BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Anton Kasdi, Direktur PT SSS, terdakwa penggelapan, Jumat (22/3/2019), divonis selama tiga tahun enam bulan penjara. Atas vonis ini terdakwa melalui Penasehat Hukumnya menyatakan banding, karena menilai hakim tidak adil dan memaksakan hukuman tersebut.
Dalam vonis yang dibacakan majelis hakim yang diketuai Martin Ginting SH, di Pengadilan Negeri Pekanbaru, majelis hakim menyatakan, terdakwa Anton Kasdi terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan sesuai dengan Pasal 372 KUHP. Putusan majelis hakim ini sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya.
Adapun pertimbangannya, majelis hakim menilai terdakwa tidak pernah menjelaskan penggunaan uang yang diinvestasikan oleh saksi Susanto alias Acin dan Ong An alias An pada PT PRS. Hal ini terbukti dari tidak adanya RUPS yang dilakukan. Selain itu menurut majelis hakim, penggunaan uang pada PT PRS juga tidak pernah dilakukan audit, serta adanya pengembalian uang Rp1 miliar yang dilakukan oleh terdakwa kepada saksi Ong An, membuktikan bahwa tidak ada perbedaan antara uang pribadi dengan uang perusahaan.
Atas putusan ini, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya Dwipa SH, menyatakan banding. kepada bertuahpos.com Dwipa menyatakan, tidak ada keadilan dalam putusan majelis hakim tersebut. Majelis hakim menurutnya tidak mempertimbangkan pendapat hukum ahli yang dihadirkan terdakwa di persidangan. Selain itu, putusan majelis hakim tersebut seolah-olah hanya membacakan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum sebelumnya.
Dikatakannya, dalam putusan majelis hakim ini, seolah-olah terdakwa Anton Kasdi, merupakan pelaku utama. Padahal dalam putusan majelis hakim sudah disebut pertimbangannya antara lain tidak adanya RUPS dan audit terhadap PT PRS. “Kalau soal RUPS tentunya bukan kewenangan terdakwa untuk memintanya, tetapi Dewan Komisaris dan Direksi. sementara terdakwa tidak termasuk dalam organ perusahaan.” ujarnya.
“Demikian juga dengan audit. yang berhak meminta audit terhadap PT PRS tersebut adalah Dewan Komisaris dan Direksi. Direktur Utama yang berhak meminta untuk melakukan audit terhadap PT PRS tersebut. Bukan terdakwa, karena bukan organ perusahaan. Dari audit tersebut nantinya akan diketahui apakah perusahaan tersebut untung, pailit atau ada dananya yang digunakan ke pihak ketiga. Hal ini sebelumnya juga disampaikan oleh saksi ahli di persidangan. Namun hal ini tidak menjadi pertimbanganÂ
majelis hakim,” ujarnya.
Untuk diketahui, Untuk diketahui, perkara ini bermula adanya penyertaan modal investasi untuk pembelian minyak pada tahun 2015 lalu. Pada saat itu disepakati adanya pemberian fee sebesar 4 persen dari jumlah uang yang diinvestasikan tiap 40 hari. Awalnya pemberian fee berjalan lancar meski beberapa kali ada pembayaran fee yang dibayarkan per 120 hari. Belakangan pada sekitar Mei 2016 lalu pemberian fee mulai mandeg hingga akhirnya terdakwa dilaporlan ke Polresta Pekanbaru. ***(bpc17)