BERTUAHPOS.COM — Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Aria Bima mengatakan bahwa tudingan Presiden Jokowi represif banyak disalahartikan. Pernyataan ini disampaikan saat menjadi narasumber di acara Mata Najwa.
“Represif yang seperti apa? Kita lihat sajalah,” kata Bima.
Dia juga menimpali kritikan Rocky Gerung yang memberi nilai A minus untuk Jokowi. ‘A untuk kebohongan, minus untuk kejujuran’. Menurut Bima, sikap seperti ini sudah sangat jelas menggambarkan pola berdemokrasi yang kebablasan.
“Jurus demokrasi di era sekarang bisa dilihat dari berbagai bentuk. Rocky Gerung itu tidak hanya mengkritik tapi caci maki di YouTube dan area publik,” sambungnya.
Sementara, maksud dari demokrasi yang kebablasan, menurut Bima, karena dipergunakan tanpa koridor yang jelas.
Di masa Presiden Jokowi, perkembangan teknologi sangat pesat — menggambarkan situasi yang sangat berbeda jika dibanding rezim sebelumnya. Kondisi inilah yang semakin memperburuk suasana hingga tanpa kendali sehingga sulit dibedakan mana informasi hoaks dan hasutan.
“Apa kita mau kembangkan terus (hoaks dan hasutan). Harusnya ada batasan, dan batasan itu bukan di Jokowi tapi di UU ITE,” sambungnya.
Pernyataan Bima kemudian ditimpali oleh Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari. Dia mengatakan bahwa ‘wajah’ Jokowi yang sesungguhnya adalah saat ini. “Yang lain itu, yang direkayasa oleh tim, dari Solo, Jakarta dan kemudian menjadi Presiden,” ujarnya.
Dia menjelaskan secara teoritis, bahwa dalam berbagai literasi mengenai hukum tata negara dan politik, ada namanya ‘kutukan periode kedua’. “Di periode kedua itu tidak hanya muncul berbagai skandal, tapi watak asli seorang presiden,” sebutnya.
Saat ditegaskan watak asli Presiden Jokowi seperti apa, dia menjawab, “Ya, represif. Kita melihat di era Jokowi, seseorang yang membawa bendera pusaka di penjara. Itu di era Jokowi,” sambungnya.
“Ada lima anak muda yang bermimpi Indonesia bebas dari korupsi, meninggal (akibat tindakan para aparat). Apa respon Jokowi. Hari ini orang berkumpul rame-rame, membahas UU yang tidak melibatkan publik sama sekali, dan Jokowi sadar betul dan tahu betul banyak bolong dan salahnya dalam pembuatan UU ini, Jokowi tidak peduli,” sambung Feri.
Sementara, tindakan-tindakan yang disusul adalah penangkapan banyak orang. Jika memang Presiden Jokowi memakai gaya ‘Solo’, maka dia akan mengajak banyak orang dengan cara-cara elegan dan cara-cara demokrasi.
“Orang yang menangkap lawan politiknya sudah pasti represif. (Pembuatan) UU yang tidak melibatkan banyak orang, pasti Undang-Undangnya represif, ada teorinya. Kalau mau membantah mestinya ditunjukan bukti apa bahwa Jokowi demokratis nggak ada saya lihat,” ujar Feri. (bpc2)