau juga masih menyimpan bermacam jenis satwa liar, seperti harimau, ular dan beragam spesies unggas lainnya.
Dahlan bercerita, pernah satu ketika lokasi ini terbuka untuk masyarakat, seperti menjala, menjaring ikan serta bermain sampan. Lokasi danau kotor, dan pemerintah desa sepakat untuk menutup kembali.
Kepala Desa Dosan, Firdaus, mengatakan, sambil menunggu Pemkab Siak kebijakan untuk objek wisata, masyarakat dan aparat desa berinisiatif untuk duduk satu meja. Mereka akan merumuskan sebuah peraturan yang disepakati dalam bentuk Peraturan Desa tahun 2009 lalu. Tujuannya agar masyarakat sekitar dan pendatang tidak merusak kondisi alam dan keindahan danau.
Peraturan itu merumuskan bahwa Danau Naga Sakti, hutan serta kekayaan alam, masuk dalam hutan kelola masyarakat Desa Dosan. Ini adalah upaya terpadu untuk melestarikan, fungsi penataan, pemanfaatan, pemeliharaan, pemulihan dan sumber daya alam.
Pemanfaatan hasil hutan kelola masyarakat di sekitar Danau Naga Sakti harus berdasarkan kesepakatan bersama antara masyarakat dan aparat desa. “Misalnya kita butuh kayu untuk bangun mesjid, boleh kita ambil di sana,†kata Firdaus.
Pemanfaatan hasil kayu dan non kayu yang bernilai ekonomis, digunakan untuk keperluan desa dan masyarakat setempat. Lokasi yang diizinkan berada pada radius 200 meter dari bibir danau. Untuk tangkap ikan wajib pakai alat tradisional.
Jika ada yang melakukan aktivitas mengambil hasil hutan alam dan kekayaan Danau Naga Sakti tampa izin, maka dikenakan sanksi denda berdasarkan peraturan tingkat desa. “Masyarakat patuh semua,†tambah Firdaus.
Di ruangan yang tak begitu besar, di salah satu komplek perkantoran, di tahun itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak, Drs Teten Efendi, bercerita soal lokasi hutan di sekitar Danau Naga Sakti.
Potensi wisata di Desa Dosan ini memang sudah lama dilirik. Namun untuk saat ini pemerintah masih memprioritaskan lokasi wisata yang lain. Selain itu, hutan dan Danau Naga Sakti masuk dalam area kensesi perusahaan kertas. “Untuk objek wisata diajukan tahun 2008,†katanya.
***
Kini, Dana Naga Sakti sudah berbeda. Tempat ini sudah dijadikan ekowisata. Amril sebagai Kerani Kampung sekaligus Ketua Pengelola, juga peraih Penghargaan Lingkungan Ketua Kelompok Masyarakat Sadar Wisata Kampung Dosan dari Bupati Siak bebarapa waktu lalu.
Aktivitas di Danau Naga Saksi kini/http://lintaspusako.blogspot.co.id
Bahwa apa yang dilakukannya bersama masyarakat binaannya akan berbuah manis ke depannya. Kini ia bersama anggota Masyarakat Sadar Wisata sedang menggalakkan Pesona Ekowisata Danau Naga Sakti. Tahun 2017 lalu, Danau Naga Sakti tidak lagi ditakuti dengan mitosnya.
Semua itu berubah masyarakat menjadi sadar, bahwa ekowisata adalah solusi tepat untuk menjaga danau dari tangan-tangan jahil. Jika ada waktu, berkunjunglah kesana, untuk menikmati keindahan alamnya. (bpc3)