BERTUAHPOS.COM, JAKARTA – Sistem perumahan nasional yang buruk akan membuat kurang pasok (backlog) perumahan akan naik hampir dua kali lipat. Indonesia Properti Watch (IPW) memprediksi backlog perumahan tahun 2013 akan menjadi 21,7 juta unit rumah dari angka sebelumnya 13,6 juta hingga 15 juta rumah.
“Sistem perumahan nasional yang buruk, tidak hanya membuat segmen menengah bawah terpuruk. Kaum menengah pun terancam tidak dapat memiliki rumah khususnya di Jabodatebak,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda dalam situs resminya, Senin (25/11/2013)
Ali berkali-kali mengungkapkan kenaikan harga tanah yang tidak terkontrol mengakibatkan harga rumah ikut terdongrak. Program subsidi pemerintah yang berfokus kepada kaum MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) pun tidak membuahkan hasil yang optimal.
Menurutnya kaum menengah setingkat manager pun, dengan penghasilan Rp 2,5-7 juta per bulan pun sulit untuk membeli rumah. Dengan penghasilan tersebut, mereka diperkirakan mempunyai daya cicil Rp 1 juta-2,5 juta perbulan yang berarti dapat membeli rumah dengan harga Rp 150-200 juta.
“Daya beli ini belum termasuk kemampuan uang muka yang umumnya menjadi salah satu faktor penghambat untuk dapat merealisasikan pembelian rumahnya. Umumnya mereka juga kesulitan juga untuk mengumpulkan uang muka,” jelasnya.
Sehingga menurut Ali, dengan harga rumah seperti itu, maka tentunya akan sulit untuk mempunyai rumah di wilayah Jabodetabek. Kalaupun ada maka mereka harus memperhitungkan biaya transportasi setiap harinya untuk bekerja di Jakarta sebagai kaum komuter. Karena lokasi rumah tersebut mempunyai jarak tempuh yang jauh dari tempat mereka kerja di Jakarta.
“Yang terjadi kemudian adalah mereka tidak menempati rumah yang ada dan dibiarkan kosong dan kembali menyewa hunian di Jakarta. Dengan demikian maka uang cicilan akan tergerus dengan biaya kost/sewa rumah di Jakarta,” katanya.
Ali mengatakan seharusnya mereka dapat membeli apartemen sekelas rusunami di Jakarta. Namun dengan kondisi saat ini pun, apartemen menengah dengan harga Rp. 150-200 jutaan pun sangat terbatas.
“Program 1.000 tower yang dicetuskan oleh Jusuf Kalla beberapa tahun yang lalu gagal untuk diimplementasikan di lapangan dan sampai saat ini tidak ada kebijakan untuk mempertahankannya,” ujar Ali.
Ia menyarankan sebaiknya pemprov DKI tidak hanya berkutat dengan penyediaan rusunawa untuk para pekerja informal, melainkan perlu diperhatikan juga hunian untuk kaum menengah mengingat 75% warga Jakarta merupakan kaum komuter yang bolak balik Jakarta setiap hari dan kemacetan semakin menjadi-jadi.
Program rusunami untuk kelas menengah sebaiknya mulai dipertimbangkan kembali oleh Kemenpera dan tidak lagi diserahkan kepada pihak swasta agar harga dapat dikendalikan.
“Segmen MBR terjebak diikuti oleh segmen menengah. Dan ironis pemerintah tidak tanggap untuk menyelesaikannya. Karenanya reformasi perumahan nasional tidak dapat menunggu terlalu lama,” katanya.(detik.com)