BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Ustman bin Affan dikenal sebagai sahabat yang kaya raya. Meski demikian, kekayaan yang berlimpah tak membuat Ustman sombong. Bahkan, Ustman bin Affan juga dikenal karena sifat dermawannya.
Â
Dalam suatu riwayat, Suatu ketika, Madinah dilanda kekeringan. Semua sumur mengering, kecuali 1 sumur yang bernama Ruumah. Sayangnya, Rumah ternyata dimiliki oleh seorang Yahudi. Umat Islam harus mengantre dan membeli air kepada Yahudi ini setiap harinya, karena air merupakan kebutuhan dasar.
Â
Penderitaan umat muslim sangat meresahkan Rasulullah SAW. Suatu hari, Rasulullah bersabda “”Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang sanggup dan bersedia menyumbangkan hartanya demi membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah SWT”.
Â
Mendengar hal tersebut, Ustman Bin Affan segera mendatangi Yahudi pemilik sumur Rumah tersebut. Ustman menawarkan untuk membeli sumur tersebut 20.000 Dirham (atau kisaran Rp1,4 miliar). Harga tersebut sangat tinggi dan sebenarnya tak sebanding dengan sumur tersebut.
Â
Namun, Yahudi pemilik sumur menolak. Dia mengatakan bahwa sumur tersebut adalah sumber uangnya, dan tidak akan menjualnya. “Kalau begitu, bagaimana jika aku membeli sumur ini dengan kepemilikan berganti setiap hari. 1 hari milikku, dan keesokan harinya milikmu,” tawar Ustman lagi.
Â
Mendengar hal tersebut, Yahudi setuju. Dia membayangkan mendapatkan 2 keuntungan, yaitu dari penjualan sumur kepada Ustman, dan keuntungan penjualan air pada keesokan harinya.
Â
Setelah Yahudi itu setuju, Ustman segera meminta umat Islam mengambil air untuk keperluan 2 hari, karena keesokan harinya sumur tersebut tak lagi miliknya. Umat muslim pun terbantu, dan pada keesokan harinya, tak ada lagi yang membeli air kepada Yahudi tersebut.
Â
Mengetahui tak ada lagi yang membeli air kepadanya, Yahudi itu mendatangi Ustman Bin Affan. Dia mengatakan agar Ustman bisa membayar 20.000 Dirham lagi, dan sumur itu menjadi miliknya sepenuhnya. Dengan demikian, secara penuh Ustman membeli sumur tersebut dengan harga 40.000 Dirham (Rp2,8 miliar).
Â
Sepeninggal Umar bin Khattab, para sahabat dan kaum muslimin kemudian membaiat (sumpah setia) Ustman sebagai khalifah.
Â
Ustman menaruh perhatian kepada pembacaan dan naskah-naskah Al-Quran. Saat itu, seiring perkembangan Islam, cara pembacaan Al-Quran semakin bervariasi, karena banyaknya bangsa-bangsa yang memeluk Islam. Salah satu sahabat, Huzaifah bin Yaman kemudian mengusulkan agar Ustman menyeragamkan pembacaan Al-Quran.
Â
Pada tahun 25 Hijriah, Ustman membentuk panitia untuk menyalin Al-Quran dan menyeragamkan pembacaannya. Tim ini diketuai oleh Zaid bin Tsabit.Â
Â
Zaid bin Tsabit bekerja dengan penuh kehati-hatian, cermat, dan teliti dalam menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah (salah satu isteri Rasulullah SAW).Â
Â
Akhirnya, tim ini berhasil mengumpulkan dan menyusun mushaf Al-Quran. Mushaf lain kemudian dimusnahkan. Mushaf yang disusun Zaid dibuatkan salinannya, untuk disebarkan ke berbagai wilayah Islam sebagai pedoman yang benar untuk masa-masa selanjutnya.
Â
18 Dzulhijjah 35 Hijriah, sebagai puncak fitnah yang selalu datang padanya, Ustman terbunuh di rumahnya, setelah dimasuki orang yang berdemostrasi. Pembunuhnya diketahui bernama Hamron bin Sudan as-Syaqy. (bpc2)
Â
Disadur dari buku Abdul Syukur al-Azizi “Sejarah Terlengkap Peradaban Islam”, Terbitan Noktah, 2017