BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Wabah corona terlah memaksa pemerintah daerah untuk bertahan dalam kondisi apapun. Yang paling utama dalam situasi ini, bagaimana pemerintah memastikan ketahanan pangan. Tak ada yang tahu kapan COVID-19 akan berlalu.
Pemprov Riau menyadari bahwa lebih dari 60% lebih kebutuhan beras disuplai dari provinsi tetangga. Di tengah pandemi ini tentulah provinsi penyuplai itu, tentu lebih memprioritaskan ketahanan pangan di daerahnya masing-masing.
Gubernur Riau, Syamsuar belakangan menyadari bahwa kondisi pangan di daerah ini tidak baik-baik saja. Kecemasan itu terlihat dari dorongan Pemprov Riau menggalakkan gerakan tanam atau Gertam kepada banyak pihak untuk memastikan dan mencari solusi dalam waktu singkat agar situasi seburuk apapun nantinya siap dihadapi.
“Kita dari dulu memasok dari daerah luar, ini kan kondisinya lagi ada virus COVID19, otomatis daerah tetangga maupun negara tetangga pasti mendahulukan kebutuhan pangannya terlebih dahulu,” ujar Gubri, saat menghadiri acara Gerak Tanam (Gertam) yang diselenggarakan di Desa Kualu Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar, Rabu, 06 Mei 2020.
“Memang beberapa daerah di Riau saat ini menanam padi. Tapi itu belum mampu untuk memenuhi kebutuhan beras di Riau,” ucapnya. Sejauh ini belum ada solusi pasti yang bisa menjamin ketahanan pangan Riau di tengah pandemi. Riau bukan China yang bisa menyulap apapun dalam sekejap. Faktanya, gerakan tanaman pangan yang dicanangkan Pemprov Riau saat ini, juga butuh waktu lama untuk menikmati hasilnya.
Pada Musrenbang 2019 lalu, Syamsuar menyatakan bahwa produksi beras lokal hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan Riau sebesar 35%. Artinya pemerintah sejak dulu tahu bahwa soal ketahanan pangan daerah bermasalah, namun selaman ini belum ada solusi kongkrit. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Plt Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau, Herman Mahfud.
“Kita tanam semua pun lahan yang ada, kita baru bisa mencukupi kebutuhan 35% untuk kebutuhan Riau,” katanya. Selebihnya, untuk kebutuhan beras di Riau cenderung masih bergantung atau impor dari provisni tetangga, seperti Sumbar dan Sumsel, bahkan dari Pulau Jawa.
Tahun 2020, instansi ini mencatat realisasi area persawahan di Riau mencapai 18.060 hektar (Data per Januari-Maret). Dari jumlah itu, luasan area persawahan yang ditahan per Januari 2020 seluas 3.505 hektar lebih, meningkat pada Februari jadi 4.822 hektar. Sedangkan pada Maret menjadi 9.733 hektar.
Terluas area tanah, kata Herman, terdapat di Kabupatennya Inhil, Riau yakni 13.561 hektar. Lalu Kuansing 1,617 hektar dan Rokan Hilir 1,236.8 hektar. Sedangkan kabupaten/kota yang tidak ada tanaman padi sama sekali pada periode tersebut yakni Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kota Pekanbaru.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau tercatat sepanjang tahun 2019, total jumlah produksi beras secara swadaya 131.820 ton. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebanyak 20.270 ton atau 13,33% jika dibandingkan tahun 2018.
Metode penghitungan yang dilakukan BPS menggunakan sampel dengan memanfaatkan citra satelit dari Badan Informasi dan Geospasial (BIG) serta peta lahan baku sawah yang tercatat dalam data ATR/BPN, sehingga didapatlah angka estimasi luas panen padi dari sawah-sawah masyarakat.
BPS mencatat bahwa produksi beras itu merupakan hasil konversi produksi padi menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk. Produksi padi di Riau pada 2019 diperkirakan sebesar 230.870 ribu ton gabah kering giling (GKG). Diketahui jumlah ini juga mengalami penurunan sebanyak 35.500 ton dibandingkan 2018. Luas panen padi di Riau pada 2019 diperkirakan sebesar 63.140 hektare atau mengalami penurunan sebanyak 8.310 hektar atau 11,63% dibandingkan tahun 2018.
Dalam cetatan BPS, pada 2019 terjadi kenaikan produksi padi di Kabupaten Bengkalis, mencapai 4.132 ton gabah kering giling. Jelas saja, peningkatan produksi tersebut tidak sebanding dengan penurunan produksi padi di 10 kabupaten dan kota lainnya.
Bahkan, 3 daerah sentra produksi padi yang selama ini menjadi lumbung beras untuk Riau mengalami penurunan produksi. Seperti di Kabupaten Indragiri Hilir, produksi padi menurun 1.369 ton GKG. Kemudian di Rokan Hilir produksinya turun 7.123 ton dan Siak turun 1.291 ton. Bahkan, penurunan produksi padi paling tinggi terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi yang mencapai 10.202 ton GKG.
Pemprov Riau, saat satu tahun dipimpin oleh Syamsuar, baru ancang-ancang untuk melakukan rehabilitasi sawah terlantar, optimalisasi lahan rawa, perluasan areal tanam baru, perbaikan infrastruktur dan peningkatan produktifitas. Namun itu semua belum optimal karena keburu coronavirus mewabah dengan sangat cepat.
Capaian pada 2019, diklaim oleh Pemprov Riau bahwa rehab sawah terlantar sebanyak 73 hektar, perluasan areal tanam baru 2.508,8 hektare, perbaikan infrastruktur capaiannya 1.100 meter irigasi tersier, serta perbaikan 2 unit pintu air dan 2 unit bangunan bagi 546 hektare, baru itu yang diklaim telah tercapai. Merujuk pada data tersebut, belum terlihat adanya prioritas untuk mengangkat angka produksi padi. Sementara kebutuhan beras lokal baru mampu menutupi 30% kebutuhan Riau secara menyeluruh.
Belakangan Pemprov Riau sadar bahwa urusan selera warga tidak bisa diatur dengan regulasi. Meskipun sebelumnya Syamsuar menyatakan bahwa sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Inhil bisa jadi untuk memperkuat ketahanan pangan daerah. Tapi komoditi ini bukan makanan pokok. “Meskipun Riau tepatnya di Kepulauan Meranti memiliki banyak sagu, namun belum bisa dikatakan mandiri pangan karena kebutuhan pokok kita beras,” ucap Syamsuar.
Selain meminta Pemda di daerah memanfaatkan lahan kosong, dan mendorong agar masyarakat mulai menanam tanaman pangan di pekarangan, satu lagi solusi yang ditawarkan Syamsuar, yakni kesadaran masyarakat. Menurutnya, jika semua masyarakat sadar akan kekurangan pangan di Riau dan bersama bertanggungjawab terhadap kebutuhan tersebut, maka krisis pangan mampu diatasi dengan baik. Dengan gambaran di atas, mungkinkah Riau akan mengalami krisis pangan di tengah pandemi COVID-19?
(bpc3)