BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Kalangan mahasiswa terancam tidak bisa melakukan hak pilih suara dan ada potensi angka golput cukup besar dalam Pemilu 2019. Hal ini dikarenakan para mahasiswa terdaftar di TPS masing-masing daerah tempat asalnya. Sementara Pemilu dilaksanakan di jadwal sibuk perkuliahan, sehingga membuat mahasisw tidak bisa pulang kampung untuk mencoblos.
Menurut pengamat komunikasi politik dari Universitas Muhammadiyah Riau, Aidil Haris, masalah tingginya angka golpot digolongan pemilih potensi ini bisa saja terjadi, jika memang merujuk pada kondisi demikian. Namun bukan berarti Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara Pemilu lepas tangan dan berdiam diri dengan situasi yang ada. Artinya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga harus aktif melakukan pengawasan terhadap situasi seperti ini.
“Loh, KPU dan Bawaslu di Riau khususnya, harus bekerja keras dong, jangan diam saja. Ini kan ada analisis potensi angka golput yang cukup tinggi, dan memungkinkan kondisi demikian akan terjadi, lalu apakah mau dibiarkan saja, enggak kan,” ungkapnya saat dihubungi bertuahpos.com, Kamis, 7 Februari 2019.
Aidil menyebut, lepasnya potensi pemilih potensial seperti mahasiswa tentu saja melanggar hak-hak kewarganegaraan, sebab seusia mahasiswa, mereka sudah punya hak untuk memberikan suara dalam Pemilu. Dia menyebut bagaimana formatnya, itu menjadi tugas KPU dan cara kerja KPU wajib diawasi oleh Bawaslu. “Yang jelas mereka (mahasiswa) itu warga negara yang punya hak pilik, jangan sampai diabaikan,” sambungnya.
Baca:Â Bawaslu Riau Sebut Mahasiswa Berpotensi Tak Gunakan Hak Pilih di Pemilu 2019
Dia meyebut, agar tidak terjadi angka golpot dalam jumlah besar dalam Pemilu 2019, KPU harus sesegera mungkin memaksimalkan kinerja, agar potensi suara lepas tidak semakin memperburuk proses demokrasi. Jika memang ada teknis atau format tersendiri untuk pemilih potensial ini, maka KPU harus melakukan sosialisasi sejak saat ini. Namun kenyataannya, untuk saat ini KPU tidak terlihat gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terutama dengan cara-cara efektif.
Ada beberapa hal yang bisa dilaksanakan oleh KPU untuk menekan angka golpot di kalangan pemilih potensial seperti mahasiswa. Pertama, KPU masuk ke kampus, seperti KPU masuk ke Lapas. Jika memang harus, tidak salah jika proses pencoblosan dilakukan dalam kampus dengan dukungan fasilitas memadai dari pihak KPU. terhadap pelaksanaannya barulah nanti berperan Bawaslu untuk melakukan pengawasan secara ketat.
Kedua, KPU harus lebih gencar melakukan sosialisasi dari satu universitas ke universitas lain. Dalam sosialisasi itu bisa dilebihkan mengenai teknis pencoblosan untuk mahasiswa-mahasiswa yang sebelumnya terdaftar di TPS tempat asalnya, diberi kelonggaran untuk bisa melakukan pencoblosan di TPS di lokasi dimana dia berada.
Aidil menyebut, cara-cara seperti ini diyakini mampu menekan angka tidak memilih di kalangan mahasiswa sehingga jumlah golpot dalam Pemilu bisa ditekan. Menurutnya, selain penyelenggaran Pemilu sukses dan adil, menekan angka golput juga menjadi tugas utama KPU sebagai indikator keberhasilan berdemokrasi.
Anggota Bawaslu Riau, Neil Antariksa membenarkan bahwa kalangan mahasiswa paling berpotensi untuk tak gunakan hak pilihnya di Pemilu 17 April 2019 nanti. Dikatakan Neil, mahasiswa itu sudah cukup umur dan akan sudah tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun, yang menjadi masalah adalah para mahasiswa ini tercatat di kampung halaman masing-masing.
“Sementara mereka belajar atau studi di kota lain. Nah, mereka memang berpotensi tak gunakan hak pilihnya,” jelas Neil kepada bertuahpos.com, Kamis 7 Februari 2019.
Salah satu penyebab mahasiswa ini tak gunakan hak pilihnya, lanjut Neil, adalah kurangnya pemahaman mereka kemana harus melapor jika harus memilih di kota tempat studinya. “Faktanya di lapangan, banyak yang tak tahu harus melapor kemana, jika ingin memilih,” tambahnya. Neil juga mengatakan pihaknya mendesak KPU Riau agar secara aktif mendata masyarakat yang pindah memilih, terutama mahasiswa dan pekerja yang bekerja diluar wilayah domisilinya.
Dosen Universitas Brawijaya, Andhyka Muttaqin mengatakan mahasiswa paling berpotensi untuk golput pada pemilu 2019. Alasannya sederhana, para mahasiswa ini tak bisa pulang kampung saat hari H pemilihan, padahal mereka terdaftar di kampung.
Dikatakan Andhyka, sebagian besar mahasiswa berasal dari luar daerah. Bulan April 2019 nanti, aktivitas perkuliahan akan memasuki masa sibuk. Oleh karena itu, bisa diperkirakan banyak mahasiswa yang enggan pulang kampung.
“Apalagi, libur memilih itu cuma satu hari. Jika rumahnya dekat tak masalah. Kalau rumahnya memakan waktu berjam-jam, maka mahasiswa ini akan enggan pulang kampung sehari untuk memilih,” jelas Andhyka, dikutip dari Solopos.com.
Andhykan kemudian mencontohkan Universitas Brawijaya yang mempunyai mahasiswa 60 ribu. Jika sebagian besar mempunyai rumah di luar kota, dan mereka tak pulang untuk memilih, maka akan ada puluhan ribu mahasiswa yang tak menggunakan hak pilihnya.
“Itu baru di satu universitas. Indonesia ini punya banyak universitas dan perguruan tinggi. Data terakhir menunjukkan jumlah mahasiswa di seluruh Indonesia 5 juta orang. Bayangkan kalau separuhnya tak memilih dengan alasan tak bisa pulang kampung,” pungkas dia. (bpc3)